a good purpose|| 22

5.7K 765 99
                                    

Langit menutup mulutnya tak percaya saat Letta mengatakan itu, ia menatap Letta dengan sorot menuntut jawaban. "Apa maksudmu dengan dia sudah bahagia bersama Ibumu, Tta?" Langit bertanya, setahu Langit arti kata nenek yang Letta katakan itu berarti Ibu Letta, dan ibu gadis itu memang sudah meninggal. Apa itu berarti keponakannya?

Langit menatapnya terkejut. "Apa dia ..."

Letta terdiam, tatapannya tampak kosong sementara tangannya sudah kembali terkepal erat di sisi tubuhnya. Tapi kepalanya mengangguk. "Tuhan mengambilnya sebelum aku sempat melahirkannya," ucapnya dengan suara serak, yang masih bisa didengar oleh Langit dan itu cukup sebagai jawaban yang Langit butuhkan saat ini.

Jadi? Letta keguguran? Tapi kenapa? Apa yang terjadi sampai Letta keguguran?
Wajah Langit memancarkarkan tanda tanya besar, rasa ingin tahu yang Letta lihat dari tatapan Langit.

Letta menghela napasnya. "Aku tidak ingin membahasnya lagi Ka, semua sudah berlalu," ujarnya sebelum Langit bertanya lebih jauh. Biar bagaimanapun luka itu masih terasa basah di dalam ingatannya, ia tidak ingin membukanya lagi.

"Apa dia tahu soal ini?" Langit memilih mengalihkan pertanyaan, namun pertanyaannya kali ini membuat Letta. mengalihkan tatapannya.

Letta diam tidak mengatakan apapun, dan Langit cukup paham dengan keterdiaman Letta. "Kamu tidak pernah memberitahu tentang kehamilanmu?" tuduh Langit tepat sasaran, Langit menghela napasnya. "Kenapa kamu tidak mengatakan padanya Letta, ya Tuhan?" Langit tidak habis pikir.

Letta memilih diam, akan tetapi tatapannya terlihat beku dan dingin.

"Aku pikir setelah kamu melarangku memberitahunya saat itu, kamu memilih ingin mengatakannya sendiri, tapi ternyata tidak." Sesal Langit. Kalau tahu akan begini ia akan memberitahu Fano mengenai hal ini.

Langit mendesah frustasi, semua hal yang pernah terjadi di tiga tahun lalu masih membekas di hati Langit, bagaimana ia merasa bersalah karena telah membuat hubungan gadis yang pernah disukainya dengan abang tirinya berantakan. Kesalahan di masa lalu membuat Langit selalu merasa tidak bisa memaafkan dirinya sendiri apabila hubungan Letta dan abang tirinya tidak membaik.

"Aku pikir aku sudah lega karena berpikir kamu sudah memberitahukan tentang kehamilanmu padanya, ternyata aku salah. Jika saja aku tahu kalau kamu sama sekali tidak pernah memberitahunya aku tidak akan diam selama ini." Langit lagi-lagi menghembuskan napas beratnya.

Sesak. Hatinya kembali sesak? perkataan Langit seolah di sini ia yang salah. Apakah pria itu tidak tahu jika selama ini siapa yang telah begitu banyak menanggung luka? dia! tentu saja dirinya. Apakah ia salah jika ia tidak pernah memberitahukan tentang kehamilannya pada pria itu?

"Kamu tahu, Ka?" Letta menekan dadanya yang kembali terasa perih saat sayatan akibat luka dari perbuatan pria itu harus kembali ia buka. "Apakah aku harus mengatakan kepadanya tentang kehamilanku di saat dia sendiri bahkan menghamili perempuan lain?"

Kedua alis Langit mengkerut mendengarnya. "Menghamili siapa maksudmu?" tanya Langit dengan tangan yang mengepal. Kepalanya mulai memikirkan satu nama, dan jika ia tidak salah ingat ini pasti perbuatan kedua perempuan sialan itu. Nara dan Shesil.

Letta menunduk saat air mata hendak keluar dari kelopak matanya, ia menghapusnya kasar. "Kamu pasti tahu siapa perempuan itu!"

Benar, pasti ini memang perbuatan mereka.

"Tapi Tta, kamu sal --"

"Kamu tahu bagaimana hancurnya perasaanku saat itu, Ka?" Letta bertanya dengan sorot datar yang menatap Langit, tanpa mau mendengar perkataan Langit ia memotongnya cepat. "Sakit! Rasanya sakit sekali," katanya terkekeh pelan seolah mentertawakan luka yang pernah menggoresnya itu sebagai sebuah lelucon. "Kamu tahu sesakit apa perasaanku saat itu hingga aku memilih meninggalkannya?"

A Good Purpose (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now