Bab 12

8.9K 925 70
                                    

🌲🌲🌲🌲🌲🌲



Seiring berjalannya waktu, Taehyun merasakan kenyamanan yang berarti bagi hidupnya. Menjadi suami untuk Jungkook meski hanya untuk sementara waktu sesudah Jungkook melahirkan anaknya. Ia takkan lama-lama membodohi Jungkook karena itu sangat menyakitkan bagi Jungkook jikalau dia tahu dengan rencananya. Taehyun dengan hati-hati memerankan perannya sebagai Taehyung yang manis dan baik seperti dahulu kala.

Taehyun sebenarnya tak bisa untuk menjadi Taehyung yang sebenarnya, ia berupaya untuk memutar balikkan fakta dan berkali-kali membodohi Jungkook. Apalagi ketika saat-saat kemarin, Jungkook tengah mengidamkan dirinya untuk menemani tidur lelapnya yang panas. Untuk pertama kalinya Taehyun melakukan hubungan suami istri. Dan tentu saja, dengan degupan nyata jantungnya serta rasa bersalah terhadap Jungkook.

Kini usia Jungkook sudah menginjak enam bulan. Dan Taehyun harus bersabar ekstra untuk menghadapi mood swing Jungkook yang berubah-ubah, sebentar-sebentar dia menangis, namun detik berikutnya dia akan tertawa. Sering kali Jungkook mengatakan bahwa Taehyun harus cepat pulang karena rindu katanya. Padahal ... dirinya bukanlah suaminya, karena Taehyung yang sebenarnya ditahan untuk sementara waktu. Taehyun ingin membuktikan kepada Taehyung bahwa dia lebih layak sebagai suami Jungkook.

Jungkook begitu perhatian padanya meski tengah berbadan dua. Ia kerap kali memberikan kenyamanan dan layanan sebagai istri yang patuh pada suami. Bukan tentang seks, melainkan Jungkook sering sekali masak makanan kesukaan Taehyung—bukan Taehyun dan juga selalu memijat kakinya setelah pulang kantor. Perbedaan yang cukup signifikan sebenarnya, Taehyun sangat suka dengan sayuran dan juga susu kedelai, namun Taehyung tak menyukainya, Taehyung lebih suka daging-dagingan yang diolah apapun itu. Dan Taehyun cukup kewalahan yang mana harus terpaksa untuk mengikuti peran layaknya Taehyung.

Malam hari tepat di mana purnama memancarkan sinar terangnya. Tak ada kabut malam, melainkan kerinduan saja yang mendalam. Jungkook sudah menunggu Taehyung pulang namun tetap saja lelaki itu belum pulang dari kantornya. Membuat Jungkook khawatir saja.

Ponselnya tiba-tiba berdering, dengan cepatnya Jungkook membuka ikon pesan di sana, ada sebuah pesan dari suaminya bahwa dia akan lembur. Dan lagi-lagi, suaminya meninggalkannya untuk ketiga kalinya.

Tentu saja, karena Taehyun memegang dua perusahaan sekaligus, milik Taehyung dan Taehyun. Tanpa sepengetahuan Jungkook tentunya.

Lantas Jungkook bergegas untuk menggeser diri pada kasur empuknya, menyamankan dirinya yang terkadang sesak napas ketika berbaring di kasur. Rasa kantuk pun menyerangnya, dan tiba-tiba saja matanya menutup secara perlahan dengan dengkuran halusnya di tengah malam yang indah.

Tangannya sembari memegang perut buncitnya dan memeluk bantal sang suami agar ia merasa bahwa sang suami di sampingnya. Akhir-akhir ini memang Jungkook selalu dihantui rasa was-was. Padahal semuanya baik-baik saja, apalagi dengan tidak adanya Mama Kim di rumah dan juga tidak ada Nayeon juga. Entah kemana kedua makhluk tersebut.

Dengan matanya yang terpejam beserta tidurnya yang nyenyak, seseorang di sana tepat di luar kamarnya tengah memandang Jungkook dengan lekat. Tangannya mengepal total apalagi melihat perut buncit Jungkook yang makin membesar, rasa sakit hati dan juga panas terasa membakar pikirannya. Ingin menghabisi dan memusnahkannya detik itu juga.

Ia perlahan membuka pintu dengan kunci cadangan yang ia punya, dengan sangat amat perlahan ia tak membuat suara pintu dan langkahnya. Sosok itu pun melangkah pasti menuju kasur yang ditiduri Jungkook. Penuh kesal dan juga marah secara bersamaan.

Sekelabat matanya mencari benda yang bisa mencelakai Jungkook meskipun hanya untuk sementara waktu, karena demi Tuhan dirinya sudah gatal untuk menghabisi Jungkook dengan tangannya sendiri.

Ia menyeringai, penuh kemarahan namun dalam sorot matanya mengandung kesedihan. Tanpa ba-bi-bu lagi, dirinya membekap mulut Jungkook oleh tangannya dan menyumpal wajah Jungkook dengan bantal tebal berwarna putih.

Suara teriakan Jungkook yang terdengar kecil membuat dirinya semakin berusaha untuk mencelakai Jungkook, Jungkook tentu saja sekarang sudah sadar dan ia berusaha untuk melawan diri untuk menendang benda hal apapun itu dan meraba ke segala arah. Namun sayangnya, lawannya kali ini sangatlah susah apalagi dirinya tengah hamil.

Di balik bantal Jungkook kehabisan napasnya, ruang oksigennya hilang dan semuanya musnah. Rasa pening di kepala sangatlah membuatnya runyam dan semakin menegangkan, kesensitifan dirinya terhadap sesuatu semakin menaik itulah kenapa Jungkook kerap kali menangis tiba-tiba dan juga murung.

Tendangan Jungkook semakin lemah, namun untuk sosok itu semakin menekan bantal tersebut dengan kuatnya. Sampai di mana kaki Jungkook tak lagi menendang secara berangsur-angsur dan juga tangannya mulai lunglai ke bawah. Ia semakin menang, menyeringai dengan kesenangan. Itu artinya ... Jungkook bisa dimatikan untuk sementara waktu atau untuk selamanya pun tak masalah baginya.

"Katanya ... kau mencintaiku, nyatanya kau tak bisa membedakan aku dengan dirinya, Jungkook-ssi." ujarnya marah.




  🌼🌼🌼🌼  




Taehyun tak bisa terkejut melihat keadaan kasur sangatlah berantakan. Wajah dan tubuh Jungkook benar-benar dibaluti selimut dan juga bantal. Ia melihat wajah Jungkook sangatlah pucat, bibirnya membiru serta detak nadinya melemah. Taehyun tak menyangka bahwa di rumah ini ada penyusup. Atau jangan-jangan ... ini perbuatan Taehyung? Tak mungkin! Taehyung tengah dikurung oleh dirinya.

Segera, Jungkook dibawa ke Rumah Sakit terdekat. Dan ini masih pukul 05:00 pagi dan itu artinya jalanan masihlah lenggang. Taehyun mengendarai mobilnya dengan cepat, mau tak mau dirinya melakukan ini semua demi Jungkook. Orang rumah tentu saja tak mau membantunya, apalagi mereka hanya tunduk kepada Taehyung bukan Taehyun.

Taehyun menggenggam tangan Jungkook kuat-kuat beserta kecupan hangat sirat kekhawatiran yang mendominasi. Sesekali matanya menuju pada jalanan karena tak mungkin juga dirinya mengabaikan semuanya.

Setelah sampai di Rumah Sakit, Taehyun segera menggendong Jungkook menuju ke UGD. "Dokter! Suster! Tolong bantu istri saya," ujar Taehyun berteriak. Suster di sana sigap dan cepat, karena mereka tahu bahwa Taehyun—yang dianggap mereka Taehyung adalah penyumbang saham di Rumah Sakit ini.

Jungkook dibawa langsung ke ruang UGD, mereka menangani langsung dengan baik dan Taehyun tak bisa masuk begitu saja. Kekhawatirannya semakin memuncak ketika dirinya mengingat dengan bayi Jungkook juga, ia takut bahwa bayinya akan meninggal dunia atau ibunya. Karena Jungkook sangatlah pucat pasi tadi.

"Tuan Kim Taehyung,"

"Ya, saya dokter!"

Dokter itu pun menghampiri Taehyung dengan tenang, dan menepuk pundak Taehyun beberapa kali, "Maaf ...," Taehyun mengernyitkan dahinya dengan serius, jujur—dia tak mengerti dengan kata 'Maaf' tersebut.

"Bayinya harus diangkat saat ini juga, Tuan."

"A-apa? Ti-tidak mungkin! Bayi kami selamat, 'kan, dok?"

Dokter pun menghela napasnya pelan, "Serahkan kepada Tuhan. Ini hanya jaga-jaga saja, jalur pernapasan Jungkook tersumbat karena mungkin awalnya dia susah napas dan juga faktor kehamilan juga."

"Dok—" Taehyun bersimpuh di hadapan dokter tersebut, memegang kakinya dengan erat sembari menangis pilu. "—tolong selamatkan istri saya, Dok. Saya sangat mencintainya." []

Painful ㅡ TaekookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang