xv. he's coming to her

9.5K 2.5K 663
                                    






Lia tak terlihat di sekolah hari ini, hari berikutnya, bahkan seminggu mendatang.

Jujur, Felix jadi kepikiran.

Di hari kesembilan, Felix kembali datang menghampiri kelas Lia setelah jam sekolah usai. Tungkainya melangkah dengan terburu-buru, berharap menemukan kehadiran si gadis di dalam sana.

Namun lagi-lagi keberadaan Lia tak ditemukan.  Lantas helaan nafas tercetus dari bibir.

"Gila, jackpot banget gak sih?" seru salah seorang murid yang baru saja keluar dari kelas.

Yang satunya menyahut, "kelas kita dapet rejeki nomplok, anak barunya oke terus."




























"Oit Felix."

Mendengar namanya disebut, atensi Felix berpaling kearah bibir pintu. Ada Jisung, Haechan, dan juga Siyeon disana.

"Nyari Lia lagi? Anaknya belom masuk." tukas Haechan sembari membetulkan posisi ransel yang disampirkan di salah satu bahu.

Mendengar pernyataan yang tercetus dari bibir si pemuda berkulit gelap, Felix menghela nafas. Senyuman kecil terpatri di atas bibir selagi telapaknya menepuk pelan bahu lebar dihadapannya.

"Thanks kalo gitu, duluan."

Sebetulnya alasan yang melatarbelakangi Felix agar cepat-cepat pergi dari sana adalah Siyeon. Gadis bersurai panjang itu terus menerus menatapnya dengan tatapan tak suka.

Selalu seperti ini.

Terkadang Felix bertanya-tanya, sebetulnya apa yang ada dipikiran Siyeon?

Lagipula Jeno kan sudah tidak akan pernah menginjakan kaki di sekolah lagi.

Tidak setelah pemuda itu selalu merancau setiap malam, bercerita tentang sesuatu yang tak masuk diakal.

Memangnya salah Felix kalau lelaki itu jadi gila?





















































































Lia kembali menunjukan batang hidungnya pada hari ketiga di minggu pertama bulan April.

Gadis itu sangat tenang, tak menunjukan hal apapun yang mencurigakan. Entah memang tak terjadi apa-apa, atau Lia terlalu pintar menyembunyikan masalahnya.

Terlepas dari itu semua, Felix lega Lia terlihat baik baik saja.





































Omong-omong soal Lia, gadis itu tak menyangka bahwa semua orang akan sepanik ini ketika dirinya menghilang tanpa kabar.

Padahal sebelumnya orang orang bahkan tidak peduli jika dia mati atau tidak.

"Lia, lu kemana aja sih?" seru Haechan heboh sendiri. Entah sudah berapa kali pertanyaan itu di lontarkan, yang pasti tak dapat bisa dihitung dengan dua tangan.

Lia menyimpulkan senyuman. "Ada urusan... sedikit."

"Kemaren chaos banget, ada anak baru soalnya. Untung lo gak masuk." tukas Siyeon seraya mengikat cepol rambutnya.

Lalu jemarinya berpindah, memukul kepala pria didepannya yang sedari tadi sedang sibuk sendiri. "Han Jisung, masih pagi jangan main game terus!"

Yang dipukul menggaduh pelan. "Mau ayam ini aduh lu mah!"

Lalu terjadi keributan kecil antara si gadis cepol dan si pemuda maniak game.

"Anak baru?" ulang Lia, tak terlalu tertarik dengan pertengkaran sengit disebelahnya.

"Iya, duduk disitu tuh."

Haechan menunjuk bangku kosong yang berada tepat dibelakang Lia. Bangku itu memang sudah kosong sejak ia pindah kemari.

Kriet.

Suara engsel tua beradu mengalihkan pandangan keempatnya pada bibir pintu.

"Nah tuh dia orangnya."

"Cuy."

Seorang pemuda bertubuh tegap berjalan mendekat. Atensi Lia tak dapat dialihkan kemanapun, waktu terasa berjalan begitu lambat. Jantungnya berpacu lebih cepat daripada sebelumnya.



























"Kenalin, ini Hyunjin. Jin, ini Lia."Haechan bersuara, namun suaranya tak dapat ditangkap oleh indera pendengaran Lia.

Telinganya berdengung, pandangannya menjadi buram bahkan ketika pemuda berbibir kapital itu mengulurkan tangannya seraya tersenyum manis.

Tidak, jangan lagi.



































"Hah, tadi lu bilang namanya siapa?"

APHRODITETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang