Bab Lima: Getting Closer (2) ✓

3.6K 474 57
                                    

**

Perjalanan terasa terlalu hening, baik aku ataupun Ed masih setia bungkam. Tak ada suara, hanya helaan napas panjang yang kami embuskan perlahan-lahan. Seolah, kami sedang berbagi beban yang sama.

Tidak boleh begini, aku harus mendapatkan penjelasan.

"Dikara mau ke mana, Ed?" tanyaku, ketika mobilnya sudah memasuki jalanan.

Ed menoleh sekilas. "Biasa."

Jawabannya tidak memuaskan. Aku sedikit mendelik, lalu, "Hm?"

"Julia kena demam, terus gue bawa ke rumah sakit tadi," jelasnya. Ed mempercepat laju mobilnya dan melanjutkan, "Gue nggak enak kalau Dikara nggak tahu, kan dia pacarnya. Jadi gue ke sini buat kasih tahu ke dia. Gue minta dia nyusulin Julia ke rumah sakit."

Untuk sesaat, waktu seperti berhenti bergerak maju. Duniaku melambat.

"Julia masuk rumah sakit...?" Dadaku bergetar. Oh, Tuhan!

Ed tersenyum tipis. "Lo tenang aja. Dia hanya butuh obat sama infuse aja, kok."

"Kita ke sana aja, Ed," kataku, mantap. Aku menyalakan ponsel dan melihat jam yang tertera di layar, baru jam delapan lebih seperempat. Namun, waktu kunjungan sudah selesai. Apa aku tidak akan diperbolehkan masuk, ya? Lalu, sambil berpikir, aku melirik Ed yang masih terlihat tenang. "Apa... kita nggak bisa ke rumah sakit juga, Ed?"

"Jam kunjungan kan sudah selesai, Cantik."

Aku manggut-manggut. "Ya, kita jadi penyusup aja. Gue ahli, kok!"

Ed terkekeh kecil, lalu dia menggelengkan kepala. "Iya, lo memang ahli dalam hal itu. Lo dulu juga ahli menyusup saat mata kuliah Pak Afandi. Lo juga ahli pas diam-diam pacaran sama Kak Brian. Apa lagi, ya? Lo kayaknya jadi maling juga nggak bakal ketahuan."

Ya, maling pacar orang.

Ed melanjutkan, "Sayangnya, gue nggak bisa."

"Kenapa nggak bisa? Lo nggak percaya sama keahlian gue?" tanyaku, bingung.

"Perintah Dikara adalah anterin lo pulang dengan selamat dan gue juga harus liat lo masuk ke apartemen. Kata dia, kalau gue melenceng dari perintah nanti gue ditatar. Lo tahu, Dikara kalau marah jadi mirip zombie. Dulu, dia juga mantan Komisi Disiplin, Cer." Ed menatapku sekilas sambil meringis. Barisan giginya rapi. "Lo tenang aja, lah. Julia cuma perlu nunggu infuse-nya habis aja, kok. Dia masih bisa ngomong, cerewet banget lagi."

"Dia cuma cerewet sama lo, Ed," sahutku, kemudian menarik senyum tipis. Sebuah memori memasuki kepalaku, kemudian, "Lo... tahu, Julia dulu naksir sama lo."

Ed mengangguk mantap. "Bukannya dia pernah berantem sama Maura?"

"Aah, iya!" Aku terkikik ketika mengingat pertempuran di antara dua dewi Arsitektur yang berlomba-lomba menarik perhatian Ediarga, tapi ternyata yang menang justru wanita lain yang tidak pernah terdengar sangkut-pautnya dengan Ed. Lalu, aku melanjutkan, "Dulu banyak banget drama di angkatan kita, ya, Ed? Bukannya mengumpulkan prestasi, kita malah saling sikut cuma karena masalah percintaan. Rebutan gitu, kayak nggak ada manusia lain. Gue suka heran, sih, kenapa asmara bisa bikin angkatan kita kayak terbakar api neraka?"

"Cinta itu buta, Cer," jawab Ed, kalem. Tumben, batinku. Dia menambahkan, "Saat lo jatuh cinta, logika lo nggak bisa berfungsi. Gue juga suka heran, apa yang Maura sama Julia sukai dari gue? Waktu itu, demi menyelamatkan diri sendiri dan nama baik persahabatan, gue pilih pacaran sama cewek lain, lah!"

"Ya, tapi... cewek itu hasil nikung, kan? Kak Sei kan gebetannya Kak Bobby."

Ed nyengir gemas. "Sorry."

DIKARA: MUSEUMS OF FEAR [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now