02

37.2K 6K 1.4K
                                    

"Identitas, sama barang-barang berharganya, hilang enggak?" tanya Han sembari bangkit berdiri dari kursinya. Meskipun sekujur tubuhnya terasa lemas dan bergetar, Han memaksakan diri untuk tetap terlihat tenang sambil melontarkan pertanyaan.

"Enggak. Kalau hilang, kita gak bisa ngenalin itu Hyunjin. Bagian atas badannya aja, hampir jadi abu." Kata Haechan membalas pertanyaan Han.

'Berarti pembunuhnya bukan orang yang sama?' batin Han.

"Temen-temen, sebenernya belakangan ini, gue nemuin banyak kejadian pembunuhan kayak Hyunjin ini. Badannya pasti dengan kondisi setengah rusak. Entah kebakar, hancur kelindas kendaraan, atau dimutilasi terus wajahnya dirobek-robek. Tapi identitas sama harta bendanya hilang." Kata Han.

"Kalau itu gue juga tau. Akhir-akhir ini emang lagi marak perampokan, tapi Polisi udah nyelidikin, kalau Hyunjin gak dirampok." Timpal Jeno.

"Yang aneh, kenapa Hyunjin malem-malem ada di sekolah? Dan Satpam baru nemuin mayat Hyunjin pas subuh. Berarti pas malemnya Satpam gak jaga?" kata Felix.

"Bukan gak jaga, tapi waktu malem Pak Satpam ditelfon orang rumah, katanya ada keadaan darurat." Balas murid lain yang berada di kelas.

"Kalian ini ngapain sih? Sekarang itu kita lagi berkabung. Kalian malah nyelidikin hal yang gak perlu, itu tugas Polisi. Kita gak usah ikut campur!" kata Haechan sembari menundukan kepalanya. Kedua tangannya terlihat mengepal.

"Maaf Chan, gue yang mulai." Kata Han sembari duduk kembali di kursinya.

Ia kemudian meletakkan kepalanya di atas meja. Matanya terpejam, dan air matanya mengalir begitu saja. Rasa sedih kehilangan teman, takut, merasa terancam, dan khawatir campur aduk jadi satu. Dia khawatir teman-teman lainnya juga akan jadi korban. Entah kenapa Han punya firasat, kalau pembunuhnya orang yang sama. Tapi ada juga keraguan.

Di sisi lain, seseorang tengah menyeringai, sembari memperhatikan Han dari luar jendela kelasnya.

•••

Sekolah diliburkan selama empat hari. Dan di terakhir libur, murid-murid serta Guru-Guru, pergi ke pemakaman Hyunjin, termasuk Han.

Mata Han bengkak karena banyak menangis, begitu juga dengan Felix, Haechan dan Jeno.

Sepertinya baru kemarin mereka berkumpul, main dan belajar bersama. Tapi sekarang salah satu dari mereka telah pergi. Pergi dengan cara yang tidak menyenangkan pula. Bahkan membuat sebuah pertanyaan di kepala mereka.

Selesai mengebumikan peti mati Hyunjin, dan tanah sudah ditutup. Han, Felix, Haechan dan Jeno secara bergantian meletakan rangkaian bunga di bawah batu nisan.

Mereka mengelilingi makam untuk waktu yang cukup lama, dengan tidak ada satu pun dari mereka yang bicara.

Jeno sebenarnya sedang merasa tidak nyaman. Ia bisa merasakan sedari tadi, ada yang memperhatikannya bersama teman-temannya. Jeno berusaha untuk terlihat tidak sadar, karena ia ingin menangkap langsung orang itu, saat ia terlihat lengah.

"Guys, gue ada urusan bentar." Ucap Jeno pada teman-temannya.

"Mau kemana?" tanya Haechan khawatir.

"Ada urusan bentar." Balas Jeno.

"Salah satu ikut, gue gak mau kejadiannya kayak Hyunjin." Kata Haechan.

"Yaelah, gak usah lebay. Lagian siang-siang ini." Kata Jeno.

"Tapi bener kata Haechan, Jen. Gimana kalau kita emang lagi diincar?" Felix menimpali.

Han menganggukan kepalanya setuju.

"Ya udah, siapa yang mau ikut gue?"

"Gue aja." Kata Felix.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Jeno langsung bergegas pergi duluan, sementara Felix mengikuti dari belakang.

"Perasaan gue gak enak." Kata Haechan sembari menolehkan kepalanya ke arah Han.

"Mereka kan pergi berdua, mudah-mudahan gak papa." Balas Han.

Ponsel Han tiba-tiba berbunyi, Han pun segera mengambil ponselnya. Ibunya mengirim pesan.

"Chan, gue harus pulang sekarang. Maaf ya gak bisa lebih lama di sini." Kata Han.

"Iya, gak papa." Balas Haechan.

Han menepuk bahu Haechan, sebelum akhirnya bergegas pergi.

•••

Han mengusap wajahnya kasar. Karena meninggalnya Hyunjin, Han lagi-lagi menunda niatannya untuk menyelidiki Acha.

Han juga sebenarnya merasa itu tidak terlalu penting. Dia hanya penasaran pada Acha. Sekalipun gadis itu memang penipu, itu bukan urusannya.

Han membaringkan tubuhnya di kasur sembari menatap layar ponselnya, yang baru ia un-lock. Dari kemarin ia tidak banyak memainkan ponselnya, banyak notifikasi masuk. Entah dari media sosialnya, panggilan telfon, dan sebagainya. Dia hanya akan membuka notifikasi yang menurutnya penting.

Han baru sadar, kalau ia belum log out dari akun Acha. Akun Acha membuat notifikasinya semakin penuh.

Han baru saja akan log out, tapi sebuah dm yang baru masuk, membuat Han mengurungkan niatnya.

Boleh minta id-nya?

Han menunggu jawaban Acha. Sampai beberapa detik berlalu, gadis itu akhirnya membalas pesan tersebut. Sambil memberikan id akun chatnya, Acha sambil berkata 'Nanti ketemuan di motel yang udah aku pilihin ya?'

Orang yang sedang berkirim pesan dengan Acha pun, membalas.

'Oke. Tapi kenapa ditunda sih ketemuannya?'

Acha menjawab lagi. 'Maaf ya, soalnya aku lagi ada urusan mendadak.'

Drrrtttt... Han tersentak saat wajah Haechan tiba-tiba terpampang di layar ponselnya. Haechan menelfonnya, jadi otomatis foto profile kontaknya memenuhi seluruh layar. Sembari mendengus, Han pun segera mengangkat panggilan telfon tersebut.

"Apa sih lo?! Ngagetin!"

"G-gak ada waktu buat marah-marah!"

"Kenapa? Lo kok panik gitu?"

"Jeno sama Felix..."

Deg, deg, deg. Jantung Han seketika berdetak tidak karuan, entah kenapa dia tidak mau mendengar lanjutannya.

"Huaaaaa Hannnnn... Jeno sama Felix!" Haechan tiba-tiba menangis, meraung-raung, tanpa bisa menjelaskan apa yang terjadi. Ia hanya terus mengucapkan kedua nama itu sambil berteriak.

Han pun tidak menuntut penjelasan. Perasaan tidak enaknya, seolah sudah menjawab semuanya.[]

Hacker | Han Jisung ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang