13

1.8K 263 70
                                    


MINJOO POV

Ada beberapa hal yang berubah di antaraku dan Yujin belakangan ini. Entah sejak kapan kami mulai semakin jarang bertengkar. Oh, baiklah, terkadang aku masih sering berteriak membentak suamiku itu, tapi apa yang kalian harapkan dari seorang wanita hamil dengan ledakan hormonnya? Aku merasa sedikit takjub dengan kesabaran Yujin menghadapiku, yang jujur saja kadang-kadang sedikit kelewatan.

Tidak hanya itu, hubungan kami pun kembali seperti bertahun-tahun yang lalu di saat kami masih berteman baik. Oh, mungkin tidak benar-benar seperti itu mengingat kami sekarang adalah sepasang suami istri tapi tetap saja... Sayangnya aku tidak bisa menjelaskan dengan baik perubahan yang terjadi di antara kami. Sebagai contoh, salah satu perubahan yang terjadi belakangan ini adalah bahwa kami kini tidur di kamar yang sama.

Tentu saja meskipun kami berdua tidur di tempat tidur yang sama, tidak ada yang terjadi di antara kami. Maksudku, kami bahkan tidak memiliki perasaan seperti itu sama lain dan lagipula aku sedang hamil saat ini. Meskipun dari apa yang kudengar, ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar dapat melakukan hubungan seks dengan aman di saat hamil. Okay, lupakan. Kau tahu, hormonku belakangan ini sedikit tidak terkendali. Sehingga kadang-kadang terlintas beberapa hal aneh di kepalaku. Seperti yang kadang-kadang aku rasakan saat aku menatap Yujin.

"Ada apa?" Tanya Yujin tanpa menoleh ke arahku, matanya masih menatap layar televisi di hadapan kami.

Seperti yang kami lakukan biasanya hampir setiap malam, kali ini pun kami berdua duduk berdampingan menonton televisi. Aku cukup baik hati untuk berbagi singgahsanaku bersamanya.

"Mmm," kataku sambil mengalihkan pandanganku kembali ke layar televisi dan berusaha memokuskan perhatianku ke acara yang tengah kami tonton malam itu,

"Bukan apa-apa."

Aku tidak ingin ia tahu bahwa belakangan ini, setiap kali berada di dekatnya dan menatapnya, aku merasa aneh. Kau tahu, perasaan tidak nyaman yang membuatmu gelisah, tapi juga tidak membuatmu keberatan merasakannya. Lalu, belakangan ini juga, entah kenapa, aku merasa bahwa Yujin terlihat sedikit lebih tampan.

Diam-diam aku kembali mencuri pandang ke arah Yujin. Aku berusaha agar ia tidak mendapatiku tengah mengamati wajahnya lagi karena itu aku melakukannya dengan sangat hati-hati. Aku tidak ingin ia merasa besar kepala hanya karena aku memandangi wajahnya diam-diam seperti ini.

Dari posisiku saat ini aku dapat melihat wajah Yujin dengan jelas. Sebelumnya aku tidak pernah mengamati wajahnya seperti ini dan ini membuatku tersadar, Yujin yang saat ini berbeda dari Yujin yang dulu kukenal. Mata Yujin yang berwarna sedikit kecokelatan terlihat berbeda saat kami kecil dulu, dan aku tidak pernah menyadari bahwa bulu matanya ternyata cukup panjang hingga membentuk bayangan saat ia berkedip atau memejamkan matanya. Rahangnya kini terlihat lebih kuat begitu pula dengan lehernya yang kini dihiasi jakun yang cukup tegas. Rambutnya yang biasanya tertata cukup rapi setiap kali ia berangkat ke sekolah kini dibiarkan berantakan seperti saat kami masih remaja dulu. Aku tidak akan mengatakannya secara langsung di hadapannya, tapi aku menyukai rambutnya dibiarkan seperti ini.

Tanpa sadar aku menjilat bibir bawahku saat mataku tertumpu pada bibir suamiku itu. Lagi-lagi aku hanya bisa menyalahkan hormonku saat aku mulai membayangkan seperti apa rasanya kalau ia menciumku. Tentu saja aku menampar diriku sendiri dalam hati karena memikirkan hal seperti ini. Yang benar saja... Yujin adalah temanku. Memang, dia adalah suamiku dan ayah dari bayi yang kukandung, tapi ia tetap merupakan temanku. Teman tidak seharusnya memikirkan hal seperti ini tentang temannya.

"Mmmm..."

Aku baru sadar kalau aku mengeluarkan suara aneh saat Yujin menatapku dengan dahi berkerut. Wajahku memerah. Apa ia tahu apa yang tengah kupikirkan saat ini? Uh, tentu saja ia tidak tahu kan?

"Minjoo, ada apa?" Tanya Yujin, dari tatapan matanya aku tahu ia tidak akan membiarkanku menjawabnya dengan 'tidak ada apa-apa'.
Aku menelan ludah dan mencoba tersenyum untuk menutupi rasa gugupku. Semua ini salah hormon-hormonku.

"Aku ingin es krim," kataku sambil menunjuk perutku yang membesar, dalam hati aku meminta maaf untuk anakku karena menjadikannya sebagai alasan untuk kabur dari rasa maluku, "bisa tolong belikan?"

Yujin menaikan sebelah alisnya, "bukannya di kulkas masih ada sisa eskrim kemarin?"

Aku buru-buru menambahkan, "rasa pisang, aku ingin yang rasa pisang."

Yujin menghela nafas, masih sambil menatapku dengan tatapan tidak percaya. Aku tersenyum lebar padanya, sedikit merasa bersalah karena telah berbohong padanya.

"Baiklah," kata Yujin sambil beranjak berdiri,

"aku ganti baju dulu."

Aku mengikuti sosoknya yang berjalan ke arah kamar kami dengan tatapan mataku. Lagi-lagi aku menjilat bibirku. Ah, bahkan punggungnya pun terlihat seksi.

Aku menepuk kedua pipiku keras-keras untuk menyadarkan diriku.

Hormon sialan.



MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang