🏔[18] Janji Jiwa

4.4K 199 26
                                    

SETELAH kejadian di bukit Moko, rupanya Rimba belum puas untuk bertemu Stevia. Akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu lagi hari ini, setelah Rimba memberi tahu tempatnya Stevia menunggunya di sana, kedai kopi janji jiwa-di kawasan jalan Braga.

Cewek itu duduk di kursi dekat jendela dengan ditemani dua gelas Matchaberry yang sudah kosong, matanya berkali-kali memandang ponsel. Satu jam berlalu, nampaknya Rimba tidak memberi tanda-tanda akan muncul. Berkali-kali cewek itu melirik jam di pergelangan tangannya.

Hutan Rimba : Sori, aku ketiduran:')

Hutan Rimba : Terus, disuruh nganter Puput dulu nih ke mall. Gapapa?

Puput. Stevia tahu, cewek itu sepupu Rimba. Oke, bukannya cowok juga butuh pengertian?

Stevia : Oke:)

Hutan Rimba : Jangan ngambek ya, aku ke sana secepatnya. Love you😚

Stevia hanya tersenyum memandang ponselnya, hingga dia memesan segelas Matchaberry yang ketiga, membuat orang-orang yang berpikiran negatif mungkin akan berpikir bahwa Stevia hanya menumpang Wi-Fi di sana.

Tidak. Sama sekali tidak. Mohon maaf dan tidak bermaksud untuk pamer, tapi Stevia tidak butuh tethering hot-spot karena memakai kuota unlimited.

Dua jam berlalu, Stevia hampir menyerah namun ia ingat perjuangannya untuk sampai di sana. Hari ini, Rimba tidak menjemputnya-lebih tepatnya Stevia yang meminta untuk tidak di jemput. Membuatnya berjuang untuk sampai sana, dari mulai salah naik angkot, sampai hampir dilecehkan bapak-bapak kurang ajar.

"Udah lama banget, ya?"

Stevia yang sedang menyedot minumannya tanpa minat mendogak, seketika rasa lelah menunggunya hilang begitu saja. "Nggak, kok. Baru satu jam, hehe."

Bohong besar, satu jam dari mana!? Yang ada gue lumutan anjir! jerit Stevia dalam hati.

Napas Rimba nampak memburu, membuat Stevia mengernyit. "Kamu lari-larian? Sampe keringetan terus napasnya nggak teratur gitu,"

Rimba nyengir. "Puput kalo udah milih barang suka lama abis itu aku langsung buru-buru ke sini, I'm so sorry, princees."

Stevia terkekeh, "santai aja, gak apa-apa, kok. Lagian di sini seru, banyak orang."

Rimba menatap Stevia sendu, meraih tangan gadisnya dan diciumnya pelan. "Maaf."

"Untuk apa?"

Mata Rimba seolah ingin menangis, membuat Stevia malah menjadi khawatir. "Bikin kamu nunggu, aku kira pas aku dateng kamu bakalan udah ilang. Ngambek, kayak cewek kebanyakan. Tapi, kamu beda..."

Stevia tertawa kecil, mata menatap lurus ke depan, "kadang, menunggu itu seperti mendaki gunung. Meski tahu rasanya lelah yang ditopang di punggung dan kaki, namun saat mencapai puncak seketika lupa rasa sakit itu. Bahkan, bila perlu, ingin mendaki yang lebih ekstrim lagi demi mendapat puncak yang keindahannya abadi,"

Rimba terdiam, mencerna kata-kata Stevia. "Edel... aku jadi makin yakin, aku enggak salah jatuh cinta sama kamu."

Stevia terkekeh. "Aku hampir nyerah asal kamu tahu, aku hampir aja pergi tadi,"

"Kenapa enggak? Pengen ketemu aku?" kekeh Rimba geer.

"Geer," Stevia mendelik, "aku tuh ke sini perjuangannya gede tahu! Salah naik angkot karena gak fokus, bahkan hampir dilecehkan sama bapak-bapak berumur. Serem."

Climber CoupleWhere stories live. Discover now