Sembilan

116K 14.6K 1.7K
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Di!" protes Aldo bingung saat Diaz menarik tangannya, memaksanya ikut berlari.

"Di? Lo kenapa?" panik Aldo menatap wajah Diaz yang memerah. Aldo yang masih belum memahami situasi, hanya berusaha mengimbangi langkah Diaz yang akan membawanya entah kemana.

Bukan hanya wajah Diaz yang tiba-tiba memerah, keringat juga bercucuran mencetak jelas lekuk tubuh di balik seragam yang Diaz kenakan. Satu lagi, Diaz beberapa kali memaksa memejamkan mata yang ingin terus melotot.

Tidak ada penjelasan apapun dari Diaz, Aldo yang berusaha menuntut penjelasan pun terus diabaikan. Merasakan cengkeraman Diaz yang menguat, Aldo yakin jika tidak ada yang baik-baik saja pada cowok itu.

Mendengar derap langkah lain, Aldo menoleh ke belakang. Rupanya yang lain menyusul; Raga, Satria, dan Regal.

Awalnya memang mereka tengah makan siang di kantin, menghabiskan semangkuk soto ayam dan sebotol teh yang dibelikan oleh Diaz. Tiba-tiba saja Diaz berdiri dan tanpa penjelasan menarik Aldo untuk ikut bersamanya.

Aldo mengernyitkan kening saat menyadari jika Diaz membawanya ke belakang gedung kosong yang letaknya di pojok kanan sekolah. Dulunya itu adalah gudang namun sudah lima tahun belakangan ini bangunan itu tidak digunakan dan dibiarkan begitu saja.

Diaz melepaskan tangan Aldo lalu  jongkok di atas tanah gersang yang ia pijaki. Aldo menggaruk kepalanya bingung harus mengambil sikap seperti apa. Terlebih saat Diaz memukul tengkuknya sendiri. Tak lama kemudian Satria dan Regal sampai di tempat dengan napas terputus-putus.

"Di," panggil Satria memegang bahu kiri Diaz yang tiba-tiba diam mencengkeram tanah kuat-kuat.

Cukup lama terdiam, tangan cowok itu terangkat dan mendarat di punggung. Diaz menepuk punggungnya tiga kali lalu menatap ke arah Satria yang berdiri paling dekat dengannya.

Anggukan kepala Diaz membuat Satria mengernyit bingung.

"Tolong bantu pukul punggung gue," ujar Diaz dengan suara parau lalu kembali menunduk.

"Cepet, gue udah nggak tahan," pinta Diaz saat Satria tidak kunjung melakukan apa yang ia minta.

Satria menatap yang lain, anggukan mereka membuatnya berani memukul punggung Diaz dengan pelan karena takut menyakiti.

"Yang keras!" teriak Diaz.

"Lakuin, cepet," geram Diaz dengan suara seperti menahan rasa sakit.

Akhirnya Satria pun memutuskan untuk mengabulkan permintaan Diaz. Kekuatan ia kumpulkan di kedua tangannya sebelum akhirnya pukulan kerasnya mendarat di punggung Diaz.

Diaz tersungkur bersama dengan darah segar yang berhasil ia muntahkan. Sahabatnya panik dan mengerubungi cowok itu. Dibantu mereka, dengan sisa-sisa tenaganya Diaz berusaha untuk duduk.

"Lo nggak papa, Di? Kita ke UKS aja atau langsung rumah sakit?" tawar Raga khawatir dengan kondisi Diaz.

Diaz menggeleng. Punggung tangannya mengusap dagunya yang berlumur darah yang tadi ia muntahkan. Cowok itu menatap ke bawah, seragamnya pun tak luput dari darah.

"Bisa tolong teleponin bokap gue suruh jemput?" pinta Diaz lemas.

Punggungnya ia sandarkan pada tembok bangunan kosong. Sementara tangannya sibuk membersihkan darah yang menodai beberapa titik tubuhnya.

"Bentar, gue yang teleponin," ujar Regal.

Diaz diam, mencoba mengatur napas untuk menetralisir tubuhnya.

"Gimana? Om Allfred bisa dihubungi?" tanya Satria setelah Regal mengantongi kembali ponselnya.

"Udah mau otw," sahut Regal.

"Kita mau nunggu di kelas atau di UKS, Di?"

"Sini aja, gue harus nunjukin darah itu ke Daddy," sahut Diaz menunjuk ke arah darah segar yang tadi ia muntahkan.

Semua pasang mata tertuju ke arah darah yang sudah merembes ke tanah. Mereka cukup ngilu melihat darah sebanyak itu. Untuk ukuran muntah darah, volume darah yang Diaz keluarkan terlalu berlebihan. Jarang ada kasus seperti yang Diaz alami. Padahal sebelumnya Diaz terlihat baik-baik saja.

Sepuluh menit menunggu akhirnya penantian Diaz terbayarkan. Ayahnya datang bersama Key yang langsung membuat keempat sahabat Diaz menjauh, memberikan ruang pada Allfred dan Key.

"Apa yang kamu rasakan, Di?" tanya Key.

"Sebelum muntah, perut aku nyeri banget. Terus mata juga panas dan penginnya melotot terus. Setelah muntah cuma lemes doang, Om. Sama agak dingin."

"Tunjukin tanganmu, Di," pinta Allfred merasakan hal aneh pada tangan putranya.

Tak banyak berkata, Diaz pun mengulurkan kedua tangannya ke arah Allfred. Hanya tangan kanannya yang dipegang oleh ayahnya. Diaz pun menarik kembali tangan kirinya.

Dengan telaten Allfred membersihkan darah yang sudah hampir mengering di tangan kanan putranya dengan sapu tangan. Tatapan pria itu enggan beranjak dari telapak tangan putranya, ada kejanggalan yang ia temukan di sana.

"Lihat tanganmu, Di, Tapi ini nggak sakit, kan?" tanya Allfred menekan bagian tangan Diaz yang berwarna biru keunguan.
Diaz menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan ayahnya.

"Key," panggil Allfred meminta Key untuk memeriksa tangan Diaz lebih lanjut.

Lewat isyarat mata, Key menyampaikan apa yang ia tahu dari jejak yang tertinggal di tangan kanan Diaz.

"Jauhi cewek aneh itu," ucap Allfred yang sepenuhnya tidak dimengerti oleh Diaz.

"Cewek? Siapa yang Daddy maksud? Bisa jelasin lebih spesifik," pinta Diaz.

Allfred memejamkan mata untuk menerawang tentang cewek yang ia maksud.

"Yang kamu sebut aneh. Yang tadi pagi lempar pot ke arahmu. Terus kalian nggak sengaja tabrakan di koridor," ujar Allfred masih dengan matanya yang terpejam. Diaz tahu, dari ekspresi wajah ayahnya, ayahnya pasti tengah berusaha keras menyelidiki siapa cewek itu.

Sementara Allfred, Key, dan Diaz sibuk dengan kegiatan mereka, Aldo, Raga, Satria, dan Regal justru bingung dengan interaksi Diaz dan ayahnya. Mereka tidak paham dengan arah bicara mereka yang kerap kali sulit dicerna akal.

"Oh cewek itu. Emangnya kenapa?"

"Ada tiga kemungkinan," ujar Allfred.

"Dia jalan menuju mautmu, atau dia jodohmu," sambung Key.

"Bisa juga dia jodoh sekaligus jalan menuju mautmu," ujar Allfred.

TBC

TBC

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I CAN SEE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang