4

147 38 4
                                    

Seobin melangkahkan kakinya dengan malas. Ia hanya ada satu kelas hari ini, dan sudah berakhir setelah berjalan 30 menit. Sia-sia saja rasanya datang ke kampus.

Langkahnya diputar balik, malas melanjutkan ke kantin yang penuh. Ia malas jika harus berbagi meja dengan orang tidak dikenal. Lingkaran pertemanan Seobin terbatas. Bahkan mungkin banyak orang yang tidak menyadari eksistensinya.

Ia bukan mahasiswa yang aktif organisasi, tidak juga di kegiatan kampus. Hanya sesekali terlihat demi mengincar poin skkm. Bukan juga tipe mahasiswa pembuat onar atau yang sangat rajin.

Wajah tampan mungkin menjadi satu-satunya alasan beberapa orang masih menyadari keberadaannya.

"Seobin!" Langkahnya terhenti ketika suara familiar menyapa indra pendengarnya.

Sosok yang memanggilnya kini sudah berdiri di hadapannya. Badan mungil dengan kulit putih susu, kemeja putih sedikit kebesaran, dan kacamata bulat yang bertengger manis di hidungnya. Selalu cantik, batin Seobin.

Gadis sedikit merengut, "Makan!" Titahnya. Tangannya menarik tangan kanan Seobin tak sabaran.

"Lepas dulu." Seobin mencoba melepas genggaman tangan mungil di pergelangan tangannya. Tapi malah dihadiahi cubitan ganas.

"Tidak mau." Gadis itu malah semakin mempererat genggamannya pada Seobin. Pergelangan, bukan telapak tangan.

"Midamku bisa cemburu."

"Bodoh Bin." Gadis itu terus melangkahkan kakinya lebar-lebar.

Seobin hanya mengikuti dengan pasrah. Tak menolak ajakan makan gadis di depannya. Dia memang lapar, dan jika gadis ini sudah mengajak, alamat uang jajan Seobin terselamatkan.

Gadis itu mengadahkan tangannya ketika sampai di samping mobil Seobin.

Seobin yang paham langsung menggeleng. "Aku." Ujarnya singkat dan menggeser si gadis yang sejak tadi berada di samping pintu kemudi.

Gadis itu berdecak kesal. Tapi tetap melangkahkan kakinya dan mendudukkan diri di kursi penumpang.

"Kau berangkat dengan Midam?" Tanyanya ketika mencium sedikit aroma manis yang tertinggal di mobil Seobin.

Hanya anggukan yang didapat sebagai jawaban. Seobin fokus pada kegiatan menyetirnya.

"Aku yang lelah melihatmu begini." Gadis itu menghela nafas. Kepalanya disandarkan di jendela mobil. "Aku selalu mendukungmu, selalu dipihakmu meski kamu salah Bin. Ada aku, jangan sungkan buat cerita." Matanya berkaca-kaca, hatinya sakit setiap mengingat kisah Seobin.

Gadis itu bergerak cepat menghadap Seobin. "Apa aku perlu turun tangan?" Tatapannya menusuk tepat ke mata Seobin.

Seobin menggeleng. "Tidak perlu kak Shin." Ia menjeda kalimatnya. "Atau mungkin belum." Sambungnya dengan seringai tipis yang dibalas senyum miring si Kakak Shin.

Perfection in Imperfections : SEODAM (GS)Место, где живут истории. Откройте их для себя