9

2.8K 136 0
                                    

Keesokan harinya...
Aina duduk termenung di balkon kamar rumah Afnan. Menatap langit malam bertabur bintang yang sangat cerah. Tapi tidak hatinya. Hatinya sepi, kosong, sendiri. Aina meratapi nasibnya yang begitu tidak adil baginya. Tapi setiap Aina berpikir nasib yang tidak pernah berbaik pada dirinya, dia selalu ingat pesan Omanya.

"Jangan mengeluh sayang, jalankan apa yang sudah Tuhan gariskan. Jangan menyalahkan Tuhan. Kalau kamu sudah merasa sendiri, berdoa padaNya." Tak terasa air mata itu telah keluar begitu saja setiap mengingat pesan Omanya.

"Ya Tuhannn...., Aina ca-pe hiks A-aina ingin seperti bang Emyr dan Kak Aini." Ucap Aina sambil sesegukan.
"Salahkah Aiina lahir ke dunia ini?" Ucapnya masih dengan terbata-bata. "Tuhan, Aina juga udah gak kuat hiks harus menahan sakit di-tubuh ini." Lanjutnya masih dengan suara parau dan sesegukan.

Afnan melihat tubuh Aina bergetar yang terduduk di kursi balkon. Afnan mendengar semua ucapan Aina. Betapa sakit hatinya mendengar semua kesedihan yang dirasakan gadis ini. Gadis baik yang tidak bernasib baik. Perlahan air mata yang ditahan Afnan keluar juga. Dengan langkah pelan Afnan menghampiri Aina kemudian mengelus punggung gadis itu. Membawanya kedalam pelukan Afnan. Menjadikan dada Afnan sandaran untuknya.

"Sssttt udah jangan nangis lagi. Lo masih punya gue, Kak Agam, Bunda dan Ayah. "

"Gua nge-rasa gua sendirian didunia yang luas ini." Jawab Aina masih dengan sesegukan.

"Stop ngomong gitu. Lu masih punya kita dan Talita juga ada buat lo. Bahkan bi Imas juga."

Aina hanya menganggukkan kepalanya. Tangisnya semakin keras. Menumpahkan semua kesedihannya yang selama ini dipendam. Dan hari ini orang yang paling dekat dengannya tahu penderitaan lain yang dialaminya.

"Yaudah yuk sekarang kita makan dulu. Semua udah nunggu kita dibawah." Afnan melonggarkan pelukannya. Tangannya membingkai wajah peri kecilnya. Dihapus air matanya dengan ibu jarinya.
"Sekarang lo gak boleh sedih. Kalo ada apa-apa lo harus cerita sama gua. Gak boleh ada yang ditutupin." Aina mengangguk patuh. Afnan membawa Aina ke bawah untuk makan bersama dengan keluarganya.

Saat diujung tangga. Betapa terkejutnya Aina melihat sosok yang ia rindukan selama 1 tahun ini. Aina langsung menghambur kepelukan ayah bunda.

"BUNDAAA, AYAH. AI KANGEN BANGET SAMA KALIAN."

Bunda hany membalas pelukan Aina dengam senyuman di wajahnya. Begitupun Ayah dzaky tersenyum dan membalas pelukan peri kecilnya itu dan mencium pipi Aina. Kemudian ayah melepaskan pelukannya dan menyuruh Aina untuk duduk dan ikut makan.

Acara makan berlangsung hangat. Ayah membuka pembicaraan dengan menanyakan kabar Aina, yang berpura-pura tidak tahu masalah penyakitnya.

Biarkan Aku PergiWhere stories live. Discover now