[iii]

16.9K 2.6K 136
                                    

Jaemin dan Renjun berangkat sekolah dengan menggunakan bus

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jaemin dan Renjun berangkat sekolah dengan menggunakan bus. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 9 pagi, yang mana setengah jam lagi bel masuk akan berdering.

Sesampainya di sekolah, Renjun berniat untuk berpisah dengan Jaemin di gerbang, namun pemuda itu malah menyeretnya masuk bersama. Dan seperti dugaan Renjun sebelumnya, mereka akhirnya menjadi pusat perhatian di sepanjang lorong.

Well, mereka tidak pernah terlihat bersama, dan kini mereka justru melihat Jaemin menyeret-nyeret dirinya di depan umum. Wajah Renjun memerah oleh rasa malu. Ia tak suka menjadi bahan perhatian murid-murid lain.

Juga, ugh, kenapa Jaemin terlihat sama sekali tidak peduli dan justru mengeratkan genggaman mereka? Padahal mereka baru saja saling mengenal kemarin.

"JAEMIN-AH!" Suara yang sangat familiar mengundang perhatian lebih banyak orang. Renjun tersentak ditempatnya. Itu suara Jeno. Ketika ia mendongak, ia melihat Jaemin juga sama terkejutnya. Genggaman ditangannya mulai terasa sedikit sakit karena pemuda berambut pinkish itu meremasnya. "Jaemin-ah..."

Jeno mengangkat sebelah alisnya melihat keberadaan Renjun, namun ia kemudian berdiri di depan Jaemin dan mencengkeram kedua lengannya, bebarengan dengan lepasnya tautan antara Renjun dan Jaemin.

"Mau apa kau?" Jaemin berucap dingin, menatap Jeno dengan pandangan datar.

Ekspresi yang tidak pernah Jaemin tunjukkan di depan umum. Hal tersebut membuat Renjun sedikit khawatir, takut-takut jika teman barunya itu mendapat pandangan buruk dari penggemarnya yang kini mulai menatapi Jaemin-Jeno dengan pandangan penasaran.

"Jaemin, kita harus bicara."

"Heh," Jaemin melepaskan cengkeram Jeno dengan paksa. Raut terluka Jeno menjadi perhatian Renjun kini. Sudut hatinya merasa tercubit ketika melihat crush-nya bersedih, namun di sisi lain, Renjun juga meruntuki Jeno yang telah menghancurkan kepercayaan Jaemin padanya. Ia merasa iba dengan hubungan mereka. "Tidak ada yang perlu kita bicarakan, Lee Jeno."

"Aku mohon..."

Renjun menoleh pada Jaemin. Dari sudut pandanganya, ia bisa melihat dengan jelas bahwa mata indah itu berkaca-kaca, hendak meneteskan liquid berharganya. Namun Jaemin juga sebisa mungkin menahannya, hal itu membuat Renjun ikut terluka.

Tanpa sadar pemuda paling mungil disana itu mengepalkan kedua tangannya.

"Jaemin-ah..."

Sepersekian detik setelahnya, Renjun langsung menarik lengan Jaemin, membuat pemuda tinggi itu berdiri di belakangnya. Kali ini, Renjunlah yang menghadapi Lee Jeno.

Meskipun ia sangat menyukai Jeno, namun ia sangat tidak menyukai penghianatan seperti itu. Pemuda bersurai hitam itu terlalu kejam pada seseorang seberharga Jaemin. Meskipun ia tidak suka ikut campur urusan orang lain, tapi Jaemin sekarang temannya, dan ia tak mau pemuda manis itu tersakiti lagi.

"Jaemin bilang dia tidak mau bicara denganmu, Lee Jeno."

"...." Jeno awalnya menunjukkan raut kebingungannya, kemudian saat ia melihat ekspresi Jaemin, akhirnya ia memilih untuk mengalah. Mundur dua langkah ke belakang. "Mungkin kau butuh waktu," ujarnya pada mantan kekasihnya itu. "Aku hanya ingin minta maaf, aku terlalu terbawa emosi kemarin. Ku harap kita bisa bicarakan ini baik-baik, Jaemin-ah." Renjun memicing tak suka.

Jeno sendirilah yang memutuskan untuk mengakhiri hubungan keduanya, tapi kenapa dia justru berusaha meraih Jaemin kembali?

Jeno akhirnya berbalik, melangkah pergi dengan bahu merosot. Setelah kepergiaannya, banyak bisik-bisik dari para murid yang tadinya menatapi adegan drama di lorong itu. Tak ingin Jaemin mendapat predikat buruk atau pun tatapan kasihan oleh orang lain, Renjun menarik teman barunya itu ke tempat dimana mereka bisa menenangkan diri.

Lapangan sekolah, maybe?

Ia memutuskan untuk melewatkan jam paginya. Hal yang baru pertama kali ia lakukan seumur hidupnya, membolos.






٩(๛ ˘ ³˘)۶♥








"Jja!" Renjun mengulurkan minuman dingin yang baru ia beli di kantin beberapa menit yang lalu. Es kopi, kesukaan Jaemin. Bagaimana Renjun bisa tahu minuman kesukaannya? "Kau tidak suka kopi?" O-Oh, mungkin hanya tebakan pemuda mungil itu saja.

"My favorite, actually." Jaemin tersenyum kecil, mengambil minuman itu dan menyeruputnya perlahan. Merasakan tenggorokannya mulai terasa dingin, membuat dirinya menjadi lebih rileks dari sebelumnya. Setidaknya kopi membuatnya lebih tenang sekarang. "Terima kasih, Injun-ah..." Panggilan itu membuat Renjun tersenyum lebar. Ia senang mereka menjadi lebih akrab.

"Nana..."

"Hm?" Kepala Jaemin menoleh padanya.

"Boleh tidak aku memanggilmu Nana?" Renjun bertanya ragu. Ekspresi wajahnya yang takut-takut membuat siapapun gemas, begitu pula Jaemin. Sesaat, ia melupakan sakit hatinya dan justru terpesona oleh sikap menggemaskan Renjun. "J-Jika tidak b-boleh—"

"Apa yang kau katakan?" Jaemin terkekeh kecil. "Tentu saja boleh." Usakan kecil didapatkannya dari yang lebih muda. Tindakan kecil tersebut membuat Renjun menghela nafas lega, merasa diterima.

Kemudian, detik-detik berikutnya mereka nikmati dalam keterdiaman. Renjun tidak tahu harus memulai percakapan dari mana sementara Jaemin sepertinya sibuk dengan pemikirannya sendiri.

Sebenarnya, hal itu malah membuat Renjun khawatir.

Jadi, ia memutuskan untuk melakukan percakapan random.

"Jaemin-ah, apa kau suka ke game center?"

Menyadari ucapan yang keluar dari mulutnya, Renjun menampar wajahnya secara invisible. Bagaimana mungkin ia menanyakan hal itu? Jaemin terlihat seperti seseorang yang suka hangout. Dia pasti juga sering ke arcade bersama Jeno, kan? Ugh, bodoh!

Namun, tawa kecil lagi-lagi keluar dari belah tipis Jaemin. Menyisakan raut kebingungan pada yang lebih mungil.

"Sudah lama aku tidak kesana." aku yang lebih muda kemudian. Memang benar apa yang dikatakannya, mungkin sudah beberapa bulan sejak ia bermain-main di luar. Biasanya, dia disibukkan oleh kegiatan-kegiatan sekolah atau diluar sekolah sehingga ia tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri. "Kau mau kesana sepulang sekolah? Aku akan mentraktir." Mata Renjun; tanpa disadari pemiliknya sendiri, mulai berbinar bak anak kucing.

"Oke, call!" Yang lebih tua mengangguk cepat, terlihat sangat antusias karena ia sama sekali belum pernah ke arcade. "Asalkan aku yang membayar makan siang kita."

"Baiklah."

Bukankah ini terdengar seperti... ajakan kencan?

 ajakan kencan?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.








[☑]『 ʙᴜʙʙʟʏ 』Where stories live. Discover now