Part 18 (Pilihan Rumit)

22.2K 1.5K 293
                                    

"Aku tidak menginginkan seorang anak. Kau tidak mempermasalahkannya kan?"

Dan ucapan bernada datar dari Romeo itu sudah cukup membuat tubuh Seva mendadak mati rasa. Jika seperti ini apa yang harus Seva lakukan?

Mengetahui Seva yang hanya diam  membuat Romeo meliriknya. Dia menunggu jawaban apa yang akan  Seva berikan untuknya. Tapi Romeo  berharap jika Seva menyetujui keinginannya, sehingga dia tak perlu
memikirkan masalah ini
berlarut-larut.

Seva ingin menjawab namun mendadak mulutnya kelu. Pernyataan Romeo tadi sudah cukup membuat saraf-saraf dalam tubuh Seva tak berfungsi sebagaimana mestinya.

Seva ingin bertanya lebih jauh tentang ucapan Romeo itu. Tapi Seva takut jika nanti Romeo kembali mendiamkannya.

Dan tanpa pikir panjang. Seva hanya mengangguk saja. Karena dia yakin mungkin Romeo sedang bercanda, atau sedang melakukan prank seperti yang sedang hits. Bisa saja Seva yang gagal paham atau salah dengar disini. Ya seperti itu mungkin.

***

Sementara diruangan yang berbeda Mario dan Seza nampak menikmati keheningan yang ada. Kedua manusia itu sibuk dengan pikirannya masing-masing. Ucapan Opa tadi membuat mereka berpikir keras untuk mencari penyelesaian dari masalah yang ada.

Mereka sangat bingung. Bahkan
tidak menduga jika permintaan konyol seperti ini akan terlontar dari bibir Opa!

Bagi Seza, permintaan Opa Hardinata itu adalah sebuah bencana! Permintaan paling gila yang pernah dia dengar sepanjang hidupnya!

Hamil dan memiliki anak bersama Mario?

Hah~

Ayolah! Bahkan Seza sama sekali belum berpikiran kesitu. Dia masih belum siap untuk menjadi seorang Ibu yang menjadi panutan anak-anaknya!

Bahkan untuk berpikir hamil saja membuat Seza mendadak mual duluan. Dia tidak bisa membayangkan jika dirinya memiliki perut buncit dengan sebuah makhluk yang bersarang dirahimnya. Bukankah itu terdengar mengerikan?

Apalagi membayangkan jika ayah dari anaknya nanti adalah Mario, cowok pecicilan yang banyak bicara itu. Ah! Seza sama sekali tak bisa membayangkannya! Mario benar-benar jauh dari tipe ideal seorang ayah yang baik! Bukankah seperti itu?

Sementara itu. Tidak beda jauh dengan Seza. Mario kini juga memikirkan ucapan Opanya tadi.

Mario masih bingung bagaimana menyikapi permintaan Opanya itu. Haruskah menolak atau menurut saja?

Tapi sejujurnya bagi Mario permintaan itu ada sebuah anugerah dikehidupannya yang telah memasuki tahap membosankan ini.

Jauh di lubuk hati Mario. Dia sangat senang dengan permintaan itu. Bahkan Mario ingin secepatnya merealisasikan hal tersebut.

Memiliki anak bersama Seza tentu saja Mario mau!

Eh... tapi tentu saja keinginannya itu memiliki hambatan. Masalahnya Seza saja ogah-ogahan melihatnya apalagi memintanya untuk merealisasikan keinginanya. Yang ada seperti sebelum-sebelumnya Mario bakalan habis di hajar wanita maskulin itu!

Hah~
Nasib-nasib.

Asik dengan pikirannya Mario tidak sadar jika sedari tadi Seza sibuk mengamatinya. Wanita itu heran dengan tingkah laku Mario yang  sedari tadi hanya diam seperti melamun namun sesekali terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya tanpa sebab yang jelas.

Seza mendengus. Memaklumi tingkah aneh Mario itu. Sepertinya dia  harus terbiasa melihat tingkah absurd suaminya mulai saat ini. Apalagi setelah semalam mencuri dengar obrolan Mario dan Seva. Seza pikir mungkin sudah seharusnya dia bisa menerima kehadiran Mario dengan lapang dada. Toh bagaimanapun kerasnya Seza untuk menolak pernikahan ini, semua itu takkan berarti sekarang, pada kenyataannya dia sudah menjadi Istri sah Mario tanpa  bisa di cegah lagi. Meski rasanya sulit Seza harus mencobanya dulu. Menerima keberadaan Mario di dalam hidupnya.

"Apa yang kau pikirkan?" ujar Seza memulai obrolan. Untuk kali ini dia akan berusaha bersikap terbuka pada Mario. Setidaknya menganggap pria itu ada didalam hidupnya.

Suara yang memecah keheningan membuat Mario tersadar. Secara cepat dia menoleh kearah Seza, meski  ragu jika sebenarnya wanita itu yang bertanya. Tapi melihat tak ada orang lain selain Seza, Mario jadi yakin jika memang wanita itu yang bertanya padanya.

Dan mendadak Mario merasa senang. Dia tidak menyangka jika Seza memiliki inisiatif bertanya padanya meski semua ini hanyalah obrolan biasa.

Menyembunyikan ekspresi senangnya. Mario menatap Seza datar. Sekarang  dia masih ngambek atas insiden beberapa hari yang lalu. Dia masih marah pada wanita itu karena kejadian di Hawaii tempo hari.

Tidak menjawab, Mario hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai jawaban.

Seza mendengus. Merasa kesal atas respon Mario. Rasanya aneh melihatnya hanya diam dan tidak berisik seperti biasanya

"Masih marah? " tanya Seza mengamati ekspresi Mario yang hanya diam seolah tidak mendengarnya.

Hingga beberapa detik kemudian masih tidak ada jawaban dari Mario. Membuat Seza benar-benar kesal. Sekarang dia ingin beranjak dari tempat itu. Lebih baik menyingkir di banding berdiam diri bersama makhluk menyebalkan yang kini menjelma layaknya arca.

Seza berdiri. Ingin secepatnya kembali ke kamarnya. Dia tidak peduli akan Mario. Dia benar-benar merasa kesal pada pria itu!

"Jelaskan siapa dia? "

Dan pertanyaan yang terlontar dari Mario, membuat langkah Seza  terhenti. Refleks dia membalikkan badan dan menemukan Mario yang kini menatap intens padanya.

"Jelaskan padaku pria yang saat itu memelukmu," ulang Mario lagi dengan serius. Dia menatap Seza intens menagih jawabannya.

Dan Seza hanya bisa menghela napas panjang. Sekarang haruskah dia menjawab pertanyaan Mario itu ?

***

Seva menatap wajah Romeo yang  terlelap. Menelusuri wajah tampan Romeo yang telah menjadi hobi favoritnya.

Pria ini adalah pria pertama yang berhasil membuat Seva merasakan indahnya cinta. Pria yang menjadi suaminya dan masa depannya. Tapi Seva ragu apakah Romeo merasakan perasaan yang sama. Apakah pria itu juga mencintainya? Ataukah cinta yang Seva rasakan hanya sepihak saja?

Tapi mengingat bagaimana selama ini sikap Romeo padanya, Seva jadi yakin jika selama ini Romeo tak sedikitpun memiliki sebuah rasa untuknya. Apalagi perasaan yang bernama cinta. Bukankah semua itu terasa mustahil untuknya?

Seva lantas bangkit, wanita itu hendak menuju balkon untuk menikmati semilir angin malam yang berhembus. Dia ingin sendiri. Setidaknya sejenak menenangkan pikirannya atas ucapan Romeo siang tadi. Ucapan yang membuatnya  sadar diri untuk tidak berharap lebih pada Romeo dan juga impian besarnya.

Menatap bintang di langit. Seva tersenyum, senyuman sedih yang terasa menyakitkan. Omongan Romeo tadi sudah cukup untuk menghancurkan mimpi-mimpinya.
Mimpi memiliki keluarga kecil yang bahagia. Memiliki Romeo junior dan Seva junior yang kelak akan menjadi penyemangat hidupnya.

Tapi...
Sepertinya semua itu hanyalah angan-angan semu Seva saja. Karena sekarang Seva yakin bahwa ucapan Romeo siang tadi itu bukanlah sebuah candaan seperti perkiraannya. Semua itu benar-benar keinginan dari Romeo sendiri!

Tanpa sadar setetes cairan bening langsung meluruh disudut mata Seva. Wanita itu menangis dalam diam. Melukiskan suasana hatinya yang bersedih.

Semua ini bagaimana bisa Seva menghadapinya? Apakah Seva harus  menuruti ucapan Romeo itu? Ataukah mencari cara agar impiannya tetap terwujud sebagaimana mestinya, meski akibatnya dia harus kehilangan Romeo sekalipun?

Seva menghela napas lelah. Jemarinya bergerak pelan menghapus jejak airmatanya yang sempat terjatuh. Masalah baru ini bagaimanakah cara Seva mengatasinya? Adakah seseorang yang mampu membantu Seva dalam menghadapi semua masalah ini?

Berpikir keras, hingga tak lama kemudian Seva berhasil menemukan  ide cemerlang yang mungkin saja jitu. Dia tau seseorang yang mungkin saja bisa membantu setiap permasalahannya. Seketika itu Seva tersenyum. Dia merasa ada harapan baru dalam hidupnya.

Seseorang yang bisa membantunya,
Orang itu...

___________________________________

Two Wedding {Sudah Terbit}Where stories live. Discover now