..: Bab 10 :..

3.2K 621 40
                                    

Bayangan Ainsley mengenai Red Hills tidak berubah. Kastil tempatnya tinggal masih terlihat tegak, gagah, dan indah di saat yang bersamaan. Apa lagi ketika Ainsley sampai di sana, matahari senja musim semi bersinar dan menjadi latar belakang kastilnya. Membuat warna kastilnya benar-benar sewarna mawar. Karena hal itulah, tempat tinggalnya memiliki julukan Red Hills. Ainsley harus mengapresiasi leluhurnya karena telah membangun rumah mereka di tempat itu.

Orang yang tinggal di sana, seharusnya dipenuhi dengan kebahagiaan. Namun, hal itu sepertinya tidak berlaku untuk keluarganya. Jika saja kedua orang tuanya tidak bersikap egois, mungkin kebahagiaan itu bisa dia rasakan. Mungkin saja...

"Milady, kita sudah sampai," seru adik Mery lantang. Suaranya yang sedang dalam tahap pertumbuhan antara anak-anak yang berubah menjadi remaja terdengar unik. Wajahnya bahkan terlihat polos dan Ainsley menyukainya. Bukan rasa suka yang berhubungan antara pria dan wanita, tentu saja. Hanya saja, kepolosan itu kadang Ainsley temukan di wajah Zach meski usia Zach lebih tua darinya.

Mengingat Zach, dia juga menjadi teringat adiknya. Semoga saja sahabat baiknya itu mau berteman dengan Catriona. Terbiasa dengan lingkungan yang bersahabat, Ainsley ragu bahwa Catriona akan merasa nyaman dengan lingkungan London yang kaku dan penuh aturan.

"Mm, Milady?" seru kusirnya lagi yang membuat Ainsley tersentak.

"Oh. Aku melamun," ujar Ainsley dengan senyum terpaksa. "Terima kasih. Kau bisa ke dapur dan isi tenagamu sebelum kau kembali."

Si kusir mengangguk senang. Meninggalkan Ainsley di depan pintu yang masih tertutup rapat seorang diri. Ainsley menghela napas panjang. Masih berdiri di tempatnya untuk beberapa saat sebelum dirinya akhirnya menguatkan tekadnya. Dirinya sudah berada di sini. Tidak ada waktu untuk menjadi seorang pengecut.

Tangannya baru saja akan mengetuk pintu ganda di depannya ketika pintunya terbuka. Tipikal rumah bangsawan di mana tidak ada seorang pun tamu yang cukup cepat menandingi para pelayan di kediamannya.

"My Lady! Anda kembali!" pekik seorang wanita tambun dengan wajah ramah dan terlihat familiar untuk Ainsley.

"Lihatlah! Oh Tuhan! Anda tumbuh sangat cantik! Persis seperti apa yang Lady Catriona katakan!"

Bibir Ainsley terasa kering. Dia tidak sanggup berkata-kata apalagi ketika wanita tambun itu --yang masih belum Ainsley ingat namanya-- memeluknya dengan sangat erat.

Ainsley tidak terbiasa dengan sentuhan fisik. Di London, tidak ada hubungan yang seakrab ini. Namun sekali lagi, dia tidak lagi berada di London yang kaku. Dia berada di Highland!

"Uhm..." Hanya itu yang mampu Ainsley katakan ketika wanita tambun itu melepas pelukannya. Dia meringis dan mendadak menjadi bisu.

"Oh! Maafkan saya, Milady. Saya terlalu senang melihatmu di sini. Jika saja anak saya tidak mengatakan bahwa kau berada di luar sini sendirian, Anda pasti sudah mengetuk pintu seperti tamu! Padahal Anda kan pemilik kastil ini!" jawabnya menggebu.

Ainsley mengerjap. "Kau adalah Yemima?"

Wanita itu mengerjap senang. "Benar! Saya senang Anda masih mengingat saya!" pekiknya lagi. Dia lalu merengkuh lengan Ainsley. Sedikit menyeretnya untuk masuk ke dalam kastil dan menuntunnya untuk masuk lebih dalam.

Ainsley menemukan potret besar dirinya bersama Cartriona dan kedua orang tuanya di bagian besar. Tentu saja potret itu ketika dirinya masih kanak-kanak, bertahun yang lalu. Meskipun terlihat lama, namun potret itu terlihat terawat dan terjaga. Papa dan Mama tersenyum. Begitu pula dengan Ainsley dan Catriona yang tersenyum lebar sehingga rasanya bibirnya terlalu panjang untuk bisa tertarik melintang di antara kedua telinganya.

Something OddsWhere stories live. Discover now