08

1.7K 266 16
                                    


YUJIN POV

Hari ini aku melihat anakku untuk pertama kalinya. Baiklah, tidak benar-benar melihatnya tapi gambar samar yang ada di layar monitor di ruang periksa dokter itu adalah anakku. Masih sangat kecil namun sudah mulai tampak menyerupai bayi manusia, dengan tangan, kaki, dan jari-jari mungilnya. Aku bisa melihatnya bergerak dan menggeliat di dalam perut Minjoo. Dia bahkan menghisap jempolnya!

Aku dan Minjoo belum mengetahui apa jenis kelamin bayi kami namun meskipun demikian, aku sudah jatuh hati pada bayi yang bahkan belum lahir itu. Aku tahu, mulai sekarang, bayi kami akan terus tumbuh di dalam perut Minjoo sampai akhirnya lahir ke dunia. Aku sudah tidak sabar untuk bertemu dengan bayi pertamaku itu.

Bayi pertama?

Wajahku memanas membayangkan kata 'bayi kedua' dan selanjutnya. Aku dan Minjoo tidak saling mencintai dan pernikahan kami ini terjadi karena sebuah kesalahan. Aku dan Minjoo sama-sama tidak menginginkan kesalahan lainnya terjadi. Tidak akan ada 'kedua' atau 'ketiga' kalinya. Aku dan Minjoo telah mencapai kesepakatan tidak terucap. Kami telah memutuskan untuk berdamai namun bukan berarti perasaan kami telah berubah. Aku tahu, jauh di sudut hatinya, Minjoo masih menyalahkan aku atas semua ini.




***




Aku membuka mataku dan menatap langit-langit kamar Minjoo yang menaungiku. Kami berdua tengah berbaring di atas tempat tidur di kamar yang ditempatinya sebelum ia menikah denganku dan pindah ke apartemen kami. Lampu kamar sudah dimatikan sehingga satu-satunya penerangan di kamar berukuran sedang itu hanyalah sinar bulan yang menerobos masuk lewat sela-sela tirai jendela kamarnya yang berada di sisi lain ruangan yang berhadapan dengan tempat tidurnya.

Di sebelahku, gadis teman sepermainanku sejak kecil itu tengah tertidur. Tubuhnya memunggungiku. Samar-samar aku bisa mendengar suara nafasnya yang teratur. Aku dapat mencium aroma lembut sampo strawberry dari rambutnya. Sejak kami menikah, ini pertama kalinya kami tidur di satu tempat tidur yang sama. Aku dan Minjoo tidak ingin membuat kedua orang tuanya cemas dan memutuskan untuk bersikap seperti pasangan normal untuk menyenangkan keduanya, termasuk dengan cara tidur di ranjang yang sama.

Meskipun ini pertama kalinya aku tidur di tempat tidurnya, tapi ini bukan pertama kalinya aku berada di kamar Minjoo. Dulu, sewaktu masih kecil, aku sering datang bermain ke kamar Minjoo. Kami akan mewarnai buku bergambar atau mengerjakan PR musim panas. Ibu Minjoo akan masuk di saat kami sedang asyik mengerjakan sesuatu dan membawakan kami kue atau buah dan minuman. Di hari hujan atau saat salju turun dengan lebat, di saat kami tidak bisa bermain di luar, ibu Minjoo akan membuatkan coklat panas untuk kami. Aku dan Minjoo akan bermain kartu atau puzzle untuk menghabiskan waktu.

Dulu, pernah beberapa kali Minjoo jatuh sakit dan tidak bisa main keluar rumah. Saat itu aku akan datang berkunjung dan menemaninya. Minjoo akan berbaring di tempat tidurnya dengan plester kompres demam melekat di dahinya dan selimut tebal membalut tubuhnya sementara aku membaca buku di lantai kamar berlapis karpetnya atau bermain playstation sendirian. Saat Minjoo sudah tertidur pun aku tetap di sana, sampai ia terbangun dan melihatku, aku akan bertanya apa ia sudah merasa lebih baik sebelum akhirnya pamit pulang.

Aku tersenyum saat mengingat masa kecilku. Aku dan Minjoo cukup dekat dulu. Aku yang yatim piatu sudah dianggap seperti anak sendiri oleh kedua orangtua Minjoo. Kami sangat dekat melebihi saudara kandung. Rasanya dulu kami hampir tidak pernah bertengkar sama sekali. Entah sejak kapan kami mulai menjauh.

Aku memejamkan mataku sambil mencoba mengingat-ingat alasan kami menjauh. Sewaktu SMP kami berbeda kelas, tapi rasanya saat itu pun sesekali kami masih sering pulang bersama...

Aku membuka mataku tiba-tiba. Aku ingat sekarang. Alasan mengapa aku dan Minjoo tiba-tiba saling menjauhi satu sama lain. Aku tersenyum saat mengingat alasannya. Saat itu kami memang masih sangat muda. Terlalu muda untuk bisa mengatasi persoaalan kecil seperti yang terjadi saat itu.

MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang