10. posisi tak aman

2.4K 386 987
                                    

Saat ini masih pukul dua belas lebih tiga puluh delapan menit, waktu istirahat sudah hampir habis. Sebagian murid kelas XI IPA 2 sudah berada di bangkunya masing-masing, sebagian ada yang tengah mengobrol di pojok kelas, ada pula yang menari-nari di hadapan ponsel dengan suara musik yang terdengar cukup kencang. Sementara di posisinya sekarang, Feira tengah mendengarkan Kanaya bercerita mengenai perlombaan Sains yang akan dilaksanakan beberapa bulan lagi, gadis berkacamata itu ikut serta untuk dapat mengharumkan nama sekolah, Feira sampai dibuat terkagum karenanya, karena gadis itu memang benar-benar sangat pintar.

Tak lama kemudian, ketika keempat gadis itu benar-benar asik berbincang dan tertawa lepas, secara tiba-tiba muncullah seorang gadis lain yang ikut andil berkerumun didekat bangku Feira sembari memanggil nama sang pemilik, sehingga membuat keempat gadis yang berada disekitarnya dibuat mendadak mematrikan pandangan ke arahnya. "Feira."

Gadis yang dipanggil lantas segera menoleh, menatap terkejut ke arah Rifa yang saat ini tersenyum manis ke arahnya dengan membawa dua buah kotak makanan. Ia sempat mengira bahwa orang yang memanggilnya merupakan teman satu kelasnya, ternyata murid kelas sebelah. Feira serta-merta balas tersenyum cerah dan menyapa ramah, "Eh, hai, Rifa. Ada apa?"

Rifa menyodorkan kedua barang yang dibawanya ke arah Feira. "Ra, ambil ini sebagai tanda terima kasih gue ke lo karena lo udah nolongin gue waktu itu."

Lawan bicaranya lantas tersenyum canggung seraya menggeleng pelan dengan maksud menolak halus pemberian dari Rifa. "Ah, gak usah, Rif. Ira nolonginnya ikhlas, kok."

"Gue juga ngasihnya ikhlas. Please, diambil, ya? Rezeki gak boleh ditolak lho, Ra. Pamali."

Untuk sesaat, Feira tampak ragu untuk menerima. Namun, setelah mendengar Rifa begitu memaksa dan memohon padanya dengan cara yang seperti itu, membuat Feira harus mengalah. Lantaran ia pikir, apa yang dikatakan Rifa ada benarnya juga. Kemudian, dia pun lekas menerima salah satu kotak makanan yang berisi kue tersebut dengan senyum agak kaku. "Ya udah, deh. Makasih banyak, ya."

Rifa mengangguk, namun ada terbesit keraguan saat mengatakan, "Erm, Ra, gue boleh minta tolong lagi sama lo, gak?"

"Boleh, minta tolong apa?" ucapnya tanpa pikir panjang.

"Tolong kasihin ini ke Kak Fanza, bilangin gue berterima kasih banget sama dia." katanya gamblang sembari menyodorkan satu kotak makanan berisi kue yang serupa diterima Feira tadi.

"Kenapa gak sama Rifa sendiri aja?"

"Gue gak berani, Ra."

"Ira juga gak berani, Rif."

"Tapi, waktu itu lo minta tolong ke dia."

Feira menggaruk rambutnya yang tidak gatal tanpa alasan, senyumnya tampak lebih kaku. "Ya, waktu itu 'kan beda, Ira lagi panik banget."

"Yaudah, kali ini lo anggap aja keadaannya sama kayak kemaren. Ya, ya, ya? Gue mohon banget, ya?"

Di sana, Feira sungguh merasa bingung harus menjawab seperti apa, apalagi tadi dia telah menyanggupi permintaan Rifa dari awal. Namun jika dipikir kembali, Feira benar-benar tidak ingin lagi berurusan dengan Fanza, lantaran ia tidak ingin jika urusannya memanjang hingga sampai ke Farah. Ah, tidak, tidak. Memikirkannya saja sudah membuat Feira ketakutan. Maka dari itu, ia harus mencari cara, pikirnya.

Sepersekian detik kemudian, Feira lantas segera melirik ke arah Tasya, di sana ia mendadak mendapatkan sebuah ide. Niatnya, Feira akan menitipkannya saja kepada Tasya, karena Tasya merupakan teman dekat Fanza. Jika Tasya yang memberikannya, maka tidak akan menimbulkan masalah apa pun nantinya. Sontak Feira pun berkata, "Yaudah, deh. Oke."

"Makasih banget ya, Ra." Rifa tersenyum senang. "Kalau gitu  gue mau balik ke kelas dulu."

Setelah melihat kepergian Rifa hingga tak terlihat lagi dari pandangannya, Feira pun lantas menyodorkan sekotak kue tersebut kepada Tasya. "Sya, Ira mau minta tolong, dong.  Kasihin ini ke Kak Fanza."

Profitable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang