..: Bab 14 :..

5K 597 85
                                    

Ainsley melangkah mundur ketika Hector maju selangkah. Bibirnya terasa kering dan tenggorokannya terasa diisi oleh pasir. Netranya masih menatap dada bidang pria di depannya. Pria yang katanya adalah tunangannya dan akan menjadi suami masa depannya.

"Tidak bisa berkata-kata, huh?" Hector kembali bersuara. Tangannya terangkat dan dirinya hampir menyentuh Ainsley ketika dia kembali tersadar. Terlalu cepat untuknya melakukan pendekatan setelah apa yang terjadi di istal. Apalagi saat ini Hector berada dalam kondisi yang tidak patut untuk bertemu dengan Ainsley.

Hector lalu berbalik. Mendekati kudanya yang dia ikat tidak jauh dari sana. Mengambil kemeja putihnya dan memakainya dengan gerakan cepat. Sementara itu napas Ainsley telah kembali dan kewarasan sudah merajai kepalanya. Dia bahkan harus mencubit pahanya agar tidak lagi tersihir oleh apapun yang Hector lakukan kepadanya.

"Sayangnya, saat ini Anda tidak bertanggung jawab atasku." Ainsley mengangkat dagunya tepat ketika Hector berbalik. Dia bisa melihat kilat amarah di netra Hector. Fakta bahwa perlawanan Ainsley atas kuasa Hector begitu mengganggu pria itu membuatnya senang. Jika dia ingin pertunangannya dengan pria itu berakhir, mungkin bisa sesering mungkin membuat pria itu kesal.

Suara kuda yang mendekati mereka lalu menyela keheningan. Sang Papa akhirnya sampai di danau ini dengan wajah sepucat mayat. Hector tidak akan bertanya mengapa keadaa sang laird bisa sampai seperti itu karena penyebabnya sudah jelas adalah putri sulungnya.

"Oh Tuhan. Aku tidak tahu kecepatan macam apa yang kau pacu karena sebelumnya kau berada tidak jauh dariku!" Ucapan Papa terdengar marah di telinga Ainsley. Napas Papa bahkan terlihat terengah dan pria besar itu segera turun tanpa menghiraukan kuda yang ia naiki membutuhkan air sama halnya dengan penunggangnya.

Langkah Graeme begitu besar dan mantap. Dan tanpa diduga oleh Ainsley, sang Papa memeluknya dengan erat. Graeme Thompson yang Ainsley ingat adalah sosok yang tidak pernah mengenal rasa takut. Tetapi menyadari bahwa tubuh besar yang memeluk dirinya bergetar karena rasa takut membuat Ainsley tanpa sadar membalas pelukan itu. Ada rasa hangat yang mengalir di dadanya yang menggantikan segala rasa kesal kepada sosok sang papa selama ini.

"Jangan menghilang seperti itu lagi, Lass. Kau membuat jantung Papa hampir berhenti." Ucap Graeme setelah melepaskan pelukannya. Tangan besarnya menangkup rahang Ainsley sehingga netra mereka bisa saling berhadapan. Rasa khawatir terlihat jelas di sana yang mana bisa membuat seseorang setangguh itu tampak rentan.

"Maaf, Papa." Ucap Ainsley yang mana membuat Graeme kembali memeluknya.

"Oh Tuhan. Kau memanggilku Papa!" Ainsley tersenyum di pelukan sang Papa. Ikut merasakan tawa sang Papa yang diam-diam dia rindukan.

"Apakah Papa harus mengadakan pesta karena kau akhirnya memanggil Papa sebagai Papa?" Ucapan Graeme kemudian membuat Aisnley tampak malu.

"Itu konyol." Wajah Ainsley memerah seperti bunga cherry yang Graeme sukai. Bukan tanpa alasan mengapa Sang Papa menjulukinya sebagai Cherry.

"Kau mungkin bisa mengadakan pesta itu Carrick. Setidaknya kau bisa mengumumkan pertunangan kami di sana."

"Yang mana mungkin bukan ide yang bagus, Reid." Graeme berbalik dan menatap dengan penuh peringatan kepada Hector. Dia sempat melupakan keberadaan pemuda itu di sini karena rasa senangnya yang meluap.

Kedua lord itu saling bertatapan selama beberapa detik. Hector jelas kesal karena usulnya ditolak. Sementara Graeme memiliki alasan tersendiri mengapa hal itu belum bisa dilakukan saat ini. Memaksa Ainsley tidak akan membuat hubungan mereka menjadi lebih baik lagi sementara apa yang Graeme inginkan adalah putrinya yang periang kembali lagi ke sisinya. Dia bahkan harus berpikir untuk membuat putri bungsu dan istrinya kembali lagi ke sisinya sesegera mungkin. Apakah dia harus ke London bersama Ainsley?

"Papa," Suara jernih Ainsley menyadarkan Graeme.

"Ya Honey?" Mata Graeme sedikit menyipit ketika dia tersenyum kepada putrinya.

"Apakah aku mendapat hadiah karena memenangkan balapan ini?" Tanya Ainsley kemudian.

"Apapun yang kau mau, Sayang."

Ainsley tersenyum lebar. "Aku ingin kembali ke sini, Papa. Tinggal di sini bersamamu sebagai putrimu lagi. Bolehkah aku melakukannya?"

"Apa yang membuatmu berpikir bahwa kau tidak bisa kembali ke sini? Rumahmu memang di sini, Cherry."

Mata Ainsley berkaca-kaca. Dia menunduk dan memainkan kancing kemeja Greame yang berada di hadapannya.

"Karena kau tidak pernah mengunjungiku selama di London, kupikir kau tidak lagi menginginkanku dan Mama ke dalam hidupmu, Papa."

***





Ada yang kaget nggak, gue up story ini?
HAHAHAHAHAHAHA.
Jan lupa vote komentarnya.
See ya....


Something OddsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang