Chapter 3: The End?

3.1K 492 28
                                    

Y/N — Your Name

"Lama-lama kau juga akan terbiasa.", kira-kira begitu ucapan orang-orang ketika kuceritakan nasib malangku yang terus berulang setiap harinya.

Meskipun aku sudah mulai terbiasa, semua proses yang telah kulalui benar-benar menguji kesabaranku.

Ditambah pekerjaanku yang semakin hari semakin membuat isi kepalaku terasa penuh dan ingin meledak.

Pekerjaan menumpuk. Klien 'banyak mau'. Bos perfeksionis —plus housemate menyebalkan.

Lengkap.

Terkadang hari Sabtu yang semulanya menjadi salah satu hari liburku turut bertransformasi menjadi hari kerja, baik setengah hari maupun full day. Tak jarang pula, pekerjaan yang tak sempat kuselesaikan sepenuhnya di kantor harus kubawa pulang guna mengejar deadline.

Syukur seribu syukur, akhirnya aku dapat merebahkan tubuhku santai di atas sofa pada Sabtu sore yang cerah ini.

"Bahkan aku hampir lupa seperti apa saat-saat santai itu.", kupejamkan mataku dengan kedua tangan yang menengadah keatas, menopang dari balik kepala.

Kutarik nafas dan menghela secara teratur. Nikmatnya.

Sesekali kumenatap kearah luar pintu kaca geser menuju balkon yang sengaja kubuka, menampakkan langit biru bercampur sedikit warna oranye dengan hiasan gumpalan bak kapas disana.

"Ng?", aku tertegun saat menyadari sesuatu yang sedikit janggal.

Benar juga, rumah ini terasa sepi. Tak seperti biasanya.

Tak setiap pagi namun sering, kudapati Jaehyun terlelap di sofa yang berhadapan langsung dengan televisi. Bermain gim konsol hingga larut dan tertidur disana hingga esok harinya.

Ketika kumembangunkannya, ia akan segera masuk ke dalam kamarnya. Bukan untuk melanjutkan tidurnya, melainkan memainkan gitar listrik yang didukung oleh speakernya itu.

Lalu, ia akan pergi keluar pada siang hari.

Anak itu memang aneh sekali.

Pagi tadi pola-pola kebiasaan Jaehyun tersebut tak nampak. Pemandanganku sehari-hari—cucian piring yang menumpuk— juga tidak ada.

"Apa ia pergi?"

Jika iya, tak biasanya ia pergi sepagi itu.

"..."

"

..."

"..."

"Untuk apa aku memikirkannya?!", kusangkal diriku sendiri sesaat setelahnya seraya tertawa kecil.

Saking tidak pedulinya aku dengan Jaehyun, aku baru menyadari ketidakberadaan lelaki itu setengah hari setelahnya.

Aku terdiam. Apa sebegitu tidak peduli aku dengannya?

Seketika aku merasa seperti housemate yang sangat buruk. Lagipula, ia sendiri yang berkata untuk mengurusi urusan masing-masing!

Jadi langkah yang kuambil sudah tepat dengan tidak mempedulikannya. Benar bukan?

🏠LIVING TOGETHER: Jaehyun JungWhere stories live. Discover now