05

1.6K 239 12
                                    


MINJOO POV

Hari ini, untuk pertama kalinya aku dan suamiku duduk berhadapan di meja makan. Tidak hanya itu, kami pun melakukannya dua kali, pagi tadi untuk sarapan dan malam ini untuk makan malam. Rasanya sedikit aneh karena biasanya aku selalu makan sendirian. Biasanya aku akan membuat gimbap dan membawanya ke dalam kamar atau memesan jajangmyeon di warung langgananku untuk diantar ke rumah. Terasa sedikit aneh untuk makan bersama dengan seseorang, apalagi kalau orang itu adalah suami yang tidak kamu cintai, tapi aku harus jujur mengatakan kalau aku tidak membencinya.

Sebelum kejadian beberapa hari yang lalu aku tidak pernah bermimpi kalau aku dan Yujin bisa melakukan gencatan senjata seperti ini. Sebelumnya aku kira aku akan makan malam seorang diri seumur hidup.
Makan malam berdua seperti ini ternyata tidak buruk juga. Aku masih belum pandai memasak tapi aku senang karena paling tidak Yujin tidak protes soal masakanku. Mungkin ia hanya tidak ingin memulai pertengkaran denganku, tapi apapun alasannya, aku sangat menghargainya.

"Jadi?"

Yujin mengangkat tatapannya dari piring berisi pastanya dan menatapku dengan bingung.

"Bagaimana sekolah hari ini?"

Untuk sesaat Yujin seperti tidak tahu harus berkata apa. Aku buru-buru menambahkan, berusaha agar tidak terdengar malu, meskipun sebenarnya aku benar-benar merasa malu,

"Aku hanya berpikir, suami-istri itu biasanya bicara soal seperti ini di meja makan kan?" tanyaku sambil berpura-pura kembali fokus pada piringku.

"Jadi? Bagaimana sekolah?"

Aku mendengar Yujin menghela nafas, tapi selanjutnya saat ia mengatakan sesuatu ia tidak terdengar kasar atau marah dan aku merasa lega karenanya,

"Semuanya seperti biasa..." tiba-tiba ia terdiam,

"Ah..."

Aku mengangkat wajah dan menatapnya dengan bingung,

"Kenapa?"

Dahinya berkerut seolah-olah tengah mengingat sesuatu,

"Hari ini, seorang muridku menangis."

Aku tertawa,

"Kau membuatnya menangis di kelas? Aku tidak menyangka kalau kau adalah tipe guru yang galak pada muridnya."

"Bukan begitu," Yujin menghela napas,

"Dia tidak menangis di jam pelajaranku. Aku.. lebih tepatnya, aku memergokinya menangis..."

Aku mengangkat kedua bahuku, sejujurnya aku tidak begitu tertarik, seorang remaja menangis bukanlah hal besar,

"Lalu?"

"Saat melihatku ia lari."

Aku memilin spagetiku dengan garpuku,

"Mungkin dia dikerjai murid lain? Belakangan ini aku lihat di TV di beberapa sekolah sering terjadi pembullyan pada beberapa siswa..."

Yujin menggeleng,

"Di sekolah tempatku mengajar tidak ada hal seperti itu. Lagi pula, dia adalah murid yang pandai dan setahuku ia tidak pernah bermasalah dengan siapa pun."

MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang