2: strange day

395 29 1
                                    

"Permisi! Paket!"

Tsabita yang lagi main laptop di ruang tamu langsung nengok ke arah pagar rumah dan melihat mas-mas kurir sedang berdiri dan menggenggam kardus berukuran besar.

"Iya, sebentar!"

Tsabita bangun dari duduknya dan lari kecil menuju pintu rumah, memutarkan kuncinya ke arah kanan dan menghampiri kurir itu.

"Atas nama Tsabian?"

"Oh iya bener,"

"Kalau boleh tau, mbaknya yang nerima namanya siapa ya?"

"Oh... saya Tsabita Rosemary,"

"Tsab-Ros... siapa?"

Tsabita tersenyum hangat, "Mary aja." Kurir itu terlihat kikuk dan izin permisi dari situ.

Wanita ini masuk ke rumahnya lagi dan memanggil kakaknya karena paket ini punya kakaknya, "Abang! Paket lu nih!"

Gak ada satu menit, suara grasak-grusuk-gedebag-gedebug dari lantai atas terdengar dan menampilkan Tsabian dengan celana basket dan kaos oblongnya turun dengan buru-buru ke arah adiknya.

"Mana mana!?!?!"

"Itu di deket TV,"

"Akhirnya dateng juga!!!"

Tsabita yang ngeliat cuman geleng kepala aja, kakaknya belanja mulu kalo lagi ada diskon besar-besaran di online shop.

"Beli apaan lu?"

"Helm bogo,"

"Helm lu udah segudang bang buset helm mulu?!"

"Biarin kenapa sih, lu beli make up sama aja tuh muka gak nambah cakep,"

"Lah tapi banyak yang naksir, situ mana? Ada gak yang lo bantuin pake helm? Ada gak yang pegang tangannya pas di lampu merah? Ada gak yang meluk pinggang lo kalo di bonceng?"

Kalo udah adu bacot begini, Tsabian selalu kalah. Beda ya sama cewek. "Congor lu licin amat, tadi abis sikat gigi kumur-kumurnya pake oli?"

Tsabita ketawa licik karena argumen hari ini lagi-lagi dimenangkan olehnya.

"Eh bentar..."

Tsabita nengok ke abangnya yang sekarang duduk di sofa sambil ngeliat helmnya dari semua sisi. "Kenapa?"

"Kayaknya penjualnya salah ngirimin deh..."

"Nah loh gimana tuh,"

"Iya... Gue pesen yang ada logo Rolling Stone nya, kok yang dateng ini!?"

"Apa sih emang gambarnya?" Tsabita meraih helm itu dari genggaman kakaknya dan melihat bagian belakangnya yang memperlihatkan gambar botol wine melayang seakan sedang menuangkan isinya ke gelas. "Gila, auto mabok lu bang pake helm ini, beli helm gratis wine."

Lawakannya Tsabita gak di gubris karena Tsabian udah sibuk ngechat penjualnya buat komplain.

"Dek, buru lu mandi sekarang,"

"Udah mandi gua."

"Nah bagus, yuk temenin gue ke cafe depan kampus,"

"Hah? Mau ngapain?"

"Ini, nukerin helmnya. Untung penjualnya baik."

"Males ah?! Lagi mau streaming film nih, ganggu aja lu."

"Yaudah gue bilangin bunda lo kemaren jalan sama Jena, bukan ngerjain tugas di rumah temen,"

"Ih bajingan! Iya iya gue ikut!"







...









"Lama amat sih penjualnya, jauh banget emang rumah dia dari sini?"

Tsabita udah mulai ngedumel karena udah sekitar satu jam, dia dan kakaknya nunggu kayak orang bego bawa-bawa helm kesini. Harusnya penjualnya dateng duluan dong, kok ini malah pembelinya yang nunggu, batin Tsabita.

"Misi... mas Tsabian ya?"

"Oh iya iya... silakan duduk mas."

Gak lama, penjualnya dateng dengan helm dipelukannya. Helm yang seharusnya Tsabian pesan; ada logo Rolling Stone nya. "Ini ya mas helmnya, kemarin saya salah nempel label alamatnya..."

Tsabian tersenyum hangat, "Iya gak apa-apa mas, yang penting masnya bertanggungjawab. Terus mas mau nganterin helm lagi nih sekarang?" tanya Tsabian ketika melihat penjual itu membawa helm lainnya, helm yang bergambar botol wine. Helm yang sama dengan Tsabian pertama kali terima.

"Iya mas, janjian disini juga. Saya lagi nunggu orangnya, bentar lagi dateng kayaknya,"

Tsabian menganggukan kepala dan mengeluarkan asap dari dalam mulutnya. "Bang ih jangan ngerokok deket gua!" Adeknya emang cerewet kalo ngeliat abangnya ngerokok, apa lagi depan dia. Makin cerewet aja soalnya asapnya ke arah dia.

"Bawel amat kodir,"

"Lu nya rese!"

Tsabian tetep aja lanjut ngerokok dan mas penjual helm itu cuman bisa diem. Bukan urusan dia deh.

"Matiin rokoknya mas, gua pusing denger suara adek lo."

Suara berat tiba-tiba terdengar dari belakang Tsabita dan membuat tiga orang yang duduk di meja itu menoleh, laki-laki itu tidak peduli dengan reaksi yang ada disitu dan menghampiri mas penjual helmnya.

"Mas, saya mau ngambil helm."

"Atas nama Gantari?"

"Iya bener."

Mas penjualnya berdiri dan memberikan helm itu kepada laki-laki itu, "Ini mas. Maaf kemarin saya salah nempel label alamat,"

Laki-laki yang katanya bernama Gantari mengangguk maklum, "Iya santai aja. Duluan ya mas."

Sebelum lelaki itu pergi, Tsabian menahan tangan lelaki itu dan menatap dalam matanya, "Maksud lo apa tadi?" Gantari tentu tidak payah, ia akan menyelesaikan ini semua sampai akhir. "Adek lo udah teriak-teriak minta lo matiin rokoknya, kasian nafasnya. Kalo sakit juga bukan lo yang bayarin."

Tsabian mendengus, "Tau apa sih lo? Mending diem aja kalo gak tau apa-apa. Gak usah ikut campur." Gantari senyum tipis dan menjulurkan tangannya ke depan perut Tsabian, "Oke, gue ngaku gue salah. Gue minta maaf." Tsabian hanya menatap tangan itu, tidak ada niatan untuk menyambutnya. Tapi tangan Tsabita menyambut tangan itu dan tersenyum,

"Permintaan maaf lo gue terima. Gue minta maaf juga karena udah bikin lo pusing denger suara gue, sekalian juga minta maaf atas perlakuan abang gue."

Gantari terpaku, manis banget nih cewek, batinnya.


"Halo? Mas?"

Gantari kaget karena sudah sepuluh detik ia hanya menatapi Tsabita dengan wajah speechless-nya. "Eh... iya, kalo gitu gue duluan." Gantari langsung melepas tautan tangannya dengan Tsabita dan bergegas pergi dari situ. Tsabita dan Tsabian tatap-tatapan, kayaknya emang bener kalo laki-laki tadi agak sedikit aneh.

Sebelum benar-benar jauh dari situ, Gantari nengok ke belakang dan menatap Tsabita, "Semoga kita bisa ketemu lagi." ujar Gantari dan Tsabita hanya bisa tersenyum kikuk.






what the hell is just happening?

batin Tsabita dan seluruh orang yang ada di cafe itu.





...

OblivionWhere stories live. Discover now