16. Marah?

192K 7.5K 79
                                    

EITS.. VOTE DULU YUK!


Makasiii selamat membaca beibers :)


" Aku tau membiarkan rasa ini tumbuh adalah

pilihan yang salah, tapi rasanya begitu sulit untuk terbunuh "

Hanya ada keheningan menyelimuti atmoser antara dua pasang insan. Satu sosok yang sibuk mencuri-curi pandang dari ujung ekor mata. Memperhatikan gerak-gerik lelaki tengah duduk bergeming fokus pada laptopnya. Tak ada sepatah kata terlontar dari mulutnya, bersikap seolah orang asing. Satu kesalahan berhasil menciptakan tembok raksasa kasat mata.

Lusya terus mengaduk secangkir teh tanpa henti arah pandangnya kosong. Pikirannya berkelana entah kemana, hingga tak sengaja air panas dalam teh itu muncrat keluar mengenai salah satu jarinya. Tubuhnya tersentak kaget begitu rasa panas menyentuh permuakaan kulit meninggalkan bekas kemerahan. Ia meniup-niup beberapa kali berharap rasa panas mereda.

Sebuah tangan kekar menyerobot tangannya begitu saja. Cairan putih teroles tepat pada titik merah membuat rasa dingin menjalar menggantikan panas dan perih sebelumnya.

Matanya memandang ke atas wajah datar Orlando yang fokus mengobati tangan Lusya. Detik berikutnya, pandangan Lusya terbalas sorot mata tajam itu juga menatapnya.

"Ndo.." panggil Lusya tapi tidak digubris oleh sang empunya, malah Orlando memutus kontak mata sepihak.

"Ndo, jangan marah dong. Iya deh gue minta maaf," sesal Melusya.

Namun, bukannya menjawab Orlando malah beranjak pergi memalingkan dirinya dari Lusya.

Lengkungan bibir Lusya menurun, sorot matanya berubah sendu. Ada sesuatu yang hiling, ia sangat membencinya tapi juga merindukannya secara bersamaan.

***

Waktu sudah semakin larut malam tetapi Orlando tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera pulang. Sedangkan Lusya, gadis itu sudah sangat merasa bosan karena terlalu lama menunggu kedatangan si wajah datar. Rasa kantuk tiba-tiba saja menyerang tanpa bisa tertahan. Tanpa sadar Lusya meringkuk pulas di atas sofa memeluk tubuhnya sendiri. Beberapa saat kemudian, pintu rumah terbuka dan menampakkan sesosok leleki yang mengenakan jaket bomber. Ia berdecak saat melihat gadis tertidur meringkuk layaknya bayi.

Kakinya melangkah mendekat, tak terasa bibirnya tersungging tipis. Tangannya terulur menepikan anak-anak rambut pada wajah gadis itu. Lalu kedua tangan kekar itu terselip pada tengkuk dan bawah lututnya. Tubuh ramping Lusya terangkat ketika tubuh itu menyentuh ranjang sepasang mata yang terpejam sontak terbuka perlahan.

"Lo udah pulang?" tanya Lusya setengah sadar.

"Kenapa bangun?" Orlando bertaya balik mengabaikan pertanyaan Lusya.

Aroma tak asing menguar menerobos hidung Lusya. Ia semakin gencar mencari sumber aroma, penciuamannya mengendus-endus mendekat pada tubuh Orlando.

"Bentar deh, lo habis ngerokok lagi kan?" tuduh Lusya tatkala merasa yakin aroma pekat nikotin berasal saat kedatangan Orlando.

"Udah lo mending tidur, besok sekolah" kata Orlando mengalihkan pembicaraan.

"Enggak jawab dulu pertanyaan gue. Lo habis darimana bau rokok gini?" ucap Lusya bersikeras sambil menarik ujung jaket Orlando yang tengah duduk di tepi ranjang. Lelaki itu menatap ke arah lain seraya menghela nafas pasrah. Jika tidak di jawab, sampai terbit matahari Lusya pasti akan terus menerornya dengan pertanyaan sama terus menerus.

Suamiku Bad Boy ✔ [SELESAI]Where stories live. Discover now