TDD4: Started with an Apple

296 39 14
                                    

15.6.19

-----------

186

Thomas memegang erat tombak yang dia peroleh dari markas pemburu. Matanya menelusuri sekeliling yang lebat oleh pepohonan dan semak-semak. Siul burung terdengar menggema, meningkahi sunyi yang membalut sekitar. Langkahnya sangat hati-hati, berusaha tak mengganggu sunyi, selain yang disebabkan oleh makhluk-makhluk penghuni hutan ini. Namun, sejauh ini, dia belum mendengar tanda-tanda adanya kehidupan satwa, kecuali kicauan burung-burung itu. entah sudah sejauh mana dia memasuki hutan, bahkan seekor kelinci hutan pun belum dia jumpai. Mungkin dia melewati jalur yang salah. Entahlah.

Perhatiannya teralihkan saat dia mendengar erangan hewan, lantas burung-burung yang bertengger di dahan-dahan pohon di atasnya berterbangan panik. Dia menoleh ke sumber suara itu dan melihat Sonya mendekati buruannya yang sudah terkapar dengan anak panah menancap tepat di matanya. Tidak sia-sia Newt seharian kemarin menghabiskan waktu membuatkan busur dan beberapa anak panah untuk adiknya yang ingin ikut berburu.

"Kukira ada yang akan membutuhkan tenaga laki-laki untuk menggotong hewan itu." Menuding rusa hasil buruan Sonya, Thomas mendekat padanya.

Sonya tersenyum tipis. Bagaimanapun, dia tidak dapat menutupi kegembiraannya. Setelah lama berganti profesi menjadi penjarah, dan baru kali ini kembali berburu menggunakan senjata yang terakhir kali dia gunakan di percobaan labirin, rupanya keahliannya sama sekali tidak berkurang.

"Inilah yang kalian dapat jika membiarkanku berburu," ujar Sonya, membanggakan rusa tangkapannya yang memang cukup besar. Bahkan kakaknya sendiri, si ketua pemburu itu belum pernah mendapatkan yang sebesar itu.

"Seharusnya, kamu sedikit menghormati Newt dengan membidik yang sedikit lebih kecil saja," Thomas terkekeh. Kedua matanya tak lepas memandangi Sonya yang tengah mencabut anak panah dari tubuh rusa yang malang itu. Sudah lama sejak Newt datang ke Safe Haven, Sonya sekarang jauh lebih ceria. Dia lebih menyukai Sonya versi sekarang. Selain itu, dia mendapati lebih mudah akrab dengan Sonya setelah mengetahui dia dan Newt adalah saudara. Dan dia merasa Sonya seperti adiknya pula.

"Kamu baru saja menyemangatiku untuk membawa pulang lebih dari satu tangkapan, Thomas. Terima kasih." Sonya bangkit. Ditempatkannya anak panah yang telah dibersihkan itu ke tabung yang dia sampirkan di belakang punggungnya. Wajahnya dibelokkan pada Thomas. Bibirnya melengkung, tersenyum dengan pandangan meminta. Dengan tingkahnya itu, Thomas tidak dapat mencegah dirinya berpikir, mungkin Sonya juga sama menganggap dirinya adalah kakaknya. "Dan terima kasih telah bersedia membawakan rusa itu, Thomas."

Thomas melangkah lebih dekat. Dia membungkuk tepat ketika sesuatu terlontar entah dari mana, mengapung sejajar dengan kepalanya, lantas menabrak keningnya sebelum memantul dan jatuh ke tanah. Thomas mengaduh pelan. Dia mengusap keningnya yang memerah sebagai tindakan spontan. Pandangannya tak lagi fokus pada rusa itu, tetapi berputar mencari sesuatu yang terasa padat dan sedikit keras. Menyaksikan kecelakaan kecil itu, Sonya tak jadi melangkah. Rasa penasaran menuntunnya ikut mencari benda misterius itu.

"Bukankah tidak ada apel di menu makan hari ini?" Sonya bertanya saat dia memungut sebuah apel yang tergeletak di dekat kaki rusa itu.

"Ya, dan tidak ada pohon apel di hutan ini," Thomas mengangguk. Matanya membulat demi mengamati buah yang sudah berwarna merah itu. "Bisa kulihat?"

Sonya menyerahkan apel itu. Sorot mata Thomas yang penuh rasa ingin tahu, menatap apel seperti sedang menatap penemuan paling berharga di muka bumi membuat Sonya menyadari satu hal.

"Jangan katakan ini apel yang Aris lewatkan pada flat trans," Sonya melebarkan kedua matanya. Apel itu tiba-tiba menjadi sangat menarik.

"Berapa lama aku harus menunggu sampai apel itu terlontar dari flat trans di hutan ini?" Thomas mendekatkan apel itu ke matanya, memutar-mutarnya sehingga setiap mili bagian apel itu dapat dia periksa dengan detail. Kemudian, hanya perlu sekali melap apel itu dengan kausnya, Thomas menggigitnya. Tidak untuk dimakan, dia membuang hasil gigitannya dan menaruh perhatiannya pada bagian dalam apel itu. "Dan apel ini seperti baru saja dilemparkan. Masih segar. Tidak membusuk."

The Death DestinyWhere stories live. Discover now