Widya : Lanjutan 3

15.8K 663 9
                                    

Observasi berakhir ketika pak Prabu mengantar rombongan kembali ke rumah beliau. Ketika kembali, Wahyu dan Anton bertanya, dimana kamar mandi. Ia tidak menemukan tempat itu di tempat mereka menginap. Rupanya, setiap rumah di desa ini tidak ada satupun yang punya kamar mandi.

Alasan kenapa tidak ada satupun rumah yang memiliki kamar mandi adalah karena sulitnya akses air. Tapi, pak Prabu menjelaskan, di bagian selatan Sinden, samping sungai, ada sebuah bilik dengan kendi besar di dalamnya, disana, bisa di gunakan untuk mandi.

Tidak berhenti di situ, pak Prabu mengatakan bahwa, mulai hari ini, kendi di dalam bilik akan di usahakan selalu terisi penuh. Terutama untuk mandi anak-anak perempuan. Untuk laki-laki, bisa mengisi air di kendi dengan cara menimba air dari sungai.

Semua anak tampak paham. Meski muka Wahyu dan Anton tampak keberatan, namun mereka tidak dapat melakukan apa-apa. Sekembalinya ke penginapan, Widya melihat Nur tengah tidur. Hari itu di akhiri dengan rapat dengan semua anak, lalu kembali ke kamar untuk mengerjakan laporan.

Sore menjalang malam. Nur sudah bangun. Saat itu juga, Widya memintanya untuk mengantarkan dirinya pergi ke kamar mandi di bilik samping Sinden. Awalnya Nur tampak tidak mau, tapi karena di paksa, akhirnya ia pun ikut dengan catatan, Nur adalah yang pertama masuk bilik.

Widya setuju. Ia gak berpikir aneh-aneh. Selama perjalanan, ia melihat setiap rumah yang di lewati. Rata-rata sama, semua rumah tepan (tembok di depan) kiri-kanan dari gedek (bambu dianyam). Langit sudah merah, dan setelah menempuh jarak lumayan, akhirnya mereka sampai di Sinden.

Bangunan Sinden itu menyerupai candi kecil. Bedanya, kolamnya persegi 4 dengan air yang jernih tapi berlumut. Setelah mencari-cari dari Sinden, ketemulah Bilik itu tepat di samping pohon Asem yang besar sekali, rindang, tapi mengerikan. Sempet ragu, tapi Widya bilang lanjut.

Rupanya benar, ada kendi besar di dalam bilik itu. Air juga sudah penuh di dalam kendi, Nur pun masuk, sementara Widya menunggu di depan bilik. Matanya tidak bisa melepaskan diri dari bangunan Sinden yang entah kenapa seolah menarik perhatianya. Di sampingnya, ada sesajen itu.

Dari dalam bilik, terdengar suara air bilasan dari Nur, setelah mencoba mengalihkan perhatian dari Sinden, Widya baru sadar, ada aroma kemenyan di dekat tempatnya berdiri, di telusurilah wewangian itu, benar saja, di samping pohon asem itu pun ada sesajennya. Yang lebih parah, bara dari kemenyan baru saja di bakar. Antara takut dan kaget, Widya kembali ke pintu bilik, dan dari dalam, sudah tidak terdengar suara air bilasan.

"Nur...Nur..." teriak Widya sembari menggedor pintu kayu. Anehnya, hening. Tidak ada jawaban dari dalam.

Masih berusaha memanggil, terdengar sayup suara lirih. Lirih sekali sampai Widya harus menempelkan telinganya di pintu bilik. Suara orang sedang berkidung. Kidungnya sendiri menyerupai kidung jawa, suaranya sangat lembut, lembut sekali seperti seorang biduan.

"Nur.. bukak Nur!! bukak" spontan Widya menggedor pintu dengan keras, dan ketika pintu terbuka, Nur melihat Widya dengan ekspresi wajah panik

"nyapo to, Wid?" (kenapa sih Wid?) ekspresi ganjil Widya membuat Nur kebingungan. Terlebih mimik wajahnya mencuri pandang bag dalam bilik.

"ayo ndang adus, gantian, aku sing gok jobo" (ayo cepat mandi, ganti biar aku yang jaga di luar) kaget, Widya sudah ragu, melihat samping Bilik ada sesajen, Widya tidak tau apa harus cerita ke Nur soal itu, namun dengan ragu, Widya akhirnya bergegas masuk bilik, menutup pintu.

Bagian dalam bilik sangat lembab, kayu bagian dalamnya sudah berlumut hitam, di depanya ada kendi besar, setengah airnya sudah terpakai, meraih gayung yang terbuat dari batok kelapa dengan gagang kayu jati yang di ikat dengan sulur, Widya mulai membuka bajunya perlahan.

KKN Desa PenariWhere stories live. Discover now