2

244 39 0
                                    

Midam sejak tadi hanya duduk diam di sofa ruang tamu, menunggu orang tua si pemilik rumah datang. Kaki ber high heels hitam itu disilangkan.

Tak berapa lama terdengar bunyi mobil memasuki kawasan rumah.

Midam beranjak dari duduknya, membenarkan gaun hitam selutut dan rambutnya yang diikat ponytail dengan anggun. Mengundang pandangan kagum dari pemuda yang sejak tadi duduk di hadapannya.

Si pemuda mendahului Midam, membuka pintu depan dan disuguhi pemandangan perempuan paruh baya yang tampak elegan.

"Ayo berangkat, kalian pasti sudah lama menunggu." Ajaknya tepat setelah Midam berdiri di samping si Pemuda. Midam tersenyum kecil kemudian mencium tangan Ibu si Pemuda.

"Kau pasti tadi kehujanan kan?" Tanyanya ketika melihat goodie bag di tangan Midam. "Pasti anak ini terlambat menjemput, kan?" Ia menatap sinis pada sang anak.

"Tidak bunda, tadi memang aku ada yang diurus, sampai harus menerobos hujan." Midam menjawab sambil melangkahkan kakinya ke arah mobil yang pintunya sudah terbuka, ayah si pemuda menatapnya dengan senyum ramah dari balik kemudi.

Mereka akan pergi ke sebuah restoran untuk makan malam bersama, dengan keluarga Midam. Midam dijemput di kampus, dan karena kondisi pakaiannya yang tidak bisa dikata baik, si Pemuda menyarankan untuk mandi dan berganti pakaian di rumahnya, meskipun awalnya Midam menolak.

"Bagaimana kabarmu nak?" Ayah si pemuda bertanya begitu Midam dan anaknya menempati kursi belakang.

"Baik Yah." Sahut mereka bersamaan.

"Kaku sekali kalian ini." Celetuk bunda dari kursi depan. "Junho, ajaklah Midam berbicara, jangan kaya robot gitu dong." Junho, si pemuda hanya tertawa canggung. Sedangkan Midam tak menanggapi apa-apa.

Selama perjalanan tidak ada yang membuka suara. Tapi tidak berarti suasana menjadi tegang. Tiga orang lain di mobil cukup menyadari bahwa Midam tidak dalam kondisi benar-benar baik. Sepertinya efek terkena hujan, pikir mereka.

Begitu sampai, Midam langsung membuka pintu di sampingnya.

"Kau tak membukakan pintu mobil untuk calon istrimu, eh?" Bunda Junho kembali mengejek sang anak.

"Kupikir Midam bukan tipe perempuan yang suka diperlakukan seperti itu." Bela sang ayah.

"Benar bunda, kak Midam tidak terlalu suka hal seperti itu." Junho dan Midam mengekor pasangan orang dewasa itu menuju meja yang sudah ditempati oleh dua orang dewasa lain.

"Papa." Seru Midam ketika sampai di samping pria dewasa yang baru saja berdiri dari duduknya.

Pria itu memeluk Midam dengan hangat, kemudian melepasnya dan melirik ke arah wanita yang sejak tadi menatap dengan iri pelukan mereka. Midam menyadari itu, dan kembali memeluk sang Papa. Ia terkekeh pelan di dada sang papa. Mengundang kekekahan dari empat orang lain di meja itu.

Junho menahan gemas, jarang-jarang Midam akan terlihat lembut seperti ini. Selama ia mengenal Midam, hanya ketika bersama Papanya saja ia akan menjadi anak perempuan yang manis.

"Hei, sapa mama." Midam melepas pelukan pada sang Papa, dan beralih memeluk sang Mama.

"I miss you." Bisik sang Mama, sangat pelan hingga hanya Midam dan dia sendiri yang mendengar. "Miss you too, Mama." Balasnya tak kalah pelan.

Midam melepas pelukan sang Mama, kemudian duduk dikiri sang mama.

"Mari kita mulai makan malamnya." Keheningan mulai menyambut tepat setelah Papa Midam menyelesaikan kalimatnya. Bahkan dentingan alat makan yang beradu hanya terdengar sesekali dan sangat pelan. Mereka makan dalam diam.

Perfection in Imperfections : SEODAM (GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang