Part 3 Melani dan Marsa

1.7K 100 6
                                    

Silakan beri kritik dan sarannya

°
°
°

"Mel, perkenalkan ini saudaraku. Kami hanya tinggal berdua saja sejak ibu tiri kami mengusir dari rumah Ayah."

"Hai Marsa. Senang bertemu denganmu. Pedro sudah bercerita banyak tentangmu. Mulai sekarang anggaplah rumah ini sebagai rumahmu, ya."

Itulah awal pertemuanku dengan wanita licik bernama Marsa. Pedro yang selama ini menjadi kekasihku ternyata menyimpan rahasia. Lelaki jangkung itu memperkenalkan kekasihnya sendiri sebagai saudaranya. Ckckck .. aku tertipu.

Bodoh itulah yang bisa aku katakan kepada diri sendiri dengan mudahnya tertipu permainan kedua sejoli itu. Aku mengenal Pedro ketika tanpa sengaja bertemu di kantin kantor. Tak kusangka ternyata dia karyawan di Perusahaan yang didirikan Ayah. Ia adalah lelaki yang baik--awalnya seperti itu-- dan mudah membuatku merasa nyaman.

Pedro itu tampan dengan kumis tipis yang menambah daya tariknya. Sekali lagi aku terkecoh dengan sikap lembutnya.

"Kamu itu bodoh, Mel," rutukku kepada diri sendiri saat ini.

Malam itu tanpa sengaja, aku mendengar percakapan Marsa dengan seorang yang aku kenal. Pria bertubuh subur itu adalah dokter yang pernah menangani lukaku saat kecelakaan.

"Kau gila apa, Marsa? Sudah lama aku membantumu melaksanakan tugas busuk itu. Sekarang kau ingin aku membuat obat yang dapat membuatnya mati dalam waktu dekat? Aku tak mau membuat gelar ini tercemar karena rencanamu itu. Aku bisa melakukan apapun untukmu, tetapi jangan harap aku akan membuat obat mematikan."

"Ya silakan saja, Andi. Aku bisa memberikan bukti data jika sebenarnya kau adalah bandar narkoba di kota ini kepada polisi."

Kuintip Marsa dari balik tembok. Gayanya bak ratu yang memerintah anak buahnya dengan berkacak pinggang.

"Oh, ya? Coba saja kau berikan. Akan kupastikan jejak kejahatanmu terbongkar juga."

Marsa malah tertawa. Duh, tertawanya mengerikan sekali.

"Memangnya kau ada bukti? Bukankah selama ini kau yang membuat obat agar korban kita perlahan kehilangan kesadarannya dan mati? Selama ini juga kau sudah menikmati hasil kerja keras kita. Kau bisa membuka klinik dan membiayai kehidupan anak istrimu."

"Lalu bagaimana dengan Pedro? Mengapa kau hanya menyuruhku saja?"

"Andi, kau tahu sendiri jika kekasihku itu tampan di wajah, tetapi otaknya kosong. Ketampanan dan rayuan gombalnya dapat mencari mangsa wanita kaya yang kesepian."

Mereka itu iblis yang kebaikannya ditutupi oleh sikap manusianya. Mengapa aku harus bertemu manusia ini, Tuhan?

"Ingatlah, Andi! Kau tidak bisa lari karena kau sudah terlibat jauh selama ini. Kau, Pedro dan aku adalah satu tim. Besok aku akan mencari sertifikat rumah ini dan mengganti namanya denganku. Bukankah itu yang selama ini kita lakukan? Hidup dengan mengambil harta orang lain?"

Jadi selama ini mereka hidup dengan membunuh orang dan mengganti sertifikat rumah dengan namanya? Kau kira mudah melakukannya, Marsa?

Aku segera berjalan pelan menuju kamar dan meminta bantuan kepada polisi mengenai ini. Namun, sebelum itu aku harus memastikan sertifikat rumah tak jatuh ke tangannya. Mataku langsung terarah ke lemari tua pemberian nenek. Di dalamnya terdapat celah kecil untuk menyimpan benda. Tak ada yang tahu jika lemari itu memiliki banyak celah rahasia.

Setelah kupastikan aman, segera kutekan nomer polisi. Tetapi, jemariku kalah cepat dengan tangan Marsa yang merampas gawai ini.

"Ternyata kau sudah mengetahui rencana kami, Melani? Jadi aku tak perlu memberimu obat lagi."

Lemari TuaМесто, где живут истории. Откройте их для себя