(25)

1K 185 45
                                    

Pria datar itu masih menatap gadis itu dengan sedikit terkejut. Ia tidak membuka pembicaraan sampai ibunya bersuara.

"Ah, Wonwoo-ya, kau baru saja datang?", tanya ibunya berbasa-basi sambil berdiri dari kursinya.

Wonwoo pun berjalan mendekat sambil memberikan belanjaan yang tadi dititipkan oleh Ny. Jeon.

"Gadis ini bernama Yuna. Dia bertugas di perpustakaan yang sering kau kunjungi", ibunya pun mempersilakan Yuna untuk memperkenalkan dirinya.

"Annyeonghaseyo, Lee Yuna imnida", ucapnya memperkenalkan diri sambil tersenyum.

Kemudian, ia mengeluarkan buku yang ada di dalam tasnya ke hadapan Wonwoo, "Ini, bukumu tadi tertinggal di meja perpustakaan. Karena berisi catatan kuliah, jadi aku membawanya ke sini"

Wonwoo meraih buku itu dengan diam. Ia masih menatap mata gadis itu seakan menagih jawaban yang belum diberikannya.

Yuna yang paham tatapan itu pun kembali membuka suaranya, "Alamatmu kudapat dari data anggota perpustakan yang pernah kau isikan di formulir pendaftaran"

Sebenarnya, Yuna sedikit gugup berhadapan dan berbicara langsung dengan pria berwajah datar itu. Entah kenapa tatapan dingin itu seperti menusuknya, seakan hampir saja mengatakan dirinya adalah penguntit.

Namun, setelah menjelaskan semuanya, tatapannya sedikit melunak. Sepertinya ia menerima jawaban yang diberikan oleh gadis itu.

"Iya, terima kasih", ucapnya dan langsung berjalan menuju tangga.

"Wonwoo", panggil ibunya mumpung anaknya masih belum terlalu jauh. Pria itu lantas menoleh.

"Kau tidak mau makan dulu? Supnya masih hangat"

"Nanti saja", tolak Wonwoo sambil kembali menghadap ke arah tangga.

"Nanti dingin loh, Won"

"Kan bisa dipanaskan, eomma. Kita punya kompor", balasnya sambil terus menaiki anak tangga.

Ny. Jeon hanya bisa menggeleng sambil tersenyum dan kembali duduk di hadapan Yuna, "Tidak apa, ia memang selalu seperti itu"

Yuna sedikit merasa tidak enak di sana. Ia seperti merenggut momen ibu dan anak mereka. Ia yakin sekali Wonwoo tidak ingin satu meja dengan orang asing seperti dirinya.

"Kau tidak perlu merasa bersalah", sahut Ny. Jeon mengikuti insting yang menebak ekspresi Yuna.

"Dia memang orangnya dingin dan jutek..", ia menggantung sambil mengaduk sup di mangkuknya.

"Makanya jangan menikah dengan pria dingin, nanti banyak dikacangin", bisik Ny. Jeon sambil terkekeh kecil.

"Eh??", spontan Yuna sedikit terkaget namun diikuti tawa di akhir. Entah kenapa rasanya seperti ibunya sama saja mengatakan 'tidak usah menikah dengan anakku' haha.

"Aku hanya bercanda", ia melanjutkan tawanya kembali, "Tapi, yah memang ada benarnya juga"

Yuna kembali serius mendengarkan Ny. Jeon yang bernostalgia sambil memainkan makanannya.

"Appanya Wonwoo juga dingin seperti dia saat awal aku mengenalnya. Tapi, setelah aku menjalin hubungan dengannya, ia menjadi sangat hangat bagi kami. Hanya terhadap orang luar dia dingin begitu. Kalau sudah di dalam, dia sama hangatnya seperti orang lain"

Ia berhenti mengaduk sejenak, "Kalau kau bisa menaklukan hati dinginnya, itu seribu kali lebih bahagia dari menaklukan hati orang biasa. Karena lebih susah", ucapnya sambil tersenyum.

"Ia tidak akan membagi senyumannya bagi sembarang orang. Jadi, hanya kau seorang yang bisa melihat senyuman termanisnya"

Yuna sedikit terkagum dengan ucapan Ny. Jeon yang sepertinya.... mempromosikan anaknya?

Earphones In Your Sunset | Wonwoo✔Where stories live. Discover now