3: trouble maker

304 34 1
                                    

"Kalian lagi. Gak bosen masuk ruangan ini terus?"

Kalau kepala sekolah dikasih kesempatan untuk liburan dua bulan ke luar negeri demi menjernihkan pikiran dari pekerjaan, bapak Edi udah pasti nerima tawaran itu tanpa basa-basi.

"Javas Gantari dan Yuta Arsen, udah capek sekolah ya?"

"Javas Gantari Agler, pak."

"Iya saya tau nama bapak kamu, saya kenal juga sama beliau. Gak usah koreksi omongan saya, nambah masalah aja kamu." Javas dan Yuta cengar-cengir, dua laki-laki yang baru duduk di bangku kelas dua SMA ini memang sudah langganan jadi penghuni tetap ruangan kepala sekolah sejak kelas satu. Udah gak heran kalau mereka yang masuk.

Kali ini mereka masuk ke ruangan kepala sekolah karena sudah mencoret-coret tembok kamar mandi dengan pewarna semprot, katanya mereka hanya ingin menyalurkan bakat seni yang mereka punya.

"Gambar apaan kalian disana?"

"Logo organisasi rahasia, pak." jawab Yuta,

"Tidak usah bercanda! Jelas-jelas itu gambar kelamin pria, tidak senonoh sekali. Bakat seni kalian perlu dicemaskan."

Lagi-lagi, Javas dan Yuta mengulum bibirnya karena sedang menahan tawa. Javas pengen banget ketawa kenceng karena jawaban Yuta yang aneh itu, kenapa bisa kepikiran. Gak pas juga untuk dijadikan jawaban kepada kepala sekolah.

"Buku catatan kejadian kalian udah hampir abis, sekolah bisa tekor karena uangnya habis untuk beli buku ini terus. Udah bisa dibilang langganan sama percetakan," ujar kepala sekolah itu sembari menulis masalah yang kini mereka lakukan dan memberikan cap sekolah serta tanda tangannya yang super ribet.

Pak Edi menatap kedua murid bermasalahnya dan membuka kacamatanya, "Point kalian sudah 100. Sebentar lagi kalian bisa ditendang dari sini. Entah secara hormat atau secara preman. Kalian yang pilih." Javas dan Yuta diam, ini sudah di puncak zona aman mereka. Harus pindah ke sekolah mana?

"Jangan keluarin kita, pak. Yang penting nilai kita kan bagus terus, Javas dan saya juga gak pernah keluar dari sepuluh besar..."

"Iya memang saya akui nilai kalian bagus, tapi saya gak tau itu beneran hasil dari otak kalian atau hasil dari nodong jawaban teman?!"

"Bapak gak boleh suudzon dong, kita beneran belajar pak."

Pak Edi terlihat berpikir, "Kalau tidak salah, dua minggu lagi kalian ada lomba kan di sekolah Pelita Harapan?" pertanyaan pak Edi membuahkan anggukan kepala dari dua murid itu, "Saya mau band kalian menang juara satu, kalau tidak kalian sudah tau hasilnya seperti apa..." Javas dan Yuta tatap-tatapan karena mereka senang bukan main.

"Siap pak! Nanti kita pulang sama piala juara satu!" ujar Yuta semangat, "Iya pak! Kita janji pak! Bapak mau kita bawain lagu apa untuk kategori lagu bebas?""

Kepala sekolah terlihat senang dengan antusias Javas dan Yuta, "Boleh saya request?"

"Boleh pak! Apapun kita nyanyiin buat bapak!"

"Hm... kalo gitu lagunya Queen yang Love Of My Life, itu lagu kesukaan saya."

"Siap pak! Bapak dateng ya nanti!"

"Iya iya, udah sana kalian balik ke kelas, belajar yang bener."

"Terima kasih pak!"

Javas dan Yuta keluar dari ruangan kepala sekolahnya dengan girang dan langsung semangat ngasih tau semua anggota bandnya untuk latihan sepulang sekolah.






...






Tsabita duduk di lobi sekolah, tapi kali ini bukan lobi sekolah dia. Sekarang Tsabita lagi di Bina Sejahtera, sekolah yang bakalan jadi tamu untuk acara sekolah dia. Jadi sekarang Tsabita dateng untuk ngasih undangan ke ketua OSIS mereka.

Kebetulan, temannya adalah ketua OSIS di Bina Sejahtera jadi gak perlu ribet-ribet nyari orangnya yang mana pake nanya ke orang-orang. Tadi Tsabita udah ngomong ke temannya itu kalo dia udah sampai dan nunggu di lobi.

"Mary!"

Oh iya, Tsabita nama panggilan buat bunda dan abang, di luar itu dia biasa dipanggil Mary, sedangkan Rose buat temen-temen bunda atau temen-temen abang.

"Oy, Dir!"

Temennya Mary, Dirga; tinggi, pinter, ketua OSIS, ranking gak pernah goyah kayak imannya, tapi judes. Makanya gak punya cewek. Dulu pacaran tiga tahun putusnya karena Dirga keliatan gak peduli padahal peduli setengah mati sampe bucin 24/7, semenjak itu belom punya pacar lagi.

"Nih undangannya, pada dateng ya!"

"Iya iya, jam berapa open gate-nya?"

"Jam empat, yang on time ok!"

"Okay, gue mau makan batagor nih di kantin, lo mau gak?"

"Traktir ya?"

"Iyeeee,"

Tsabita nyengir seneng dan Dirga ngerangkul temen deketnya itu ke arah kantin.







...








"Yut, kantin yuk."

Ujar Javas setelah baru selangkah keluar dari ruangan kepala sekolah, abis dimaki abis-abisan kok jadi laper.

"Yuk, cabut aja kelas ekonomi. Males gue liat alis bu Lina,"

Javas ketawa, "Kenapa dah emang alisnya?"

"Gitu dah... Alisnya naik mulu... Jadi gak paham gua dia lagi marah atau lagi seneng," lalu Yuta dan Javas sama-sama ketawa. Sambil berjalan menuju kantin, Javas terhenti karena pemandangan yang ia dapatkan tepat arah jam 12.

"Traktir ya?"

"Iyeeee,"

Suara percakapan dua orang itu terdengar samar di telinga Javas, hatinya berdegup kencang dan bawaannya pengen senyum terus.

"Yut,"

"Hah?"

"Si Dirga... udah punya cewek?"

"Setau gue sih belom, kenapa?"

Senyum Javas makin merekah, "Kita beneran ketemu lagi," batin Javas.





...




introducing you,

Dirgantara Kemal;—temen deket Tsabita karena dulu satu SMP, bisa deket karena sama-sama aktif di kegiatan sekolah, deep talk buddy-nya Tsabita

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dirgantara Kemal
;—
temen deket Tsabita karena dulu satu SMP, bisa deket karena sama-sama aktif di kegiatan sekolah, deep talk buddy-nya Tsabita.

OblivionWhere stories live. Discover now