Bab Enam: Drunk ✓

3.8K 489 34
                                    

**

Kata hati juga bisa menjadi racun, seperti bagaimana aku terjebak di sudut ruang gelap merenungi segala kisah pilu antara aku dan dirimu.

**

Pertikaian tidak bisa dihindari. Kami membuat kekacauan besar di wilayah orang. Jelas, kami langsung diusir oleh manajer kafe dan bar yang hampir mengundang polisi. Untungnya, aku dan Ed berhasil memisahkan mereka berdua meskipun aku harus menahan sakit karena terkena tinju di rahang kiriku. Rasanya nyeri, dan air mataku menetes tanpa bisa kubendung. Itu bukan keinginanku, air matanya menetes begitu saja. Mungkin, karena tinju itu menghasilkan shock di dalam tubuhku. Aku pun tak tahu tinju milik siapa yang mengenai rahangku. Bukan waktunya melihat siapa pemilik tinju itu, karena aku harus bekerja keras menarik Dikara dari atas tubuh Kak Reo. Dia memukulinya berulang-ulang kali, sampai ada darah mengucur dari hidung lelaki berengsek itu.

"CUKUP!"

Ed berteriak ketika dua orang itu masih saling tarik-menarik kerah kemeja, padahal kami sudah berada di luar kafe dan bar. Tetap saja, kekuatanku tidak cukup untuk mengekang Dikara supaya dia tidak kembali memancing keributan.

"STOP IT, STUPID!"

Giliran aku yang berteriak lumayan keras, sambil menendang ban mobil Jeep Ediarga.

Suasana menjadi lebih kondusif. Keduanya berhenti saling pukul dan tarik-menarik kerah kemeja. Namun, tetap ada kilatan amarah di dua pasang mata mereka. Dikara mundur lebih dulu, lalu dia mengatur napas. Sementara itu, Kak Reo yang notabennya lebih parah, dia segera mengusap tetes-tetes darah yang keluar dari pelipis kiri, hidung, juga ujung bibirnya.

"Bedebah," ucap Dikara, lirih. Matanya menatap lurus ke arah Kak Reo.

Kak Reo pun menatapnya nyalang. "Lo lebih bedebah!" balasnya.

Dikara meludah, lalu, "Apa maksud lo?"

"Lo nggak usah sok paling ganteng, Dikara!" Kak Reo menyeringai, lalu dia kembali mengusap ujung bibirnya. Dengan tampang meremehkan, dia melanjutkan, "Lo jelas-jelas lebih bedebah daripada gue. Lo mempermainkan dua perempuan sekaligus, dan bertingkah seolah lo adalah lelaki paling sempurna. Lo tahu, lo yang menyeret Cerelia ke dalam drama lo itu. Nggak kasihan lo, hah? Cerelia nggak pantes sama cowok kayak lo. Pemain wanita."

Dikara tertawa sarkas. Lalu, dia melirikku sebentar dan, "Lo nggak usah ikut campur dan bertingkah sebagai pahlawan. Jadi maksud lo, lo jauh lebih pantes buat Cerelia? Seorang pelaku pelecehan seksual yang nggak mau mengakui kesalahannya? Oh, c'mon. Lo pasti lagi bercanda, kan, Kak? Perut gue geli."

Kak Reo menggeram menahan marah. "Tutup mulut lo!"

Dikara tidak kenal takut. "Pelaku pelecehan seksual," ucapnya, lebih gamplang.

Kak Reo hendak maju dan kembali menyerang Dikara, tapi Ediarga berhasil meraih pinggang lelaki itu dan menahannya kuat-kuat. "Bisa berhenti nggak, sih?!" ucap Ed, kesal.

Aku meloloskan helaan napas, kemudian memijat pelipisku. Seketika, aku merasa ada yang memukul kepalaku dengan martil besar. Rasanya sakit sekali. Memori-memori yang tak seharusnya ditemukan, justru menyerangku dalam hitungan detik. Memori-memori itu jadi kesatuan yang utuh, membuatku kembali merasakan nyeri di dada.

"Gue peringatkan, jangan pernah berada di dekat Cerelia lagi!" ucap Dikara, sembari mengusap darah yang menetes di ujung bibirnya. Lalu, dia memegang lenganku erat dan, "Lo nggak akan pernah pantes untuk bersanding sama Cerelia, jadi nggak usah sok keren! Lo aja masih belum tahu di mana letak kesalahan lo, mau sok-sokan berlagak suci! Buka mata, buka telinga! Lo hidup cuma sementara, ingat dosa! Setelah lo babak-belur kayak gini, apa lo... masih cukup bodoh untuk melarikan diri? Oke, fine! Lo bisa lari, lo bisa sok lupa sama apa yang lo lakuin ke Cerry beberapa tahun lalu. Tapi, dosa lo... Itu nggak akan pernah dilupakan Tuhan, Kak! Sampai lo bersujud di kaki Cerelia, jangan harap lo bisa hidup tenang. Apa yang sudah lo perbuat di masa lalu akan terus mengejar lo, membuat lo nyaris gila. Percaya sama omongan gue, lo nggak akan pernah hidup tenang!"

DIKARA: MUSEUMS OF FEAR [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now