a good purpose || 4

6.1K 785 327
                                    

"Mbak ayo kita pulang, Ibu Mbak sudah menelpon dan menanyakan kapan Mbak mau pulang?" Shopi menyusul bosnya yang sedang berada di stand minuman alkohol, dia menunjukan sebuah deretan pesan beruntun dari Mona, mama angkat Letta memang selalu begitu.

Letta melirik jam di pergelangan tangannya, masih pukul 12 kurang, ia lalu berdecak pada Shopi. "Lo balik aja sendiri, gue masih mau di sini," usirnya, lalu mengambil minumannya, entah sudah gelas yang keberapa, kemudian meneguknya sampai tandas. Pikirannya sedang kacau karena pertemuannya dengan pria itu. Pria dari masa lalunya yang telah menghancurkan hidupnya begitu dalam sampai Letta menjadi seperti ini.

"Mbak, Jangan minum terlalu banyak, Mbak bisa mabuk. Ayo pulang aja mending, Mba." Shopi menarik tangan Letta, tapi Letta langsung menepisnya kasar. Sejurus kemudian wajah Letta sudah memerah, marah.

"Gue bilang balik sendiri ya balik sendiri. Gue bukan anak kecil kayak lo, Bego." Bentaknya marah, Letta sudah setengah teler. Dia mengabaikan tatapan orang-orang yang melirik ingin tahu ke arah mereka. Meski di bagian stand itu tidak begitu ramai, tapi itu tetap saja membuat Shopi ingin menangis dibentak seperti itu oleh Letta.

"Lo cuma babu, babu kayak lo nggak berhak ngatur-ngatur gue," ucapnya sarkasme, lagi-lagi kalimat pedas bernada merendahkan menyakiti hati Shopi. Membuat Shopi berkaca-kaca.

Letta memutar bola matanya, jengah. "Mau nangis, lo? dasar cengeng, pulang sana. Gue nggak butuh babu lemah dan cengeng kayak lo." Lagi ucapan pedas itu dikeluarkannya.

Shopi tidak bisa menahan air matanya, dia menunduk dan menangis terisak pelan. Letta menatapnya muak, wajahnya begitu datar, tak terlihat merasa bersalah. Tapi siapa yang tahu jika di dalam hatinya, Letta sebenarnya merasa bersalah setiap kali dia bersikap kasar pada Shopi. Shopi perempuan yang kalem, gadis itu begitu polos dan terlihat lemah, dan Letta tidak suka itu. Karena itu mengingatkannya akan sosok dirinya sendiri di tiga tahun lalu. Saat di mana dirinya masih menjadi seperti Shopi.

"Pulang duluan lo, jangan ganggu gue lagi. Merepotkan." Lalu berjalan sempoyongan, mengabaikan tangisan asistennya. Berlama-lama di dekat Shopi hanya membuat Letta semakin ingat pada kebodohannya dulu. Letta benci setiap kali melihat asistennya. Benci pada gadis yang polos dan terlihat lemah itu. Dia tidak ingin Shopi menjadi seperti dirinya. Letta hanya ingin membangun mental si polos itu untuk tidak menjadi gadis lemah. Apa Letta salah?

"Dasar gadis tolol." Letta melangkah sedikit terhuyung menuju Om Oadhagar yang melambai padanya, menyuruh dirinya ke sana, akan tetap langkahnya terhenti karena seseorang menghadangnya dengan berdiri di depannya.

"Kita harus bicara," ucap pria yang baru saja dipikirkan olehnya.

Pria itu memandang Letta datar dan dingin. Membuat ketakutan itu dapat ia rasakan kembali. Namun Letta berusaha mengendalikan diri saat melihat pria itu kembali berdiri di depannya dan ia memasang raut yang sama datarnya. "Hmm," Letta merespon singkat, terkesan dingin dan tidak berminat. "Sayangnya saya tidak berminat berbicara dengan orang asing." Letta bergerak menjauh ketika pria itu mendekat. Dia menggeleng, lalu tersenyum begitu manis. Kemudian melenggang anggun, mengabaikan pria itu.

Tapi pria itu mengejarnya, sama seperti dulu, rupanya pria itu tidak menerima penolakan. "Ikut aku!" pria itu sudah mencengkram pergelangan tangannya dan menyeretnya.

"Lepaskan saya, kamu pikir kamu siapa narik-narik saya?" Letta meronta, tapi pria itu sama sekali tidak ada niatan untuk melepaskannya, malah mengencangkan genggaman tangannya dan terus menarik Letta.

Pria itu sudah akan membawanya kelorong sepi, ke bagian toilet, akan tetapi dihadang oleh pria lain yang juga akan ke toilet. Merasa mengenal Letta, pria itu mendekat. "Baby," lalu tersenyum senang saat melihat Letta. Seakan dia mendapatkan bonus besar-besaran.

A Good Purpose (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang