Ibu

5.9K 455 45
                                    

Nungguin aku? Yakaaannn hahaha (ngarep)

Semoga diriku bisa menyelesaikan cerita ini dengan segera ya allaaaaahhhh

Terima kasih untuk yang selalu setia menunggu cerita ini.

Terima kasih untuk support kalian, tanpa kalian aku seperti tayangan bikin laper tanpa penonton..tak ngooonaaahhhh duh gustiiii.

Langsung saja kita yumariiiiii
.
.
.
.
.

"Sungguh beruntung bukan, pria yang nantinya akan menjadi calon pendamping hidupku kelak? Dan suatu kebodohan yang menyia-nyiakan gadis dengan nilai tambah seperti itu" sindir Jay secara halus dan menohok.

Terlihat Arya tiba-tiba terdiam sambil menelan makanannya lalu menatap Jay dengan sorot sendu.

Kembali menghela napas, pria itu tersenyum tipis.

"Tentu, Jihan. Aku beruntung memiliki calon istri seperti kamu. Aku calon suami yang begitu beruntung di dunia ini"

🌸🌸🌸🌸🌸

Merengut kesal tapi hati malah berdebar kencang. Jay merutuki diri karena sikap salah tingkahnya tadi justru membuat Arya kian gencar menggodanya. Ada rada senang, ada rasa bahagia terlebih bangga, tapi tetap saja dominan rasa takut kalau pria itu hanya bersandiwara selalu menghantuinya.

Dia takut untuk terhempas dan kembali merasakan sakit.

Tapi bukankah sebuah konsekuensi yang harus diambil karena memberikan celah untuk pria itu?

Lalu kini, Jay sedang berada di kamar, duduk di atas tempat tidur, sambil termangu di depan laptopnya. Seharusnya, laporan hari ini sudah dia kirimkan kepada Julia melalui surel, tetapi otaknya mendadak kosong.

Waktu sudah menunjukkan malam hari, tepatnya pukul delapan. Rumah peristirahatan ini terasa sepi karena Arya dari siang tadi hingga saat ini belum kembali dari.....entahlah, Jay sendiri tidak begitu saksama mendengarkan saat Arya tiba-tiba pamit. Kadar gugupnya meningkat seiring perlakuan pria itu.

"Kenapa aku jadi gini coba? tolong ya ini.." Jay menunjuk dada, "...dan iniiii" kemudian menunjuk pelipisnya, "kerjasama yang betul, jangan malu-maluin akuuuu" cicitnya gemas.

Gadis itu menggulingkan tubuhnya ke samping, menatap langit-langit kamar beberapa saat. Kembali memikirkan semuanya berawal mula, perasaannya.

Rasa mengidolakan yang dipupuk oleh kagum, menjadikan sebuah perasaan suka.

Rasa suka yang dipupuk oleh harapan, menjadikan sebuah perasaan cinta.

Rasa cinta yang kemudian terkena badai keegoisan, berubah menjadi perasaan kecewa. Jatuh pada titik terendah.

Lalu kini? gadis itu tidak berani untuk menamai lagi perasaannya sekarang. Lebih tepatnya, belum berani untuk membuka seluruh perasaannya. Sisi terdalam hatinya belum sanggup untuk terluka kembali.

Jadi, tidak apa-apa kan? Bila hanya sekedar menerima kehadiran pria itu saja tanpa harus membuka pintu hati lebar-lebar? cukup saling berbuat baik karena sesama manusia, terlebih sama-sama masih bagian dari keluarga Santawisastra.

Perlahan kelopak matanya terasa berat, Jay mau tidak mau harus segera membuat kopi agar tidak ketiduran terlalu dini. Masih ada pekerjaan yang harus dituntaskan hari ini.

Gadis itu dengan malas menyeret langkahnya, meniti tangga perlahan dengan wajah suntuk berat. Mood nya tiba-tiba anjlok dan otaknya mensugesti diri bahwa penyebab dia seperti ini tidak ada sangkut pautnya dengan pria itu. Pria yang seharian ini selalu berada di dalam pikirannya.

Fated For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang