22. Sumber Masalah

106 12 0
                                    

Semua orang berhak untuk mencintai, tapi juga memiliki kewajiban untuk menerima segala resikonya, cintanya bertepuk sebelah tangan contohnya.

***

Author POV

"Li !" Teriakan itu membuat Lili mencari siapa sosok yang baru saja memanggilnya.

Hingga dia melihat seseorang yang sedang berlari ke arahnya.

Lili menghembuskan nafas lelah, kenapa harus dia yang memanggil namanya kali ini? Batin Lili frustasi.

Ingin rasanya Lili pergi menjauh, pergi sebelum laki-laki itu sempat menghampirinya. Namun apa daya, kakinya serasa kaku, kakinya seolah sedang mendengarkan kata hati kecilnya untuk tetap tinggal dan mencari tau kenapa orang itu memanggilnya.

"Ya?" Hanya itu yang keluar dari mulut Lili begitu Gino berada tepat di hadapannya.

"Gue mau ngomong bentar, bisa?"

"Emm .. boleh."

Gino tersenyum lebar, lalu dia menarik tangan Lili dan membimbingnya menuju tempat duduk yang ada di taman sekolahnya, "Duduk Li."

Suasana sekolah yang sedikit sepi karena KBM untuk kelas 1 dan 2 masih berlangsung normal sedang mereka sudah tinggal menunggu pengumuman kelulusan, hal yang membuat Gino berani menghampiri Lili.

Setelah Lili duduk, Gino mengambil posisi duduk di sebelah Lili.

"Li, buat kejadian tadi pagi, gue bisa jelasin." Ujar Gino sedikit canggung.

"Jelasin apa? Jelasin kalau lo udah sering berangkat bareng sama dia?" Tanya Lili.

Gino menggeleng, "Nggak gitu Li."

"Nggak gitu? Terus apa dong? Jelasin kalau lo nggak pernah jemput gue lagi karna ada orang lain yang harus lo antar jemput?"

Gino terdiam kehilangan kata-kata.

"Itu yang lo maksud dengan urusan penting sampai-sampai lo nggak pernah mau jemput dan pulang bareng gue lagi kan?" Lili kembali menghujani Gino dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat Gino semakin tersudut.

"Li—"

"Kalau tujuan lo ngajak gue ngomong cuma mau bahas masalah itu, gue udah tau, gue balik." Lili berdiri dari duduknya.

Tangan Lili ditahan oleh Gino, "Biar gue antar."

Lili menarik tangannya, "Lo antar? Emang lo masih hafal jalan ke rumah gue?" Tanyanya kecewa.

"Gue nggak mungkin lupa Li, gue nggak cuma sekali dua kali ke rumah lo."

Lili tersenyum pelik, "Oke kalau lo masih ingat, tapi bukannya lo harus antar balik pacar lo?"

Gino terdiam membisu, dia tak menyangka bahwa Lili telah mengetahui hubungannya dengan Gilda.

Sedang Lili memilih meninggalkan Gino yang masih saja membeku tatkala mendengar pernyataan dari Lili.

Menyadari Lili yang semakin menjauh, Gino berlari menghampiri gadis itu, bagaimanapun dia telah berniat untuk mengantar pulang gadis itu hari ini, tidak peduli apapun masalah yang akan timbul selepasnya.

"Li, gue anter !" Gino menarik tangan Lili paksa menuju mobilnya.

"Lepas No ! Gue nggak mau disebut pelakor !" Lili berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Gino.

"Masuk !" Perintah Gino.

Mau tak mau, Lili mengikuti perintah Gino, kali ini Lili tidak akan peduli dengan omongan orang tentangnya. Kalaupun ada yang menuduhnya pelakor, maka dia pastikan orang itu bukan penonton setia drama cinta segiempatnya.

Gino mulai melajukan mobilnya meninggalkan area parkir sekolah, sedang Lili mengirim pesan singkat kepada Renaldi bahwa hari ini dia pulang bersama Gino. Dia yakin, Renaldi akan menghujaninya dengan pertanyaan bagaimana bisa, namun dia tak ambil pusing, dia akan menjelaskannya nanti, saat dia tidak lagi bersama Gino.

"Mau makan dulu nggak Li?" Tanya Gino melunak.

Lili menggeleng, "Apa kata orang kalau gue kepergok makan bareng pacar mantan sahabat gue sendiri?"

"Li .. gue bisa jelasin."

"Oke gue bisa dengerin."

Gino menghembuskan nafas lega, setidaknya gadis di sampingnya ini memberikan dia kesempatan untuk menjelaskan semuanya, "Oke, lo tau kan kalau Gilda sakit?"

"Sakit apaan dah, jangan ngada-ngada." Lili nampak tidak kaget dengan pernyataan Gino, hal yang membuat Gino sedikit bertanya kenapa perempuan ini tidak ada rasa khawatir sedikit pun pada Gilda, apa sebelumnya Lili memang sudah tau bahwa Gilda sakit? Entahlah, dia juga tidak tau.

"Gue nggak ngada-ngada Li, gue lihat sendiri rekam medis dia, di kafe malam itu." Jelas Gino.

"Dan lo percaya gitu aja?" Tanya Lili tak habis pikir.

"Dia ngasih gue rekam medis dia Li, mana mungkin dia bohong? Mana mungkin dia bisa palsuin rekam medis dia sendiri?"

"Terus?"

"Dia bilang umurnya nggak akan lama lagi, dia sedih hidup sendirian, dia butuh orang yang bisa support dia, lebih lagi, Renaldi yang tiba-tiba mutusin dia. Lo, sahabatnya yang malah seolah-olah masa bodoh dan makin dekat sama Renaldi yang notabene nya adalah mantan dia, itu semua bikin dia makin frustasi."

"Rekam medis bisa dibuat, bisa juga salah, cerita juga bisa dibuat, bisa juga dilebih-lebihkan." Komentar Lili.

"Palsuin rekam medis dan ngarang kalau umur dia nggak akan lama? Kalaupun iya, itu konyol banget Li." Ujar Gino lelah.

"Udah tau konyol, masih juga lo jadiin pacar." Gerutu Lili yang masih bisa didengar oleh Gino.

"Li ! Lo kenapa jadi kaya gini? Dia sakit beneran dan lo nggak ada empatinya sama sekali? Li, dia itu sahabat lo, orang yang dulu pernah sangat dekat sama lo."

Lili menarik nafas panjang lalu menghembuskannya, "Oke gue jelasin, pertama kalau tujuan lo jadian sama dia karena dia sakit dan bakal mati bentar lagi, selamat lo kenapa tipu. Kedua, kalau dia bilang Renaldi yang tiba-tiba putusin dia, selamat, lo kena tipu lagi. Dan yang terakhir, kalau lo bilang gue dekat sama Renaldi sebelum mereka putus, selamat, lo dapat tripple kill."

Gino menghentikan laju mobilnya secara tiba-tiba, membuat Lili hampir saja terantuk dashboard, beruntung dia menggunakan seatbelt, "Lo apa-apaan sih No tiba-tiba ngerem gini, bahaya tau !" Protes Lili.

Gino menatap Lili serius, "Lo lagi nggak bercanda kan Li?"

Lili mengangkat bahunya acuh, "Apa gue kelihatan lagi bercanda?"

Gino menggeleng tak percaya, jadi selama ini dia ditipu habis-habisan oleh kekasihnya sendiri?

"Pertama, papa tirinya dia yang sangat sayang sama dia itu seorang dokter, mudah aja dia bikin rekam medis palsu, gue nggak mikir ini ulah papa tirinya, tapi bisa aja dia punya akses buat bikin itu. Kedua, gue yakin lo juga tau gimana Renaldi ke Gilda, nggak mungkin Renaldi lepas Gilda gitu aja. Ketiga, gue dekat sama Renaldi itu di hari yang sama selepas lo jadian sama Gilda, jadi lo bisa mikir sendiri."

Gino masih terdiam, dia makin tak percaya.

"Atau sekarang lo hubungi pacar lo, dan lo ajak ketemu dia, lo tanya langsung ke dia, biar lo bisa tau ekspresi dia, dia bohong apa enggak."

Dan tanpa pikir panjang, Gino mendial nomor Gilda, hari ini dia harus mengakhiri semua kekonyolan ini.

Antara Kita (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang