Bab 22

6.3K 631 8
                                    

Bukan sebuah alasan lagi kerahasiaan yang Taehyung jaga akan terungkap sedemikian rupa, Jungkook mengetahuinya lebih cepat dari pada yang ia kira. Sialnya, berita itu berhembus kembali seperti angin topan dan Jungkook kembali histeris mendengar berita anak mereka telah meninggal dunia akibat sebuah pembunuhan yang sampai sekarang tak tahu siapa dalang sebenarnya.

Taehyun sang Kakak—tahu apa yang Jungkook butuhkan, Jungkook kembali frustasi, mau bagaimana pun dialah yang bersusah payah mempertahankan bayi tersebut di perutnya dan Taehyung dahulu selalu menghancurkannya dengan tangannya sendiri secara frontal.

Lagi-lagi, rasa itu kembali menyeruak panas, Jungkook merasa benci pada suaminya sendiri, jikalau Taegguk—sang bayi mereka tak pernah dicelakai Taehyung mungkin Taegguk akan kuat, akan selalu di samping mereka sampai mereka berhasil melihat Taegguk besar. Dan kembali rasa itu, Jungkook enggan bertemu Taehyung kembali.

Taehyung resah, hatinya merasa bersalah, dia menjadi pihak kepala keluarga namun sama sekali tak ada kebecusan sedikitpun, ia rasanya menjadi boomerang untuk kebahagiaan Jungkook, rasa dendam itulah menjadi sebuah jurang bagi dirinya sendiri.

Taehyung sang Kakak keluar dari kamar Jungkook, ia tersenyum tipis melihat Taehyung bergurat khawatir tentang Jungkook yang enggan bertemu dengannya, tepukan halus pada pundak Taehyung menjadi sebuah atensi untuknya, dan Taehyung lagi-lagi iri tentang keberadaan Taehyun untuk Jungkook, "Bagaimana?" suara itu serak beserta lirih, Taehyung menyendu menatap Taehyun yang hanya tersenyum lembut seolah tak terjadi apa-apa.

"Dia sudah tidur, jangan dulu ganggu dia, oke?"

"Tapi aku suaminya!"

"Dan kau yang selalu membunuh anakmu sendiri, Taehyung!"

Taehyung menegang kala mendengar perkataan Taehyun yang berhasil menohok hatinya lebih dalam lagi, membuka lembaran kepahitan dalam kebrengsekan dirinya untuk menghabisi Jungkook. Ia tahu, ia sadar, semuanya salah, namun ia tak sanggup untuk tidak di samping Jungkook.

"Istrimu yang lain akan segera datang kesini, persiapkan mentalmu, Taehyung."

"Istri?"

Taehyun mengepalkan tangannya kuat-kuat, uratnya menonjol kasar setelah melihat ekspresi Taehyung yang mana kala tak berpengaruh apapun untuk permasalahannya, seolah Taehyung tak kenal dengan istri lainnya, padahal dialah dalang yang menggali permasalahannya sendiri.

"Tidak mengerti?"

"Taehyun, kau tau, 'kan, kalau istriku hanya J—"

"Nayeon. Im Nayeon, oh—Kim Nayeon," Taehyun menekan nama tersebut agar sang adiknya sadar dengan situasi yang sebenarnya, barulah tubuh Taehyung bergetar hebat mendengar nama tersebut yang pernah singgah di kehidupannya dan menjadi pemanis dalam dendamnya pada Jungkook.

Taehyung menjauh pada jarak yang diberikan Taehyun, seolah Kakaknya itu akan menerkamnya detik ini juga sampai habis, tidak mungkin Nayeon kembali karena pada dasarnya dia telah memberikan seperempat hartanya untuk dia agar cepat-cepat menjauh padanya dan dia lebih leluasa untuk menghabisi Jungkook pada saat itu. Namun apa? Kenapa bisa Nayeon akan menemuinya lagi?

"Apa kau tahu Nayeon siapa, Taehyung?" Taehyun bersuara lebih dalam dan sangat serius, hawa-hawanya begitu dingin, berhasil mengobrak-abrik nalar Taehyung yang berpusat pada permasalahannya di sana. Ia menggeleng cukup kuat dan lagi—Taehyun tersenyum miring karena kebodohan adiknya.

"Nayeon adalah mantan kekasihku, Taehyung. Demi kau—mungkin demi mendapatkan hartamu, dia rela meninggalkanku dan memilih dirimu!" dinginnya berkata.

"Selamat siang."

Lalu Taehyun pergi begitu saja tanpa melihat keadaan Taehyung yang kacau dengan segala rahasia yang tak pernah ia tahu sebelumnya, ia kira dirinya akan merasakan kebahagiaan setelah dirinya lepas dalam lingkarang dendamnya, nyatanya—Tuhan tak mengizinkan dirinya untuk bahagia saat ini, karena Taehyung belum terlalu cukup untuk diberikan sebuah cobaan dan kepahitan kepadanya.

Semuanya begitu sirna ketika suara tangisan yang menggema di kamar milik Jungkook, ia segera melangkah masuk meski tubuhnya masih bergetar ketika menginjak kembali teras dingin Rumah Sakit, Taehyung berjengit kaget melihat darah mengucur pada tangan Jungkook, mengalir deras sembari Jungkook meraung tak jelas.

"Jungkook!" ia segera melangkah, mendekap sang istri tercinta, nyatanya—Jungkook menghindar tak sudi disentuh oleh suaminya sendiri.

"Pergi dari sini, Taehyung!"

"Jungkook, kumohon ... maafkan aku, aku salah—"

Lemparan vas bunga tepat mengenai kepala Taehyung, sampai di mana Taehyung limbung ke belakang, ia baru ingat dirinya kedapatan berbaring di atas ranjang karena pertikaian dirinya dan Jungkook kala itu.

Taehyung memegang kepalanya, darah lagi—mengucur pada dahinya deras dan kental, Taehyung meringis namun sebisa mungkin dirinya tersenyum menatap Jungkook, karena ia tak mau Jungkook kembali bersedih.

Tangisan Jungkook melirih, bergetar dan parau, tangisan yang begitu dalam penuh makna menyakitkan, "Aku salah, aku pihak tersalah di sini Jungkook. Kau bebas membenciku, tapi jangan hindari aku, biarlah aku selalu di sampingmu, Jungkook-ah ...,"

Taehyung melangkah pelan meski tertatih, darahnya semakin banyak mengalir pada lehernya, karena Jungkook melemparkan vas bunga yang cukup besar dan tenaga yang hebat, Jungkook enggan untuk diraih, dia menggeleng pelan namun tangannya bergetar melihat raut wajah Taehyung yang jelas-jelas lemah karenanya, "Maaf, Jungkook. Maaf ...,"

Taehyung memeluk Jungkook, bergetar sudah hati mereka, jantung mereka seirama berdetak dalam alunan yang sama, Taehyung tersenyum dalam dekapannya, memejamkan mata dalam balutan lara, lagi-lagi Jungkook merasa begitu salah, keegoisannya kembali muncul, menyalahkan Taehyung yang tak tahu apa-apa.

"Aku ingin bercerai denganmu, Taehyung."

"Tidak."

"Aku ingin! Kau yang meminta—"

"Itu dulu, bukan sekarang. Mengertilah," Taehyung memeluk Jungkook erat, semakin erat sampai dirinya merasakan sesak di dadanya, Jungkook kembali menangis, meratapi takdirnya yang begitu pahit. Bukankah ini cukup menjadi alasan Taehyung meninggalkannya? Iya, 'kan? Tak ada yang harus dipertahankan, karena dulu Taegguk menjadi prioritasnya, ia tak mau anaknya tak memiliki figur ayah, nyatanya Tuhan mengambilnya.

"Aku rusak, Taehyung ... Aku benci diriku sendiri termasuk dirimu."



"Jungkook-ku takkan pernah rusak, selalu indah di dalam hatiku." Ungkapnya dalam kelirihan terakhirnya sebelum dirinya hilang kendali dalam matanya yang tertutup erat. []

Painful ㅡ TaekookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang