* Lupakan (epilog)

1K 43 12
                                    


Genap 1 bulan saat kepergian Adibah yang sangat tidak terduga,  memang ini sudah kuasa Allah,  jodoh, kematian, riski itu sudah ditentukan sejak manusia itu belum lahir kedunia.

Keluarga Adibah,  umi Aisha masih merasakan atas kepergian anaknya,  dengan Atta dan istrinya Maryam sekarang tinggal dirumah umi Aisha guna menjaga uminya yang semakin hari keadaannya yang menurun.

Semua kegiatan yang dilakukan umi Aisha yang semula pulang pergi kebutik,  tidak dengan 1 bulan belakangan ini,  umi Aisha hanya memasak, sholat dan membersikam rumah dan berdiam diri dikamar itu saja.

Memang itu sempat membuat Atta dan Maryam yang cemas akan keadaan uminya,  tetapi mereka tidak ada putus asa untuk memberikan dorongan terhadap uminya.

Dengan keluarga Azam,  sama seperti biasanya tetapi tidak dengan Azam yang mana sekarang lebih dingin dari kemarin,  walaupun keluarganya pun sudah bersikeras untuk mencarikan jodoh untuknya pasti jawaban Azam hanya dengan berkata "Maaf aku tidak pantas untukmu yang terlalu baik,  aku masih dalam tahap memantaskan diri" itu lah jawaban yang keluar dari mulut Azam ketika hendak dijodohkan.

" Nak, " sapa umi Siti,  kepada Azam yang melamun saat sarapan.

"I-iya umi? " jawab gagap Azam yang baru tersadar.

"Lupakan nak" ucap sepontan dari abi Alif, dengan disertai tatapan sendu.

Azam paham arah pembicaraan abinya,  ia pun hanya tersenyum dan langsung pamit untuk berangkat keRs.  Setelah pamit ia pun keluar dari rumahnya dan mengendari mobilnya,  saat berada diperjalanan ia memberhentikan mobilnya disebuah toko bunga,  ini adalah rutinitas paginya saat akan kerumah sakit,  ia membeli bunga mawar putih dan merah kesukaan Adibah.

Yah rutinitas pagi 1 bulan belakangan ini sebelum keRS,  ia menyempatkan waktunya untuk mengunjungi makam Adibah dengan membawakan bunga yang mana setiap pulang dari makam ia akan membawa pulang kembali bunga yang sudah layu,  bunga yang kemarin ia bawa.

"Assalamua'alaikum bidadari surga" salam Azam dengan senyuman.

"Apakah kamu sudah bahagia disana?  Ah pasti dong kamu sudah bahagia buktinya kamu sudah melupakanku ya kan? " gerutu Azam dengan berbicara sendiri.

"Apakah kamu sudah menemukan pujaan hati disana?  Hemm aku harap si pangeran disana tak kalah ganteng dengan ku hehe" canda Azam yang hanya dibalas dengan angin pagi yang dingin.

Azam pun kembali sendu, dan mendo'akan Adibah,  lalu ia pun kembali dan pergi ke RS.

Saat sampai diRS ia langsung pergi kekamar fatimah,  yang mana kamar tersebut pun juga kosong tak berpenghuni.

Yah gadis kecil itu yang kuat bak wonder woman disebuah film itu pun sama meninggalkan dirinya,  tepat setelah 7 harinya Adibah meninggalkan Azam.

Azam pun hanya menengok kamar ini,  yang mana kamar ini mempunyai banyak kenangan tentang dirinya,  Fatimah bahkan Adibah.

Azam menghembuskan nafasnya dengan panjang, dan keluar dari kamar tersebut dan kembali keruangannya.

Kurang dari 1 jam,  Azam berkutik dengan berkas-berkas pasienya,  ada orang yang mengetuk pintu.

"Masuk" suruh Azam.

"Assalamua'alaikum " salam seseorang dengan jas hitamnya.

"Wa'alaikumsalam " jawab Azam dan mengalihkan pandangannya dari berkas tersebut kepada asal suara tersebut.

"Azka"

Yah Azka lah yang datang,  dan langsung memeluk Azam ala-ala cowok.

"Apa kabar? " tanya Azka.

"Alhamdullilah baik, silahkan duduk"

"Hehehhe tidak usah,  gue disini hanya sebentar" ucap Azka sembari tersenyum.

"Kenapa hanya sebentar? " tanya Azam.

"Yah gue disini hanya ingin berpamit kepada lu Zam hehehe" kekeh Azka.

"Pamit?  Mau kemana? " tanya Azam yang bingung.

"Mau nyusul  Dia" ucap Azka yang dengan penuh teka-teki.

"Astagfirullah, sadar kamu" kaget Azam.

"Hahahhaha maksud lu apa Zam? "

"Kamu nggk boleh putus asa seperti ini,  Allah akan murka deganmu" sulut Azam.

"Ha? " bingung Azka.

"Saya tau kamu,  terpukul atas kematiannya,  sama dengan saya akan tetapi pikirkan itu jalan yang salah"

"Wooooo bro kamu salah paham" ucap Azka.

"Gue mau pergi keMekkah,  Zam bukan pergi nyusul Adibah" jelas Azka.

Dan membuat Azam pun terperengah,  dan lega atas ucapan Azka.

"Maaf-maaf saya kira tadi ka..... "

"Hahahhaha sudah-sudah gue harus sampai dibandara kurang dari 30 menit ini" ucap Azka sembari melihat jam tanganya.

"Selamat ya,  semoga apa yang kamu niatkan akan berbuah hasil yang baik" ucap Azam dengan senyuman.

"Hahhaha iya mungkin ini pertemuan kita yang terakhir kali Zam,  setelah gue pulang dari mekkah gue akan menetap di Turki tempat asal gue dulu" ucap serius Azka.

Azam tercekat,  tidak bisa mengeluarkan kata-kata apapun.

"Yah gue akan melupakan yang disini,  akan tetapi tidak dengan kenangan kebaikan Adibah dan lu Zam,  gue ingin memperbaiki diri,  dengan niat hanya kepada Allah"

"Yaa Ka,  gue harap ini bukan terkhir kita bertemu, masih ada hari esok" ucap Azam.

"Yoi bro gue pamit ya,  dan Maafkan gue yang sempat egois" permintaan maaf Azka.

"Hahhaha tidak perlu minta maaf,  semuanya adil tidak ada yang menang, tidak ada yang kalah" ucap Azam.

" ya udah gue cabut dulu ya,  baik-baik disini Zam, semoga lu dapat jodoh yang sama baiknya kayak lu" ucap Azka sebelum pergi meninggalkan Azam.

Azam hanya tersenyum kecut,  apakah dirinya bisa menerima wanita lain selain Adibah,  yang mana cinta pertamanya,  walau raganya sudah tidak lagi hidup,  akan tetapi cinta ini masih tumbuh subur dihatinya.

"Assalamua'alaikum " salam Azka.

"Wa'alaikumsalam " jawab Azam sembari mengikuti arah perginya Azka yang berjalan keluar dari ruangannya.

Azam kembali duduk dikursi kebesarannya,  dan lagi-lagi ia teringat akan wanita itu Adibah lah yang namanya masih terukir rapi dihatinya.

Zulfa,  yah berbicara tetang Zulfa sejak hari dimana kematian Adibah,  ia tidak terlihat sama sekali diRS ini,  kabarnya ia mengurung dirinya dikamar,  ia merasa bersalah sebesar-bersarnya hingga ibunya membawa Zulfa pergi meninggalkan negaranya dan menuruti akan ucapan psiketernya Zulfa yang mana, Zulfa pun hilang akan kesadaranya akan dunianya.

Atas kepergian Adibah banyak sekali perubahan orang-orang disekitarnya,  mereka tidak bisa mencegahnya, ini sudah takdir.

Begitu besarnya pengaruh Adibah, wanita yang terkenal akan kesabaranya.

(Sesuatu yang pergi,  akan selalu ada tidak untuk dilupakan,  dan tidak untuk mengingat,  cukup dengan Do'a Yang dapat menyapa rindu itu)

.......

(Epilog)

Terimakasih :)

Make up 0r air Wudhu? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang