Part 8 Sang Tuan Besar

1.2K 78 2
                                    

Silakan beri kritik dan sarannya

°
°
°
[ Melani ]

Jika saja aku bisa kabur dari tempat mungkin itu hal yang kusukai. Namun, makhluk kecil sialan itu malah mengurung kami di sini bersama sang tuan.

"Tunggu aku menyelesaikan masalah ini dengan mereka. Baru giliran kalian," ujarnya disertai tawa yang mengerikan.

Makhluk menyeramkan itu menghampiri Marsa yang meringkuk ketakutan atas kedatangan sang tuannya.

"Kau terlalu murka, Marsa! Perjanjian antara kita sudah berakhir dan kau malah ingin melanggarnya."

"Mengapa anda juga mengambil orang-orangku?" tanya Marsa dengan menangis.

Aku dan Nenek berasa melihat film yang biasa kami nonton di televisi. Aku tak menyangka bisa menyaksikan langsung adegan tersebut.

"Kau ini lucu, Marsa." Makhluk itu menampar Marsa dengan keras.

"Sepuluh tahun lalu kau juga menuliskan perjanjian denganku jika dua orang itu juga menginginkan kekayaan tanpa usaha. Maka aku kabulkan permintaanmu. Sekarang kau ingin nyawa mereka diampuni? Enak saja kau bicara."

"Lalu di mana mereka?" tanya Marsa lagi.

"Itu mereka!" Dia menunjuk dua pria yang dirantai berada di depan pintu luar.

Marsa terkejut melihat kekasih dan rekannya dirantai bagai budak.

Sama halnya dengan Marsa, aku juga terkejut mendapati mereka berdua sudah menjadi roh. Dua pria itu juga melihatku dengan tatapan bingung.

"Melani ..." ujar mereka berdua bersamaan dengan suara parau.

"Apa yang kalian bicarakan?" Marsa tak mampu berdiri saat melihatku.

"Wah.... wah.... rupanya kau tak tahu jika temanmu selama ini mengawasimu, Marsa. Bodoh sekali kau."

Bukannya menyelesaikan masalahnya dengan Marsa. Makhluk itu malah mempermainkan kami yang ada di ruangan ini. Untungnya dia dan anak buahnya tak bisa menggangguku atau Nenek Pia.

"Jiwanya terkurung di dalam lemari tua itu dan menunggu dirimu, Marsa."

"Mengapa kau di sini, Melani!"

Dalam keadaan sekarat, Marsa malah menanyakan hal yang tak penting. Seharusnya ia meminta tolong atau melarikan diri selagi makhluk itu lengah.

"Aku tidak ingin kau membunuh lagi, Marsa. Kasihan Merida yang kaujadikan korban atas keserakahanmu."

"Jadi selama ini kau ada di rumah ini?"tanyanya dengan teriak. Aku kira ia marah mengetahui aku mengawasinya.

Selama sepuluh tahun hidupnya, Marsa menjual hidupnya pada iblis hanya untuk kekayaan. Ia tak menyadari konsekuensi yang dihadapinya saat ini. Marsa yang bodoh.

"Sudah selesai reuninya? Sekarang giliranku untuk mencabut jiwanya."

Marsa bergerak mundur ketakutan, matanya memerah dan menjerit ketika tubuhnya terangkat.

"Tolong ... aku!"

Marsa memang yang membunuhku, tetapi aku merasa kasihan dengannya ketika tubuhnya diguncang dan dilempar.

"Tuan, tidak bisakah anda menyerahkannya ke polisi?" Aku mencoba bernegoisasi.

Makhluk itu diam, memiringkan kepalanya dan menyeringai tajam.

"Aku bukan Tuhan yang baik hati, Nona. Apa yang ia minta padaku maka sebagai balasannya adalah menjual jiwanya."

Makhluk itu ingin mendekatiku dan kemungkinan akan melempar atau mencekikku. Namun, dia tak bisa melakukannya. Dia terpelanting saat mencoba menarikku keluar dari lingkaran.

Lemari TuaOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz