Amarah

5.8K 427 30
                                    

SPOILER!

Chapter ini masih lanjutan dari peristiwa chapter sebelumnya loh, hihihi. Dan saya putuskan pakek POV Jay hueheheh.

Happy reading, hope you guys syukak this chap!

Jangan lupa vote nya yess... Tengkyuh
.


.
.
.
.

Antara cinta dan benci
Jaraknya tak sampai bertempuh
Durasinya tak sampai berwaktu
Merubahnya tak sampai berpikir

.
.
.
.
.

"Harusnya yang kamu lakukan adalah------tidak bertingkah murahan seperti tadi dengan perempuan manapun selain aku, paham?"

Aku hampir menyesali perkataanku tadi, yang paling buruk keluar dari mulut ini. Menurutku. Apalagi kalau itu bisa menyakiti hati seseorang.

Tapi melihat apa yang sudah Arya lakukan dengan perempuan itu, sungguh membuatku hilang kendali. Aku marah. Jelas. Bahkan hingga detik ini.

Begitupun dengan pria disampingku sekarang. Melajukan mobilnya dengan kecepatan yang bisa dikatakan selevel turnamen F1. Selama hampir satu jam dia membawaku tak tentu arah, lebih tepatnya hanya berkutat di sekitaran jalan dipinggir kota, tanpa berniat membawa kami pulang ke flat!

This Is a joke, Arya?

Dan aku terlalu malas untuk membuka suara. Rasa marah, cemburu dan terhina lebih mendominasi.

Dering ponsel di dalam tas kecil yang berada di atas pangkuanku kembali berbunyi untuk kesekian kalinya. Dan kali ini, tidak kuabaikan. Nama Ryu muncul di layar panggilan, namun tidak bisa kujawab, karena benda pipih itu kini telah beralih tangan di dalam genggaman pria dingin berhati batu di balik kemudi.

Aku hanya bisa memandang nanar pada ponsel milikku yang entah berada dimana saat Arya melempar ke arah jok belakang, sesaat setelah mengnonaktifkannya.

Kubuang pandanganku ke arah jendela, mencoba untuk masih berada di ambang batas kesabaran. Mensugesti diri untuk lebih terkendali. Tapi selalu gagal. Karena gambaran Arya dan Kayla berciuman benar-benar membuyarkan semuanya.

Gemuruh di dada masih begitu terasa membakar, hingga harus membuatku meremas ujung gaun yang menutupi lutut.

Kulirik melalui ekor mata, Arya sedang menoleh sekilas padaku dan kembali fokus pada jalanan di depan.

Sepertinya dia sudah waras dengan membawa kami menuju arah pulang.

Mobil memasuki area parkir khusus penghuni flat, tampak malam ini para penghuni sedang tidak berada di tempat, dilihat dari area parkir yang masih kosong. Dan aku bersyukur, setidaknya bila terjadi adegan dramatis, tidak ada saksi mata yang menonton.

Bunyi decit ban serta rem yang menghentak, membangunkan fokus diriku untuk segera keluar dan buru-buru melangkah. Rasa marah ini membuatku entah kenapa ingin segera menumpahkan seluruh air mata yang sedari tadi kutahan untuk tidak keluar.

"Sikap dan ucapan kamu tadi benar-benar tidak bermartabat, Jihan" Desisnya tiba-tiba sambil mencekal dan menarik pergelangan tanganku. Lalu refleks, tubuhku langsung memutar menghadapnya.

Fated For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang