5 - Hari Yang Cerah

2.4K 314 2
                                    

Nara POV

Gue udah cukup dewasa sekarang, gak seharusnya gue terus bersedih seperti ini. Sudah waktunya gue bangkit, memulai kehidupan gue yang baru. Ibu pasti sedih di sana ngeliat gue yang terus murung dan gak pernah masuk sekolah hampir sebulan.

"Benarkan bu?"

Hari yang cerah akan sia-sia kalau gue terus berdiam diri seperti sekarang. Gue bersiap-siap untuk kembali bersekolah seperti biasa. Gue akan buktikan kalau gue akan menjadi 'Orang' seperti yang pernah ibu katakan.

---

3:15 pm

Biasanya gue selalu sengaja pulang lambat untuk sekedar berjalan-jalan dulu. Sampai di rumah, ibu pasti ngomelin gue. Sepertinya itu sudah menjadi bagian dari rutinitas gue setiap hari.

Hari ini, meski gue pulang malam pun gak ada lagi yang akan ngomelin gue sehari semalam. Tapi gue yakin, ibu pasti ngawasin gue dari atas sana, setiap hari.

Seperti biasa, gue ingin berjalan-jalan lebih dulu sebelum pulang ke rumah. Gue ingin menghirup udara segar di pinggir pantai tempat gue biasa.

Semua orang di pantai bersama dengan seseorang, entah itu keluarganya, kekasihnya atau hanya sekedar temannya. Hanya gue yang sendirian kek gini.

Iri? Tentu saja gue iri ngeliat mereka yang tertawa bereng keluarganya, tapi gue harus bersyukur, gue punya ibu yang kuat seperti ibu.

"Huh? Kau gadis itu, kan?" ucap seseorang di samping gue, sontak ngebuat gue kaget dan berbalik.

"Dokter?" dia adalah Dokter yang ngehibur gue waktu itu.

"Benar kau rupanya. Iya, aku Dokter waktu itu. Bagaimana kabarmu?" ucao Dokter itu lalu duduk di sampingku.

Gue mengangguk. "Aku baik."

"Syukurlah. Dokter senang bisa bertemu denganmu lagi. Oh ya, siapa namamu? Saat itu dokter lupa menanyakan namamu."

"Aku Nara. Jung Nara."

"Nama yang cantik, seperti orangnya."

"Gak kok Dok." ucapku bergeleng. Gue gak biasa di puji kayak gini, itu kedengaran aneh.

"Kau sangat rendah hati rupanya. Dokter sedang bersama anak dan istri dokter di sana." ucapnya sembari nunjuk ke arah restaurant di bawah pepohonan. Gue refleks melihat tujuan jari telunjuk dokter itu. Di sana berdiri seorang perempuan dan anaknya.

"Kau mau bergabung dengan Dokter? Dokter punya anak yang seumuran juga denganmu." imbuhnya lagi dengan senyuman ramah.

"Gak perlu dok. Aku baik-baik saja. Terima kasih."

Dokter itu lagi-lagi tersenyum sembari mengelus puncak kepala gue. "Jaga dirimu baik-baik, kalau begitu Dokter ke sana dulu." kata Dokter sebelum melangkah menghampiri anak dan istrinya. Gue hanya membalasnya dengan anggukan.




Author POV

"Siapa dia?" tanya istri Dokter itu.

"Dia anak yang pernah aku ceritakan waktu itu." jawab Dokter itu.

"Oh... Anak yang di tinggal ibunya saat hari ulang tahunnya itu?" tanya istrinya lagi memastikan.

"Hm..." jawab Dokter mengangguk.

"Syukurlah kalau dia bisa tersenyum seperti itu sekarang. Seumurannya pasti sangat sulit untuk menerima kenyataan pahit seperti itu. Jauh berbeda dari anak ini..." kata istrinya lalu melirik ke arah anaknya.

"Kenapa jadi aku di bawa-bawa?" balas anaknya kesal. "Memangnya ayahnya kemana bun?" tanya anak Dokter itu .

"Ayahnya meninggalkan mereka." jawab Ayahnya.

"Kenapa?" tanyanya lagi.

"Sudahlah. Kau makan saja." jawab Ayahnya sembari menyerahkan lauk ke depan anaknya membuat anaknya mampoutkan bibirnya kesal.




Nara POV

Dokter itu sangat baik dan juga tampan. Pasti keluarganya sangat harmonis.

Saat di perjalanan pulang, gue gak sengaja melihat browsur yang tertempel di depan kaca toserba. Sepertinya sedang mencari pekerja.

Tanpa berfikir lagi, gue langsung masuk dan menanyai soal pekerjaan itu.

"Maaf mbak. Adanya hanya shift malam doang, shift siang udah ada yang ambil tadi." ucap Mas yang jaga toko itu.

Malam? Sepertinya tak masalah. Gue bisa ngerjain PR gue setelah pulang kerja.

"Iya gak papa mas. Saya ambil saja."

"Kalau begitu silahkan isi formulir ini..." ucap mas itu sembari menyodorkan selembar kertas di depan gue.

Gue segera mengisinya dan bersiap pulang, "Makasih mas."

Gue harus bekerja mulai sekarang, gue gak boleh bermalas-malasan. Meski tabungan ibu cukup buat gue sampai lulus sekolah. Tetap saja gue harus menabung, gue juga pengen masuk universitas.

Hari yang berat akan di mulai dari sekarang.

Who are you? | Hwang Hyunjin Where stories live. Discover now