16. Kasihan atau Peduli?

713 47 2
                                    

Suara hentakan kaki yang terdengar keras membuat telinga Dara sedikit terganggu. Sepatu yang menekan lantai dengan begitu keras membuat sebuah kegaduhan di koridor rumah sakit. Dari ujung Dara memandang, seseorang berlari dengan tergesa hingga melesat cepat melewatinya. Fokus Dara pada jalan pun terhenti. Kepalanya langsung mengarahkan ia untuk menoleh ke sumber suara sepatu itu di belakang.

"Gevan?" batin Dara. Matanya memencar melihat pemandangan kosong di belakangnya.

"Ya ampun, halu yang buruk," batin Dara. Ia melanjutkan langkahnya kemudian.

Di kamarnya, Dara terus menatap ponsel yang tenang. Di monitor ponselnya, terlihat nomor tak dikenal, namun ia tahu siapa pemilik nomor itu.

"Gimana ya kabarnya Bagus? Terus, apa dia udah makan seharian di rumah sakit?" gumam Dara yang tiba-tiba mencemaskan seorang Afta. Itu sungguh kecemasan yang tak pernah ia pikirkan untuk melakukannya. Tapi yang ia pikirkan saat itu bukan lagi Bagus, tapi Afta yang sedang menunggu Bagus tiap detiknya. Kecintaannya pada sang adik patut Dara apresiasi.

"Oh ya ampun. Lo mikir gini karena lo iba Dar, iya iba," gumamnya lagi seraya mematikan ponselnya dan kembali tertidur.

Alih-alih niat tertidur, matanya terbuka kembali dengan cepat. Dirinya lantas pergi bergegas dengan pakaian rapih, masuk ke mobil dan lantas tancap gas melanjukan mobilnya malam itu. Sampai di rumah sakit, tangan Dara sudah membawa banyak kantong makanan. Dimasuki kamar mawar olehnya dan masih terlihat Afta yang tertunduk lesu di samping ranjang Bagus yang masih koma.

"Dara!" Afta kaget. Pasalnya, malam itu sudah menunjukkan pukul 21.30. Bahkan hampir mendekati tengah malam.

"Lo udah makan?" tanya Dara datar. Matanya memencar canggung dengan aneh.

Beberapa menit kemudian, Afta melahap makanan yang dibawa oleh Dara. Dengan lahapnya, laki-laki itu menyantap sekotak nasi goreng pemberian gadis jutek yang tak sadar kepeduliannya mulai dirasakan Afta saat ini.

"Makasih lo udah peduli," ucap Afta di sela makannya.

"Apa? Peduli? Siapa yang peduli sama lo?"

"Nasi goreng ini buktinya," jawab Afta seraya mengangkat alisnya refleks.

"Nggak. Gue ... gue cuma kasian aja. Lo temenin Bagus seharian tanpa makan, harusnya lo keluar aja cari makan."

"Kalau gue keluar, Bagus bangun nanti, gue gak ada, gimana?"

Tiba-tiba saja Afta menghentikan proses makannya. Wajahnya berubah terlihat cemas. Ia tertunduk sejenak.

"Beberapa orang ngeliat gue karena kasian. Padahal, gue gak butuh belas kasih dari siapapun. Gue masih sanggup ngidupin diri gue sama Bagus, walaupun dalam tanda kutip orangtua kami pun jarang banget peduli. Beberapa kali gue jalanin hubungan sama perempuan, tapi saat liat kondisi Bagus, mereka pergi. Kenapa? Apa mereka takut gue nyusahin? Apa Bagus nularin sesuatu yang berbahaya?" Afta tak sadar menceritakan keluh kesahnya pada Dara. Tiap bait perkataan Afta membuat Dara sedikit terenyuh. Ia teringat akan kehidupannya lagi. Semua orang ternyata memiliki masalahnya masing-masing. Tak terlebih Afta yang terkenal laki-laki periang juga selalu telihat sering tersenyum menampakkan kebahagiaan.

"Nggak. Gue peduli sama kalian bukan berarti gue kasihan," jawab Dara membuat Afta tertegun kaget.

"Lo tau, Bagus pasti senang kalau ada lo di sini. Dia pengin banget punya kakak perempuan. Karena walaupun nanti Mama pergi karena kesibukannya, sosok kakak perempuan bisa menggantikan sosok ibu menurutnya."

Tak terasa, perbincangan hangat mereka lakukan di rumah sakit. Beberapa lama kemudian, mereka terlelap tak sadar di ranjang Bagus. Kepala mereka hampir saling berdekatan. Eresa kemudian bangun melihat peristiwa tersebut.

"Kak Dara? Kak Afta?" kagetnya.

Mata Dara mulai terbuka sedikit demi sedikit. Cahaya mulai masuk ke penglihatannya.

"Dimana gue?" gumamnya seraya mengucak mata.

"Huaaaaa." Dara teriak kaget saat melihat Afta ada di sampingnya.

Afta bangun dengan tenang bersama senyuman memancar dari wajahnya.

"Oh my gosh, kenapa? Kenapa lo ada di sini?" Afta heran.

"Aduh, gue pasti ketiduran di rumah sakit," gumam Dara meringis.

"Kak Dara," panggil Eresa. Dara lantas pindah ke ranjang Eresa segera mungkin.

"Sejak kapan kakak di sini? Kenapa kakak tidur di sana?"

"Ceritanya panjang. Kamu mau minum?"




Voment thx❤❤

UNTITLED, 2017Where stories live. Discover now