☆6

8.8K 924 57
                                    

Ragil, Elang dan Suparman mengawasi keadaan sekitar yang cukup kacau sambil menjaga Hilwana dan ketiga muridnya yang menangis histeris. Terutama Pon, Salman dan Romi yang memanggil-manggil orang tua mereka.

Ragil dan kawan-kawan sampai harus mengerahkan segenap tenaga agar mereka tenang dan mengatakan mungkin semua penduduk desa berlindung di tempat aman. Karenanya mereka berjalan sambil masing-masing menggendong anak-anak itu di punggung.

Banyak bangunan yang hancur dan porak poranda.

"Kita cari orang-orang dulu. Tanah lapang di sini divmana?" tanya Elang.

"Di sana," tunjuk Hilwana pada suatu arah dengan tangan dan suara gemetar.

"Masih sanggup berjalan?" tanya Ragil yang berjalan paling belakang. Hilwana di depannya.

Hilwana mengangguk. Walaupun sebetulnya ia tak sanggup melihat chaos di depannya atau sepanjang jalan yang dilaluinya.

"Berhenti sebentar," perintah Elang. Ia seperti melihat sekelebatan orang. "Tunggu di sini." Ia melangkah dan mendekati sebuah tikungan setelah menurunkan Pon yang tadinya digendongnya agar menunggu bersama yang lain.

Tak lama kemudian Elang kembali. Tidak sendiri.

"Pak Abu!" jerit Hilwana dan ketiga anak kecil itu dan segera merangsek mendekat ke lelaki tersebut.

"Kalian kenal?" Ragil juga segera menyusul.

Hilwana mengangguk. "Pak Kades di sini. Bapak nggak apa-apa?"

"Bapak tidak apa-apa? Saya periksa dulu," kata Ragil saat melihat lutut yang berdarah.

"Oh nggak apa-apa, Pak. Tadi kesandung saja." Abu mengabaikan Ragil. "Kalian selamat?" Ia tampak lega melihat Hilwana dan lainnya selamat.

"Ibu mana, Pak?" tanya Pon sambil menangis.

"Alhamdulillah semua selamat. Ayo ke sana," ajak Abu.

"Pak Abu, betul? Saya Letda Airlangga, panggila saja Elang. Itu rekan saya Serka Suparman dan Letda Sahil, kami biasa memanggilnya Ragil." Ia menunjuk keduanya. "Letda Ragil seorang dokter. Kami TNI. Ada yang terluka?"

Abu mengangguk. "Alhamdulillah kalau ada dokter. Mbak Ana agak kwalahan juga. Mari."

"Biar lutut Bapak saya periksa dulu," kata Ragil lagi.

"Nggak usah, Pak. Cuma luka kecil." Abu mengibaskan tangannya. "Lebih penting warga, Pak. Tadi saya ke sini untuk lihat ternak warga yang khawatir juga mungkin masih ada orang yang belum menyelamatkan diri," terangnya sambil terus berjalan cepat menuju titik di mana warga berkumpul.

"Bapak sendirian?" tanya Elang.

"Tidak. Ada warga dan perangkat desa lain yang bantu," jawab Abu.

Cukup lama untuk sampai di tempat warga berkumpul. Tapi ternyata tidak semua berkumpul di satu titik yang sama. Ada yang di lapangan desa. Ada yang di pinggir kebun. Apapun yang lapang dan jauh dari pepohonan tinggi.

"Pak Abuuu! Tolongin Minah, Pak! Gimana ini...mau lahiran!" teriak seorang nenek yang melihat kedatangan mereka.

Mendengar itu Ragil langsung menurunkan Romi yang digendongnya dan melesat mendekati nenek itu.

"Biar saya bantu, Nek. Saya dokter. Ke mana kita?" kata Ragil.

"Alhamdulillah...ada dokter. Ayo...di sana."

"Saya butuh tali," pinta Ragil.

"Tali?" tanya nenek itu linglung.

"Sudahlah...ayo..." Ragil mengajak nenek itu menuju siapapun yang butuh bantuannya.

ISLANDWhere stories live. Discover now