Part 11 Epilog

830 57 9
                                    

Silakan beri kritik dan sarannya.

°
°
°

"Jadi ... selama ini kau mengawasiku dari Marsa, Mel?"

Sudah hampir sebulan ini Melani dan Merida saling menjalani perawatan di rumah sakit guna memulihkan lagi anggota tubuhnya yang terasa kaku. Tiap hari mereka selalu berbincang di sela latihan jalan.

"Aku sudah berusaha membuatmu mengerti, tetapi kau terlalu takut denganku," kekeh Melani di waktu istirahat latihan.

"Karena kau menakutkan," balasnya sambil tertawa.

Melani tergugu sejenak, ia tidak menyadari dirinya pernah menjadi seseorang yang tidak tampak. Melihat sesuatu yang tidak biasa seperti makhluk bertanduk, anak kecil tanpa lengan dan yang paling mengerikan adalah bertemu iblis neraka.

"Ada apa? Apa aku salah bicara?" Merida tampak bingung melihat Melani yang terdiam.

Melani berpaling dan menatap Merida seraya menepuk punggung tangannya.

"Setidaknya kau tidak merasakan yang aku rasakan, Merida."

Merida menghela napas panjang,"Aku tidak ingat sama sekali jika aku pernah menjadi arwah penasaran. Yang paling aku ingat hanya seorang nenek dan pria paruh baya membebaskanku dari ikatan iblis itu. Selebihnya aku tidak tahu."

Melani paham dengan perkataan Merida. Memang jika sudah menjadi tawanan Tuan Iblis, ingatan mereka semuanya akan dihilangkan. Mereka tidak akan menyadari jika sebenarnya sudah meninggal.

"Saat ikatanku dilepaskan oleh wanita tua itu, aku baru tersadar jika aku bukan berada di bumi, tetapi di dunia lain. Keadaan saat itu sangat menakutkan, Mel. Sosok makhluk jelek mengejar kami untunglah wanita itu bisa mengatasinya. Setelah aku dan Marsa masuk sebuah lorong, aku malah kehilangan Marsa."

Melani mendengar dengan seksama. Ia tahu nenek Pia telah berkorban hanya untuk menyelamatkan jiwa Merida dan tentunya Marsa. Namun, hal itu harus dibayar mahal dengan hilangnya roh sang nenek menjadi debu.

"Di dalam lorong gelap, aku mendengar dirimu memanggil namaku dan teriakan Marsa yang meminta tolong. Aku ingin menolongnya, tetapi Paman Elbert mencegahku. Marsa tersesat karena ulahnya sendiri dan kemungkinan ia tidak bisa kembali ke dunia ini."

"Apa kau yakin Marsa tidak akan kembali lagi ke dunia ini?" tanya Melani ragu.

"Entahlah, Mel. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi padanya di lorong itu. Kata Paman Elbert hanya dirinya yang bisa mencari jalan keluar."

Melani memang tidak bisa memaafkan semua kesalahan Marsa, tetapi hati kecilnya merasa kasihan padanya yang hingga sekarang entah apa dirinya bisa keluar dari lorong itu atau masih di sana.

"Bagaimana dengan Paman Elbert sekarang?" Melani penasaran akan Elbert yang secara tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi.

"Aku tidak tahu di mana keberadaan Paman, Mel. Ia sulit untuk ditemui kecuali dirinya sendiri yang datang padaku."

"Mungkin saja Paman Elbert sedang menolong orang lain yang membutuhkan kekuatannya," gurau Melani yang membuat Merida tertawa.

Selama ini Elbert yang bekerja sebagai kepala pelayan di rumahnya selama puluhan tahun menyembunyikan identitas yang sebenarnya. Merida tidak pernah tahu jika Elbert dan Pia adalah orang yang ditakuti oleh makhluk tak kasat mata terutama iblis yang sering mengincar jiwa manusia.

"Kau benar sekali, Mel. Aku rasa Paman sedang sibuk mencari iblis itu dan menolong jiwa manusia yang tersesat."

Mentari hampir beranjak dari peraduannya, Melani mengajak Merida segera masuk ke kamar inap. Udara akan semakin dingin menjelang malam.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 24, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Lemari TuaWhere stories live. Discover now