21. setitik penyesalan

1.9K 230 698
                                    

Seteguk demi seteguk air mengalir menuju kerongkongan yang terasa kemarau, bulir keringat sebesar biji jagung membasahi dahi dan leher, bersama deru napas yang masih terdengar memburu selepas menghabiskan setengah dari isi botol air mineral, Fanza serta-merta mulai menyandarkan punggungnya pada tembok kokoh yang berada di belakangnya.

Memejamkan kedua mata sesaat setelah meraskan kenikmatan semilir angin yang berhembus melalui celah pintu masuk Gor yang sedikit terbuka, Fanza dapat mendengar beberapa suara langkah kaki yang mendekat. Membuka netra perlahan dengan rasa penasaran, di sana ia dapat menangkap presensi Dion dan Bastian yang mendekati posisinya, arkian duduk dengan santai di sebelah kanan dan kirinya.

Melihat rambut yang basah karena keringat sehabis bermain futsal, juga mendengar deru napas yang memburu tak teratur dari arah kedua temannya tersebut, membuat Fanza mendadak merasa iba, dia arkian segera memberikan dua botol air mineral yang telah dibelinya tadi kepada dua pemuda tersebut tanpa berkata apa pun.

Menerima tanpa pikir panjang, Bastian lekas meneguknya dengan senang hati. Setelah mengisi penuh kerongkongan yang terasa kemarau, Bastian pun lekas menyimpan botol tersebut dengan melemparkan sebuah pertanyaan mendadak, "Fan, lo kenapa?"

Mengerutkan kening tak paham, pandangan Fanza yang awalnya terpaku kepada orang-orang yang tengah bermain futsal jauh di depannya, mau tak mau harus beralih begitu saja ke arah Bastian. "Apanya?"

"Kok tiba-tiba pacaran sama si Feira?"

Dion ikut mengangguk setuju bahkan saat dirinya masih meminum air miliknya. Untung saja tidak sampai tersedak. "Iya, nih. Bikin kaget aja."

"Ini gara-gara kita selalu godain lo dengan cara ngejodoh-jodohin lo sama si Feira?" Tebak Bastian lagi.

"Bukan."

"Terus, kenapa?"

Bukannya buru-buru menjawab, Fanza justru malah terdiam, lantaran secara mendadak segala rentetan memori tadi siang menabrak dinding kepalanya begitu saja. Perihal dirinya yang tengah menelpon, berjalan menuju taman belakang, lalu berakhir ia memiliki hubungan bersama Feira dengan cara yang sangat tidak terduga. Semuanya merupakan kesalah-pahaman, tetapi ia justru malah memanfaatkannya demi keuntungannya sendiri. Di sana, Fanza pun memang sempat berpikir jikalau dirinya merasa egois, tetapi, bukankah Feira pun menyetujui untuk menjalin hubungan dengannya? Mereka sama-sama sepakat.

Konyol. Fanza tersenyum tipis saat memikirkan semua hal itu di dalam kepalanya.

Melihat Fanza yang tidak menjawab pertanyaannya sama sekali, justru malah tersenyum aneh, sontak membuat Bastian mendadak menjadi sewot. "Malah diem, lo. Jawab, Fan."

"Panjang ceritanya."

Terlihat seperti yang tak sabaran, Dion pun buru-buru mengubah posisi duduknya agar terasa lebih nyaman, lalu ikut andil bersuara dengan wajah yang dipenuhi rasa penasaran amat dalam. "Tapi, lo beneran suka sama dia? Maksud gue, lo gak main-main sama dia, 'kan?"

"Emangnya, kenapa kalau misalnya gue mainin dia?"

"Ya, gak bolehlah, ogeb. Kasihan anak orang baru putus. Si Tasya bakalan marah besar lagi sama gue, gue juga bakalan kena imbasnya, asal lo tahu."

Fanza tersenyum meledek. "Segitu takutnya lo sama pacar lo."

"Dia 'kan emang suami-suami takut istri. Si Tasyanya emang galak, lagi. Marahnya bener-bener ngalahin singa yang diganggu habis bangun tidur."

Profitable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang