12. sebuah rencana

2.1K 297 832
                                    

Feira itu sangat menyukai batagor yang dijual Pak Dadang di kantin. Jika diingat kembali, sepertinya hampir setiap hari dia memakannya pada jam istirahat berlangsung. Rasanya memang seenak itu, apalagi jika ditambah dengan tiga sendok sambal cabai merah. Pokoknya, itu benar-benar makanan terenak yang pernah ia makan sepanjang hidupnya.

Ditambah lagi, hari ini suasana hatinya sedang terasa sangat baik, lantaran tadi malam sang idola Koreanya sudah memposting beberapa foto selca yang terlihat sangat manis. Well, itu hal yang luar biasa tentunya, karena idolanya itu jarang sekali update. Ah, nyatanya kebahagiaan Feira memang sesederhana itu. Bukan hanya itu, kebetulan juga, pagi tadi sang ibu telah mengiriminya uang jajan bulanan lebih banyak dari biasanya. Karena hal tersebut semakin membuat Feira sangat senang hingga nafsu makannya pun bertambah.

Namun, sayang seribu sayang. Pada kelima detik berikutnya, kebahagiaan Feira harus sirna begitu saja setelah kedua netranya berhasil menangkap presensi Fanza beserta kedua temannya yang baru saja masuk ke dalam kantin, karena hal tersebut sungguh membuat nafsu makan Feira tiba-tiba menghilang, batagor yang tengah dikunyahnya pun mendadak terasa pahit. Apalagi, tatkala melihat Fanza yang memilih duduk di depannya dengan tampang begitu tenang, lalu menatapnya dalam kurun waktu dua detik tanpa alasan--yang sukses membuat perut Feira mendadak bergejolak, dia ingin memuntahkan makanannya dengan segera. Tetapi, tidak. Itu reaksi yang berlebihan. Namun yang jelas di sana, Feira sungguh tidak menyukai presensi Fanza ada didekatnya. Entah mengapa. Atau barangkali ia memang merasa malu karena setiap ada Fanza, dirinya selalu bersikap seperti orang bodoh, merasa panik, serta merasa sangat canggung.

Tanpa sadar, Feira menatap Fanza secara terus-menerus, tatapannya terlihat seperti orang yang tengah terkagum (padahal hanya sedikit, sih), sampai-sampai Fanza mengetahui hal tersebut dengan sendirinya. Pemuda itu lantas menatap balik dengan raut heran yang begitu kentara, sehingga keduanya beradu tatap dalam hitungan detik, sebelum akhirnya suara Tasya berhasil memutus kontak mata mereka dan segera mengubah posisi duduknya masing-masing secara spontan.

"Sayang, udah aku pesenin nih, batagor kesukaan kamu." katanya sembari menyodorkan sepiring makanan berbumbu kacang tersebut dengan tersenyum manis, sang pacar sontak menerimanya dengan perasaan senang. Tasya lalu menyodorkan dua piring batagor lainnya sembari melanjutkan ucapannya yang kini ditujukan kepada Bastian dan Fanza. "Sama buat kalian juga. Tapi, jangan lupa bayar, ya."

Bastian menyahut kalem, "Iya, cewek matre."

Mendengar hal menyebalkan tersebut, tentu saja membuat Tasya merasa kesal setengah mati, dia pun melotot tak terima. "Sembarangan aja, lo. Bukannya bilang makasih udah dipesenin, malah ngatain yang enggak-enggak."

Bastian tertawa usil, rasanya senang tanpa alasan melihat Tasya marah-marah seperti itu. Sensasinya hampir sama seperti ketika dia mendapatkan nilai seratus di ulangan harian. "Hehe, iya maaf deh. Makasih ya, pacarnya Dion yang paling manja."

"Bener-bener ya, lo." Dengan gerakan cepat, Tasya segera melempar satu buah jeruk nipis hingga berhasil mengenai wajah Bastian. Ia lantas tersenyum puas karena lemparannya tepat sasaran, lalu melanjutkan aktivitas makannya dengan perasaan senang.

"Aw, sakit bego." Bastian meringis kesakitan, beberapa kali mengusap sebelah bongkah pipinya dengan telapak tangan secara halus. Lalu setelahnya ia mulai mendengar suara kekehan geli dari arah mulut kedua gadis yang berada disebelah Tasya. Amanda dan Feira nyatanya tengah menertawakan sikap randomnya bersama Tasya barusan.

Menyadari ada yang terasa janggal di depan matanya, lantas membuat Bastian keheranan. "Temen kalian yang pakai kacamata kok gak ada?"

"Kanaya lagi ke perpus, nyari buku buat bahan belajar." Jawab Amanda setelah meminum es jeruknya.

Profitable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang