Intuisi

5.8K 474 80
                                    

Weeessss maaarreeeee....
.
.
.
.
.

"Bu, ada tamu"

"Suruh tunggu sebentar, lima belas menit. Kalau dia berkenan" sahut perempuan yang tengah melakukan sesi yoga di teras belakang rumah.

"Sumuhun, Bu" pamit sang asisten rumah tangga. (*Baik, Bu)

Mia membuka mata begitu sang asisten rumah tangga pergi, tak berlama-lama, perempuan paruh baya yang masih terlihat muda itu, segera menyudahi olah raga yang sudah di geluti empat tahun lamanya.

Karena aktivitas inilah yang memberikan ketenangan jiwa dan raga selain beribadah.

Setelah Jay-nya pergi.

Hari itu cuaca terlihat cerah dengan udara sejuk setelah semalam hujan turun membasahi tanah perkebunan. Hawa panas berkurang setidaknya.

Mia berjalan ke arah kamar mandi dan segera berganti pakaian setelah membersihkan diri ala kadarnya. Ala kadarnya untuk tamu yang akan dia temui. Intuisinya mengatakan bahwa tidak perlu berlama-lama maupun berbasa-basi apalagi beramah-tamah nanti.

Suasana hatinya tiba-tiba berubah tanpa alasan.

"Hi, Tante, maaf menganggu waktunya" sapa seseorang saat Mia terlihat muncul dari arah  tangga.

Berhenti sejenak, Mia menghela napasnya perlahan sebelum seulas senyum tipis tersungging di sudut bibir.

"Gak apa-apa" balas Mia saat kakinya melangkah di undakan terakhir dan mendekat menyambut sang tamu, "Apa kabar? Silahkan duduk, Eliza." tanya Mia akhirnya mencoba menjadi tuan rumah yang baik.

Gagal berbasa-basi.

Eliza, gadis yang di kira Mia tidak akan pernah menginjakkan kakinya ke rumah ini--setelah insiden di mana Arya mempermalukannya tempo hari, nyatanya datang dengan raut ceria tanpa beban sakit hati.

Tumben.

"Aku baik, Tante. Tante apa kabar? Sepertinya makin segar" mata gadis itu meneliti wajah Mia yang terlihat lelah tapi segar. Menyadari tatapan Eliza, Mia segera menimpali, "Biasa, baru beres yoga tadi" beritahunya.

Eliza membulatkan bibir nya ber oh ria, lalu mengangguk angkuh saat Bi Asih sang asisten rumah tangga datang membawakan minuman.

"Makasih, Bi" ucap Mia yang di balas senyuman oleh Bi Asih.

"Silahkan di minum" kata Mia pada Eliza yang langsung di sambut raut menilai dari gadis itu pada minuman yang tersaji di hadapannya.

"Jangan risau" Mia meraih cangkir miliknya dan menyeruput air teh hangatnya perlahan, "Ini teh hitam dari perkebunan kami, bagus untuk kesehatan sekaligus kecantikan---tanpa gula" imbuhnya lagi.

Eliza langsung tersenyum kikuk, meringis malu seolah menyadari perempuan di hadapannya itu bisa membaca pikirannya. "Terima kasih" segera dicicipinya secangkir teh yang aromanya menggoda itu.

"Jadi..."suara Mia tertahan saat Eliza meletakkan kembali cangkirnya, duduk tegak dan menghadap ke arahnya.

"Ehem..begini, Tante. Maksud kedatanganku---soal tempo hari, itu suatu kesalahpahaman semata. Ayah ingin kerja sama yang akan di bangun tidak berhenti sebelum dicoba" terang Eliza

"Kerjasama ini tentunya akan berpengaruh besar terhadap bisnis masing-masing keluarga. Malah akan semakin kuat dan besar bukan?"

"Selain daripada kerjasama ini, tentunya ahli waris dari masing-masing keluarga akan menjadi sorotan publik maupun mitra-mitra bisnis yang lain"

"Bukankah ini ide yang sangat bagus sekali dan sayang untuk di lewatkan. Penggabungan bisnis, kerjasama dan pendekatan sesama ahli waris" antusias Eliza dengan penuh percaya diri.

Fated For YouWhere stories live. Discover now