3. Red Pearl

5.5K 569 105
                                    

Sebelum baca, mari vote dulu 😊

Setelah baca tinggalin komentar ya 😉

4000+ word (panjang uy)

**

"Mau makan es krim?"

Tatapan Fischer dan Arthur langsung mengarah pada Orlando ketika suaranya tiba-tiba menggantikan keheningan. Sekarang mereka terduduk di teras rumah pohon untuk menemukan cara agar Arthur dapat kembali menjebloskan tahanan VIP ke dalam penjara sulfidius. Namun mereka merasa tak yakin lantaran kekuatan yang mereka miliki tak sepantaran dengan kekuatan yang dimiliki tahanan VIP, yang tak lain adalah Raxa.

Raxa, pria itu adalah seorang penjahat legendaris yang telah ditahan di penjara sulfidius sejak ratusan tahun yang lalu. Kejahatannya tak pernah dilupakan oleh penduduk Magical World karena historinya terkenal di kalangan para ahli sejarah. Kisahnya banyak diceritakan oleh orang-orang zaman dahulu. Namanya pasti disandingkan dengan nama Adelia, Adelio, dan Raja Surya Zen. Raxa terkenal sebagai penjahat yang mengakhiri orde Raya Surya Zen dengan meluluhlantakan kerajaan Reville dan menjadi awal hancurnya kerajaan Venoure.

Jika dipikir lagi, apa mungkin Zen yang memiliki kekuatan elementer bisa dikalahkan oleh Raxa yang notabene adalah seorang ilmuan yang tak memiliki kekuatan sihir? Ya, jika dipikirkan lagi hal itu mungkin. Sebab Arthur sendiri yang merupakan penerus Raja Surya kerap kali melakukan hal bodoh. Bisa saja kesalahan Zen saat itu membuat Raxa mengambil kesempatan untuk menghancurkannya.

Jika benar Raxa bisa mengalahkan Zen dengan kemampuannya, berarti Raxa bukanlah lawan yang mudah dikalahkan. Arthur tahu itu dan dia juga merasa mustahil dapat menangkapnya kembali. Malah sebaliknya, mungkin saja Arthur yang akan tertangkap dan berakhir tinggal nama di tangannya. Mengingat Arthur adalah titisan raja surya, yang artinya Arthur adalah musuh besar bagi Raxa. Sebab Arthur adalah bagian dari Raja Zen, Raja surya terdahulu, yang merupakan musuh besar Raxa.

"Kenapa kalian melihatku seperti itu?" Orlando bergidik ngeri mendapat tatapan tajam dari Fischer dan Arthur seakan menganggapnya pengganggu yang merusak suasana pencarian ilham dalam kepala mereka masing-masing.

"Arrgghh!!" Arthur mendesah frustrasi. "Kenapa harus begini?!"

"Karena tidak begitu!" jawab Orlando enteng, yang langsung saja mendapat timpukan gelas dari Fischer yang sejak tadi memegang gelas berisi susu. "Hehehe! Maaf. Aku hanya tidak ingin keadaan menjadi tegang."

"Seharusnya kau tahu kapan waktunya serius dan kapan waktunya bercanda!" Fischer membalas sewot. "Kalau bukan teman mungkin Arthur sudah melempar kepalamu ke kandang Beruang, kaki dan tanganmu ke kandang Buaya, dan tubuhmu ke kandang Singa sejak dulu!"

Bukannya introspeksi diri, Orlando malah tepuk tangan tanpa rasa bersalah sembari berkata, "Kau berhasil meniru Arthur. Aku tak percaya sahabatku punya bakat menjadi seorang bintang!"

Fischer lelah sendiri menghadapi Orlando. Sejak kejadian dua tahun yang lalu, ada sedikit perubahan pada diri Orlando. Sahabatnya itu terus memaksakan diri bersikap menyebalkan walaupun sebenarnya dia memang sudah menyebalkan. Orlando terlihat seperti ingin menghibur dirinya sendiri dengan bersikap kekanakan. Fischer tak tahu penyebabnya, yang jelas mungkin telah terjadi sesuatu pada Orlando.

"Sudahlah!" Arthur terlihat lelah. Belum selesai dukanya sejak kepergian Aqueena, dan sekarang dia dihadapkan masalah besar yang penyihir tingkat tinggi seperti Mr. Hawort saja belum tentu dapat menyelesaikannya. Oh, seandainya saja Arthur tidak terpancing dengan surat miserius itu. Tapi sudahlah! Semua telah terjadi. Kata Fischer, nasi telah menjadi lontong, dan lontong tidak dapat kembali lagi seperti semula. "Kurasa kita harus bertemu seseorang. Mungkin saja dia dapat membantu."

The Magic Stone: Red PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang