2. Tiga Serangkai

302 22 48
                                    

"Haruka-chan? Wuaahh, kita sehati~"

Taishi

💙

"Hah?" Pria mungil alias Yudai Chiba itu sedikit menganga, tak paham dengan respons dari para murid-murid. Ia menunduk, memandangi tubuhnya dan bergumam, "Kenapa aku kawaii? Aku 'kan cowok tulen."

"Yudai-kun, kamu bisa duduk di ...," ujar sang guru berkumis tebal menginterupsi lamunan Chiba. Lantas guru itu menunjuk bangku kosong paling belakang, "Situ!"

Chiba mengerling bangku yang tampak normal dan mengangguk sopan tanpa berkata-kata. Tak menunggu apa-apa lagi, pria mungil itu fokus berjalan menuju bangku kosong yang ditunjuk oleh guru. Tak peduli dengan anak-anak di sekitarnya yang masih mengagumi ketampanannya. Chiba pun duduk dan meletakkan tasnya di atas meja pun membuka resleting tas itu.

Tampak 2 murid laki-laki di depannya dengan cepat membalikkan badan – mengawasi Chiba. Kompak, mereka sudah janjian atau feeling kuat dua orang sahabat. Dua bibir itu melengkung ke atas secara antusias. Chiba merasakan pandangan tak enak itu, lantas mengalihkan pandangan dari tasnya. Asing. Hanya satu kata yang terlintas di otak asisten detektif itu. Ah, satu lagi. Aneh. Tatapan mata maupun lengkungan bibir dua manusia di depannya, terasa aneh. Entah karena mereka aneh, atau Chiba yang masih belum terbiasa dengan kondisi ini.

"Wuooh ... kawaii!" puji seorang lelaki berambut hitam kecokelatan dengan mata berbinar seolah-olah melihat setumpuk emas di depannya. Mulutnya menganga lebar menyiratkan kebahagiaan, beruntung tak ada air liur menetes. Jika sampai terjadi, Chiba pasti sudah berpikir macam-macam tentang lelaki itu.

"Kulitmu ... bisa semulus pantat bayi, sih?" tanya lelaki berambut hitam layer sambil berusaha menyentuh pipi Chiba. Mirip lelaki di sebelahnya, ada perasaan bahagia tersirat di wajahnya. Seperti seorang bapak yang baru melihat bayinya lahir.

Chiba merasa risih dan segera menepisnya, "Jangan pegang-pegang!"

Dua lelaki di hadapannya tampak terkejut dengan respons anak baru itu yang tidak seramah wajahnya. Mata mereka mulai bergerak ke sana kemari dengan kerutan di dahi, seperti memikirkan sesuatu. Chiba tak ingin mereka curiga, segera ia berdeham mulai berakting, "Aaa, maaf. Aku cuma belum kenal kalian aja."

Terdengar suara desahan napas lega dari mulut dua lelaki yang terlihat polos itu. Hanya diberi alasan seperti itu saja, mereka langsung percaya tanpa curiga apa pun. Chiba ikut merasa lega, bahwa murid kelasnya itu bukan orang yang sulit dihadapi. Kegugupannya mulai berkurang. Lantas, pria dengan rambut kecokelatan itu menopang dagu. "Ternyata kamu ini tsundere ya?"

Chiba tertegun dengan pertanyaan pria itu. Ingin tertawa rasanya, karena image sebenarnya hanyalah seorang manusia biasa yang kebetulan sedang menyamar. Ia berpikir dua pria itu bisa menutupi identitasnya dengan kebodohan mereka. Ya, asisten detektif ini memang menganggapnya bodoh ketimbang polos. Chiba pun menggeleng dan mengembangkan senyumnya. "Apa ... kalian mau temenan sama aku?"

Tak disangka, dua lelaki itu bersemangat dan saling mengulurkan tangannya. Chiba menyalaminya tanpa ragu. Pria berambut kecokelatan itu melebarkan matanya yang sipit. "Kenalkan! Aku adalah panglima perang – Yoshizawa Ryo!" ucapnya dengan nada sedikit lebih besar.

Apa katanya? Panglima perang? Chiba kebingungan dengan jabatan sebelum nama pria rambut cokelat itu diucapkan. Ia heran, mengapa harus ada embel-embel tidak penting dalam suatu perkenalan.

Pria berambut hitam layer di sebelahnya tak mau kalah. Lelaki itu menepis tangan Ryo dan ganti menjabat tangan Chiba. Dengan antusias, ia berkata, "Ore, ore! Kenalkan, aku adalah kaisar – Nakagawa Taishi!"

Umurku 30 Bukan 17 (Tamat)🌹Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang