Lima

150K 16.7K 2.2K
                                    

P E M B U K A

Dengan peluh membanjiri wajah, Diaz berlari ke tepi lapangan sembari mendrible bola basket

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Dengan peluh membanjiri wajah, Diaz berlari ke tepi lapangan sembari mendrible bola basket. Regal, Satria, Raga, dan Aldo yang semula bermain bersamanya sudah terlebih dahulu menepi sejak sepuluh menit yang lalu. 

"Ada yang mau ikut ke makam Elang? Hari ini tepat satu tahun Elang pergi," ujar Diaz lalu duduk di samping Regal.

Kedua kaki cowok itu diluruskan untuk menghindari cidera. Diaz yang tidak bisa tinggal diam, terus memainkan bola basket. Menjadikan telunjuk tangan kirinya sebagai poros rotasi bola basket yang ia mainkan.

"Udah satu tahun, ya? Rasanya baru kemarin gue jadi manusia pengecut, lemah, yang nggak bisa ngelakuin apa-apa buat Elang," ujar Regal mengingat momen yang selalu menjadi mimpi buruk.
Satu tahun yang lalu, sepulang sekolah ia dan mendiang Elang berboncengan pulang sekolah. Ia sengaja memilih jalan pintas.
Peringatan dari Diaz mereka abaikan. Ia nekat melajukan motor melewati jalan yang biasa menjadi tongkrongan geng Dragon. Jaket DAREDEVIL yang dikenakan pun mengundang anak-anak Dragon untuk menyerangnya.

Regal pengecut saat itu hanya mampu diam di motornya saat tubuh Elang yang berada diboncengan ditarik kuat hingga jatuh ke aspal disusul tendangan dan pukulan tongkat baseball.

Lolongan kesakitan Elang terdengar begitu jelas saat tempurung lututnya menjadi sasaran kebiadaban geng Dragon. Regal masih ingat persis bagaimana tawa iblis itu mengudara mendengar permohonan Elang yang dibalas dengan pukulan keras yang mengenai kepala belakang.
Baru setelah Elang kehilangan kesadaran, anggota Dragon berhenti menyerang dan meninggalkannya begitu saja. Regal yang masih mematung tak bisa berpikir pun mendapatkan satu kali pukulan tongkat baseball di punggungnya. Tubuhnya ambruk jatuh tak sadarkan diri.

Dan begitu membuka kelopak, ia mendapati orang-orang dalam keadaan berduka. Mereka kehilangan seorang teman.
Ya. Elang pergi karena memiliki seorang teman pengecut seperti dirinya yang tidak berguna.

"Kita nggak ada yang nyalahin lo, Gal. Gue paham sama posisi lo saat itu. Lo juga sama terancamnya kayak Elang," ujar Aldo menepuk pundak Regal lalu mengguncang pelan pundak cowok itu.

"Jadi, siapa yang mau ikut gue ke makam Elang?" Diaz mengulang kembali pertanyaannya.

Aldo, Regal, Raga, dan Satria mengangkat tangan yang berarti mereka semua akan ikut Diaz untuk berkunjung ke makam Elang, sahabat mereka.

"Pulang sekolah ngumpul di depan gerbang, kita otw bareng."

"Gue mau jemput adik gue dulu, kalian duluan aja. Nanti gue nyusul," ujar Aldo.

"Kita temenin jemput adik lo, habis nganterin adik lo sampe rumah baru kita ke makam Elang. Kita harus tetep kompak, biar Elang tahu kita masih menjaga baik persahabatan kita," ungkap Diaz yang disetujui oleh yang lainnya.

"Kantin dulu," ujar Aldo lalu menarik kerah seragam Regal agar ikut berdiri bersamanya. Dua cowok itu melenggang terlebih dahulu.
Diaz pun ikut berdiri tak lupa mengajak Regal.

I CAN SEE YOUWhere stories live. Discover now