14. LINE

813 53 0
                                    

Perjalanan menuju pantai dengan kedua bocah mereka jalani. Afta hanya terdiam di dalam mobil, ditambah rasa canggung karena Dara ada di sampingnya.

"Bagus, Eresa. Kalian gak boleh main air laut, Dokter larang," tegas Dara.

"Iya Bagus tau itu."

Sampai di pantai, kesenangan terlihat di wajah mereka. Bagus juga Eresa melukis di atas pasir pantai yang halus menggunakan tongkat yang mereka temukan di sekitaran. Dara juga Afta memperhatikan mereka. Afta lantas menyudutkan dirinya di bawah pohon kelapa. Dara yang canggung mulai menatap tingkahnya, seakan pria itu tengah berpikir keras akan sesuatu yang menbuat rasa penasarannya terbangun.

"Di mana Papa sama Mama Bagus?" tanya Dara membuat Afta tertunduk lemah. Mata Dara memencar canggung, ia segan untuk bertanya namun laki-laki yang satu ini akhirnya membuatnya penasaran.

Afta membuka suara, menceritakan semua akan masalah dalam keluarganya pada Dara. Dara menjadi pendengar baik. Ia pun sempat miris mendengar cerita keretakan hubungan orangtua Afta saat itu.

"Jadi, Bagus satu-satunya keluarga yang gue punya. Gue gak peduli gimanapun hubungan orangtua gue. Gue cuma fokus pada kesehatan Bagus."

Afta melamun, dirinya berdiri lantas menghampiri kedua bocah yang tengah bermain. Ia mulai ikut bermain bersama, menghilangkan kesenduan dan masalah yang ia pendam sendiri dalam tawa selama ini.

Dara melamun menatap laki-laki yang baru saja curhat dengannya.

"Baru kali ini, ada orang yang curhat sama gue. Semua orang kan gak pernah nganggap gue, dia mungkin udah gak waras karena jadiin gue temen curhatnya saat ini. Tapi lebih dari itu, gue merasa ada kekuataan luar biasa yang dia punya. Karena itu, dia pasti udah jadi sumber kabahagiaan Bagus selama ini," gumam Dara.

Selesai bermain, mereka kembali ke rumah sakit. Hari itu adalah hari terbaik yang Bagus miliki. Ia tidak pernah merasa sesenang itu sebelumnya.

"Kakak, Bagus kasian yah. Orangtuanya jarang menjenguk dia."

"Eresa, kamu harus bersyukur, orangtua kamu sayang sama kamu, kamu harus ngerti mereka kerja untuk kamu, jangan pernah merasa kesal sama mereka. Bagus itu udah punya teman, yaitu kita. Kita bisa hibur dia setiap saat, kamu harus semangatin Bagus untuk itu." Dara lantas memeluk erat Eresa.

Stir mobil dimainkan Afta. Dirinya menepikan mobil di sisi jalan. Ia terdiam melamun, mengingat semua curhatannya pada Dara. Matanya mulai berkaca dan lantas ditundukan kepalanya pada stir mobil di hadapannya.

"Dia cewek pertama yang tau masalah gue. Entah kenapa mulut gue ngeluarin semua kata itu di depannya?" batin Afta masih terdiam bingung. Matanya belum memejam saat dia menundukan kepalanya.

••

Sampai di kampus, Dara terlihat mengoles kanvasnya di kelas.

"Yumi, lo mau ke kantin?"

"Ayo!"

"Nggak, gue mau lanjutin lukisan gue. Titip sebotol air dingin aja ya?"

"Emm ya udah deh, nanti gue bawain cepat ke sini."

Terlihat seorang gadis menghampiri Dara yang tengah melukis di dalam kelas, dirinya sendiri kala itu.

"Sifa, ngapain lo ke sini?"

"Gue .... gue mau bicara sama lo."

"Kayaknya kita gak punya urusan apa-apa, gue lagi sibuk."

"Ini tentang Gevan." Perkataan Sifa membuat Dara menghentikan tangannya.

UNTITLED, 2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang