10

122 28 5
                                    

Seobin melangkah dengan tergesa, Midam memintanya untuk bertemu di kantin fakultas pertanian siang ini. Selain tempatnya yang dekat dengan perpus pusat tempat Midam mengajar beberapa adik tingkat, kantin pertanian juga tempat yang jarang didatangi mahasiswa fakultas lain. Kemungkinan mereka bertemu orang yang dikenal sangat kecil.

Midam meminta Seobin menemui ayahnya. Tapi sebelumnnya banyak hal yang harus ia bicarakan.

Dari jarak lumayan jauh, suara ribut kantin sudah terdengar.

Langkah Seobin tetap pelan. Matanya melihat ke sekeliling kantin, mencoba mencari sosok yang mengajak bertemu.

Senyumnya mengembang tipis saat melihat Midam yang mengantri di salah satu stand makanan yang cukup ramai. Semuanya tampak berbaris dengan rapi sampai sebuah teriakan 'API' yang keras membuat barisan itu kacau.

Seobin melihat bagaimana kekasihnya terhimpit dan terdorong, kemudian jatuh terduduk. Suasana tetap riuh diatara teriakan orang-orang yang meminta untuk tetap tenang.

Midam meringis memegang perut saat Seobin sampai ke sisinya. Beberapa mahasiswi yang memcoba membantunya berdiri sebelumnya mulai menjauhkan diri saat Seobin melingkarkan tangannya ke bahu Midam yang mulai menangis.

Orang-orang yang tadi saling dorong menatap Midam yang digendong Seobin dengan pandangan bersalah.

"Bin, sakit, sakit." Hanya itu kata yang terus dibisikkan Midam.

Seobin meringis, langkahnya dipercepat, mengabaikan rasa sakit di kakinya. Begitupun dengan bahunya yang nyeri saat menahan beban.

                           *-*-*
Tangan Seobin bergetar, pikirannya mulai mengarah pada kemungkinan-kemungkinan terburuk. Waktu berjalan sangat lambat sejak ia menginjakkan kaki ke rumah sakit.

Di sebelahnya ada Wooshin yang menggenggam tangan Seobin, mencoba menenangkannya. Tangan kanan Seobin berdarah, sebelumnya tangannya mengepal terlalu kuat saat panik, sampai kuku melukai telapak tangannya sendiri.

Suara derap langkah kaki yang tergesa bahkan tidak bisa menarik Seobin keluar dari dunia mimpi buruk yang dibuatnya sendiri.

Ayah Midam menghentikan langkahnya tepat di depan Seobin. Kilat marah tampak dimatanya, tapi beberapa saat kemudian tampak meredup saat melihat pemuda di depannya itu mulai bergetar.

Ayah Midam terus memperhatikan sosok perempuan yang mencoba menyadarkan si pemuda di depannya.

Sekilas terbersit pikiran pada ayah Midam. Apakah anaknya benar-benar mencintai pemuda ini, atau awalnya berniat menolong.

Di saat seperti ini, Seobin cukup mudah terbaca, bahwa dia sakit.

Perfection in Imperfections : SEODAM (GS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang