15

2.3K 257 48
                                    


MINJOO POV

Aku jatuh cinta.

Saat pertama kali mendengar suara tangisannya aku tahu aku telah jatuh cinta, dan ketika aku mendekapnya dan pelukanku dan memandangi wajahnya, aku tahu aku amat sangat mencintainya, lalu ketika untuk pertama kalinya ia membuka matanya dan menatapku dengan sepasang mata berwarna kecokelatan, saat itu juga aku tahu aku akan rela mati untuknya.

Saat mendengar cerita orang-orang tentang betapa sakitnya melahirkan, terutama untuk pertama kalinya, aku sempat ketakutan. Ketika tiba saatnya aku benar-benar menjalaninya, rupanya orang-orang tidak melebih-lebihkannya, rasanya memang sakit sekali, sampai ada satu titik dimana rasanya aku mau menyerah saja. Dimana aku ingin berhenti berusaha dan merasa terlalu lelah untuk melanjutkan usahaku. Tapi aku bersyukur karena aku tidak menyerah saat itu. Aku bersyukur karena meskipun merasakan rasa sakit yang luar biasa aku tetap melahirkan anakku. Karena pada saat aku memeluk bayiku dan memandang wajahnya, semua rasa sakit yang tadi kurasakan terlupakan. Semua rasa lelah yang sampai saat itu aku rasakan menguap dan berganti rasa bahagia dan haru yang bercampur menjadi satu.

Bayi kecil yang ada di pelukanku saat ini adalah bayi yang selama sembilan bulan sepuluh hari berada di dalam perutku, di dalam tubuhku. Selama ini aku hanya mengenalnya melalui gambar-gambar kabur ultrasonic yang kuperoleh saat memeriksakan kandunganku ke dokter dan melalui tendangan-tendangan kecil yang kurasakan selama tiga bulan terakhir menjelang kelahirannya. Kali ini aku bisa melihat wajahnya, memeluknya, menciumnya. Aku adalah wanita paling bahagia di dunia ini saat memeluk bayiku.
Aku memandangi wajah tidur bayiku yang ada di pelukanku sementara Yujin yang duduk di sebelah tempat tidurku dengan wajah yang masih tampak takjub dan tidak percaya. Ia tidak banyak berkata-kata sejak tadi namun hanya dengan melihat wajahnya saja aku dapat melihat bahwa ia merasa bahagia atas kelahiran anak pertama kami.

Anak pertama?

Wajahku sedikit memerah saat memikirkan kemungkinan bahwa suatu saat kami akan mendapatkan seorang anak lagi. Maksudku, bukankah kami berdua tidak saling mencintai sama sekali?
Dengan sedikit enggan aku memalingkan pandanganku dari bayiku yang sedang tertidur dan beralih menatap suamiku yang tampak sedang menghitung satu persatu jari mungil bayi kami. Wajahnya masih menyisakan sedikit ketegangan tapi tatapan matanya tidak bisa berbohong, aku bisa melihat betapa ia pun telah jatuh cinta pada bayi kami yang berambut hitam dan bermata kecokelatan sepertinya. Aku tahu, Yujin pun akan melakukan apapun untuk bayi kami. Sama sepertiku, ia telah jatuh cinta dan tersihir oleh kecantikan bayi kami.

Aku pernah membaca sebuah buku yang mengatakan bahwa beberapa hari semenjak ia dilahirkan, wajah bayi akan terus berubah-ubah. Entah apakah yang tertulis di buku itu benar atau tidak, tapi saat aku kembali menatap wajah bayiku itu aku merasa bahwa ia tampak seperti Yujin. Anehnya, aku tidak keberatan sama sekali meskipun ada kemungkinan bahwa kelak bayi kami akan tumbuh mirip dengan Yujin.

"Yunjoo."

Aku mengangkat wajahku saat mendengar suara suamiku yang sejak tadi hanya diam saja itu. Aku menatapnya dengan bingung. Tatapannya masih tertuju pada wajah bayi kami, anak laki-laki pertama kami. Perlahan-lahan sebuah senyum mengembang di wajah Yujin sebelum akhirnya, untuk pertama kalinya sejak tadi, ia mengangkat wajah mengalihkan pandangannya dari anak kami dan menatapku sambil tersenyum lebar. Wajahnya tampak bahagia sekaligus bangga.

"Ahn Yunjoo," katanya dengan suara yang terdengar puas,  “Nama yang bagus kan?"

Aku akhirnya mengerti apa yang sedang dibicarakan Yujin saat itu. Perlahan-lahan, seperti tertular olehnya, sebuah senyuman pun itu mengembang di wajahku. Ahn Yunjoo, Yujin telah memilihkan nama untuk anak kami. Yujin tidak mengatakan artinya tetapi menurutku terdengar bagus. Dan aku tidak membenci nama itu dan entah mengapa aku merasa nama itu cocok untuk nama anak kami.

"Yunjoo." ulangku.

Aku tersenyum saat mendengar nama itu keluar dari mulutku sendiri. Nama yang bagus dan aku menyukainya. Aku menatap Yujin dan mengangguk. Ia tampak senang melihatku setuju dengan nama pilihannya itu. Aku mengalihkan kembali perhatianku pada bayiku dan tersenyum lebar. Kami telah memutuskan nama untuk bayi laki-laki kami.

"Ahn Yunjoo." kataku setengah berbisik pada bayi yang tengah tertidur itu, "Selamat datang di dunia, Yunjoo."


MARRIAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang