Nirvana... (My OTP)

1.3K 58 25
                                    

.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.
.
.
.

"Hey..bangunlah."

Ia membuka matanya,
sepasang manik hazel segelap tanah basah yang berkilau bagai Venus di pagi angkasa.

Sedikit mengerjap ia mencoba fokus agar bisa menemukan sumber suara indah yang memintanya membuka mata,
menoleh ke kiri dan kekanan namun ia tak melihat sesuatu yang kiranya bisa menjadi sumber bunyi mempesona yang membuatnya kagum walau belum bertatap muka.

Ia melangkahkan kaki,merasakan hangat dan halus pasir pantai menyapa kulit kakinya yang telanjang.

Ia ingat tempat ini seperti baru kemarin ia datang,pantai indah dengan sebuah pondok di karang yang sedikit tinggi.

Lelaki itu hafal dimana tepatnya pondok itu berada,
walau jika dilihat dari tempatnya berdiri bangunan kayu itu tak terlihat sama sekali.

.
.
.

"Apa kau merindukanku...?"

Angin membawa suara indah itu lagi,berbisik ditelinganya.

Lelaki itu melangkah dengan begitu tenang,
menutupi segala kebahagian yang meluap dihatinya bagai debur ombak yang menghantam karang dengan begitu keras,

Ia menikmati tiap langkah seolah di setiap gerakan kaki,
semua luka dimasa lalu ikut tertinggal,
menancap bersatu dengan jejak diatas pasir,
terpatri disana,lalu menghilang bersama air yang laut yang datang menyapa bibir pantai,
membawa serta jejak itu pergi ke samudera dan tak akan kembali lagi.

.
.
.
Lelaki itu semakin merasakan ringan dalam tiap ayunan kakinya yang jenjang,
tak sadar kini ia mulai mempercepat langkahnya menuju pondok yang mulai terlihat.

Sudah kubilang ia pernah kemari sebelumnya,
jika dahulu ia menanjak karang dengan waktu sekitar 20 menit mengingat tempat itu sangat tinggi dan terjal,
kini ia merasa waktunya juga jadi jauh lebih cepat,
hingga ia justru seperti melewati jalanan datar dari pada sebuah bukit karang.
.
.
.
.

"Kenapa begitu lama...?"

Sang angin kembali menyapanya,
namun kali ini suara itu membawa seulas senyum yang sangat tipis diwajah putih pucat lelaki tadi.

Senyum yang entah sejak kapan menghilang .

Pondok itu masih sama,
seperti dulu saat ia pertama kali datang kemari,
kayu cokelat dan atapnya masih serupa ingatannya yang tiba-tiba kembali.

Ia bahkan yakin beberapa tumbuhan yang ada di samping pondok juga masih ada di tempatnya,
karena sungguh dalam hatinya bersumpah udara disini pun tak berubah.

.
.
.
.

"Apa kau juga merindukanku...?"

kembali angin hangat mengantar suara indah yang begitu ia rindukan.

Donghae's Love StoriesWhere stories live. Discover now