Chapter 2 : Kutukan

468 61 3
                                    

No.2 : Curse



< Iblis hidup dalam kutukan. Dan kutukan itu hanya dapat dilepas oleh Manusia >

- Edo, 1679 -

"Haah.. Haah.. Haah..!"

Deru nafas tak beraturan terus keluar dari alat pernapasan seorang bocah berambut perak. Manik crimson nya mengkilat di bawah sinar bulan. Kimono biru pucat yang dipakainya kotor oleh tanah. Kaki kecil nya terus berlari di jalanan setapak penuh rumput, tak luput di terobosnya juga semak-semak yang menghalangi.

Kaki yang tak beralaskan apapun itu lecet dan bahkan berdarah akibat terinjak ranting tajam di tanah. Walau kondisi nya sangat tidak memungkin kan untuk berlari, tapi kaki anak itu tetap memaksa untuk terus melangkah.

"Gintoki.. Kita adalah Iblis.."

Masih teringat dengan jelas di memori otaknya perkataan dari si guru satu-satunya. Iblis. Benar, dia adalah Iblis yang tak seharusnya berkeliaran di dunia manusia.

Di belakang bocah itu, segerombolan manusia tengah mengejarnya sambil membawa obor dan juga katana. Tatapan tajam mereka memburu si bocah yang sudah hampir tak berdaya.

"Gintoki.. Jika aku tak kunjung kembali, datanglah ke kuil di tengah hutan. Aku tau kau pasti bisa"

Si bocah yang sudah hampir kehilangan tenaga akhirnya menyerah pada instingnya sendiri. Dia membiarkan kakinya membawa dirinya ketempat yang pernah gurunya bilang. Hingga akhirnya dia sampai di sebuah kuil tua yang sudah tak terpakai lagi. Begitu dia sampai tepat di pintu depan kuil, kakinya seketika lemas dan diapun jatuh terduduk dengan nafas memburu.

Tiba-tiba sebuah tangan besar menariknya masuk ke dalam kuil. Dia sempat pasrah kalau dia akan terbunuh oleh seorang manusia disitu. Tapi begitu dia merasakan kehangatan yang sangat familiar tengah memeluknya saat itu, dia akhirnya sadar kalau orang yang menariknya tadi adalah gurunya.

"Shoyo..?" lirihnya.

Pelukan ditubuhnya kian mengerat. Tubuh guru yang lebih besar darinya bergetar dan dia dapat merasakan tetesan air di rambut peraknya. Gurunya menangis.

"Maafkan aku Gintoki.. Aku terlambat menghentikannya.."

Bocah berambut perak terdiam begitu menyadari kalau pakaian yang dikenakan gurunya penuh oleh bercak darah yang masih segar. Bocah itu menatap nanar punggung gurunya yang saat ini sedang memeluknya. Tangan kecilnya pun membalas pelukan itu.

"Bukan salahmu, Shoyo.."

Di elusnya punggung yang lebih lebar darinya itu. Setelah beberapa saat, gurunya melepas pelukan dan menatap wajah si bocah.

"Gintoki.. Aku ingin kau berjanji.."

"Janji..?"

"Ung. Berjanjilah untuk terus hidup"

Begitu guru nya menyelesaikan perkataannya, dia berdiri dan berjalan ke pintu kuil. Sambil memunggungi bocah berambut perak.

Tale of Shiroyasha [HijiGin/Hiatus]Where stories live. Discover now