a good purpose|| 8

6.4K 740 103
                                    

Fano mengendarai mobilnya membelah jalanan Ibu Kota Jakarta, berkeliling mencari-cari keberadaan Letta. Dadanya bergemuruh sesak, hatinya sakit dan tubuhnya mendadak lumpuh. Kepergian Letta membuat rasa cemas menikamnya. Khawatir takut terjadi hal yang buruk pada wanitanya. Fano memukul stir kemudi kuat-kuat. Ini sudah tengah malam, dan ia belum juga menemukan keberadan Letta.

"Kamu di mana, Sayang?" Fano menelungkupkan keningnya pada stir mobil, matanya terpejam."Please kembali, maafkan aku," ujarnya, di tengah-tengah rasa lelahnya mencari Letta namun tak kunjung membuahkan hasil. Rasa sesal semakin Fano rasakan pada wanitanya. Kepergian Letta karena kesalahannya, dia yang salah karena sudah menyakiti Letta. Tapi Fano tidak tahu kenapa disaat kemarin Letta masih bertahan di rumahnya, malam ini wanitanya memilih pergi meninggalkan dirinya.

"Aku tahu aku salah karena sudah menyakitimu, tapi kumohon kembalilah. Maafkan aku, maaf," ujarnya seolah ditujukan pada Letta langsung. Hanya sunyi dan dinginnya angin dari AC mobil lah yang menjawab gumamannya. Fano tidak perlu repot menyembunyikan tangisannya, air matanya mengalir saat membayangkan telah banyak luka yang dia torehkan pada hidup wanitanya.

Dari meminta Lettta pada ayahnya dengan dalil penebusan hutang. Memperkosa Letta. Memaksa kehendaknya pada wanitanya untuk selalu menuruti keinginannya. Kapan pun dia mau Letta harus selalu menurutinya. Mengatai wanitanya dengan kalimat keji. Dan yang terakhir menyakiti Letta melalui Shesil. Fano menyesal, jika ia tahu kalau kehilangan Letta akan semenyakitkan ini, dia tidak akan pernah melakukan itu.

Tapi nasi sudah menjadi bubur, dan Fano tidak bisa mengubah bubur itu menjadi beras kembali. Hanya bisa menikmati hasil dari apa yang ia tanam selama ini, penyesalan.

Brakkk...

Fano memukul stir kemudi. Tatapannya berubah nyalang, kedua tangannya yang berada di atas stir kemudinya terkepal. Rahangnya mengetat dan giginya bergemelatuk.

"Berengsek." Fano mengumpat habis-habisan saat ingat perkataan Langit. Tentang Nara dan Shesil yang sudah berbuat sejahat itu pada wanitanya. Hingga ia salah paham dan semua masalah berujung karena Nara dan Shesil. "Kalian akan mendapatkan balasannya, berengsek."

Fano menghidupkan mesin mobilnya kembali, ingin mencari Nara dan Shesil. Dia harus memberi pelajaran pada kedua orang tidak tahu diri itu. Saat ia menyetir kendaraannya, di tengah jalan Fano merasakan ponselnya bergetar. Merasa malas mengangkatnya ia mengabaikan telpon itu. Kemarahan membuat Fano malas mengangkat telpon itu. Tapi ponselnya tidak lelah berbunyi, terus mengusiknya. Sehingga mau tidak mau Fano mengambilnya. Saat ponsel itu berada di tangannya, nama Shesil tertera pada layar iphone-nya, panjang umur dia memang sedang mencari perempuan sialan itu. Fano akhirnya menggeser tombol hijau pada layar iphonenya, pastinya setelah ia menepikan mobilnya ke pinggir jalan.

"Di mana lo, Berengsek ---" Fano mengumpat saat sudah menempelkan ponselnya pada telinganya, tapi kalimatnya terpotong oleh suara Shesil yang ketakutan di sebrang sana.

"Fan, tolong aku. Nara, Fan, Nara."

Fano memicingkan matanya. Shesil di sebrang sana membuat dirinya bertanya-tanya. "Di mana perempuan sialan itu?" tapi mendengar nama Nara disebutkan oleh Shesil, Fano bertanya tidak sabaran.

"Tolong aku, Fan, Nara sudah gila, dia mau --- "

"Di mana kalian sekarang, kirim alamatnya ke gue, gue akan ke sana sekarang." Fano meminta alamat bukan berarti ia ingin menolong Shesil, tapi karena ia ingin memberi pelajaran pada kedua perempuan sialan itu. Perempuan yang sudah membuat wanitanya pergi. Kalau soal Shesil, Fano tidak peduli dengan perempuan itu, mati sekalipun Fano tidak peduli.

A Good Purpose (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now